Mengenal Sistem Proporsional Tertutup

Abadikini.com, JAKARTA – Heboh Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang kemungkinan bakal memakai sistem proporsional tertutup kian santer. Isu ini menyeruak sejak dilakukannya uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Komisi Pemilihan Umum disingkat KPU, Hasyim Asy’ari, menyatakan wacana sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024 masih sebatas asumsi. “Jadi, barangkali bagi calon peserta pemilu bisa bersiap-siap dan mengikuti perkembangan jika gugatan tersebut dikabulkan MK,” ujarnya pada Kamis (29/12/2022).

Mengutip Tempo, dalam buku Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945 menjelaskan sistem proporsional tertutup adalah penentuan calon legislatif yang terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya. Akan tetapi, mengacu pada dasar perolehan suara partai politik.

Dengan kata lain, meski rakyat memilih salah satu calon, maka suara tersebut menjadi suara partai politik pengusung. Suara partai politik yang telah mencapai ambang batas kursi bakal diberikan kepada para calon yang diusung berdasarkan nomor urut.

Saat pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup berlangsung, setiap partai politik tetap mengirimkan daftar kandidat bakal calon yang diusung. Bedanya dengan sistem proporsional terbuka, pemilih tidak secara langsung memilih para bakal calon tersebut.

Pemilih hanya diminta untuk memilih tanda gambar atau lambang partai politik saja. Kandidat dengan nomor urut terkecil dalam suatu partai politik berhak menduduki kursi pertama di lembaga perwakilan.

Sejarah Sistem Proporsional Tertutup

Menelisik sejarahnya, sistem proporsional tertutup sudah ada sejak era Orde Lama. Muhammad Nizar Kherid dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021 menjelaskan desain proporsional tertutup kala itu membuat sistem politik menjadi demokrasi terpimpin.

Hal inilah yang kemudian memberi porsi kekuasaan yang lebih besar kepada eksekutif. Tidak berhenti pada era Orde Lama, sistem proporsional tertutup berlanjut hingga Orde Baru. Bedanya, masa Orde Baru menguatkan sistem oligarki kepartaian sehingga desain ini dianggap mengikis nilai-nilai demokrasi.

Lebih-lebih, sistem proporsional tertutup untuk Pemilu pada era Orde Baru melahirkan hegemoni partai politik besar, seperti Golkar. Akibatnya, hubungan partisipasi dan aspirasi publik makin sempit. Terhitung pemerintahan Orde Baru memakai sistem ini selama enam periode Pemilu.

Bahkan saat Presiden Soeharto lengser di tahun 1998, sistem proporsional tertutup masih dipakai di tahun 1999 lewat UU No 3 Tahun 1999. Perubahan mulai terjadi saat sistem proporsional terbuka diterapkan melalui UU No 12 Tahun 2003 dan diterapkan hingga sekarang. Namun, mendekati Pemilu 2024 ada wacana untuk kembali memakai sistem proporsional tertutup.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker