Peneliti: Kandungan Paracetamol Tinggi di Teluk Jakarta Ancam Populasi Kerang

Abadikini.com, JAKARTA – Kandungan Paracetamol yang tinggi di Teluk Jakarta bisa mengancam populasi Kerang di perairan tersebut. Hal ini disampaikan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Zainal Arifin.

Sedangkan dampak pencemaran paracetamol bagi hewan laut di perairan itu belum diketahui.

“Kami belum punya data terkait (bahaya konsumsi) kandungan paracetamol di Teluk Jakarta. Paracetamol ini lifetime-nya pendek dan mudah terlarut. Namun jika paparannya cukup lama bisa mengganggu biota laut di sana,” ucap Zainal dalam acara virtual bertajuk ‘Paracetamol di Teluk Jakarta pada Selasa (5/10).

Dia menyatakan sejauh ini data yang dimiliki baru pada dampak paracetamol tersebut pada sistem pembuahan kerang. Menurut data tersebut ia menyatakan konsentrasi tinggi paracetamol dapat mengganggu gonad (sel telur) kerang betina sebesar 70 persen dan mengganggu gamet (sperma) kerang jantan hingga 60 persen.

Zainal juga merupakan salah satu peneliti dalam studi berjudul ‘High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia’, bersama dengan Wulan Koaguow, George W.J. Olivier, dan Corina Ciocan.

Dalam studi itu menyatakan sejumlah wilayah teluk di Jakarta Utara tercemar paracetamol dengan konsentrasi tinggi.

Kandungan Parasetamol yang terkandung di Angke bahkan mencapai 610 nanogram per liter. Sedangkan di Ancol kandungannya mencapai 420 nanogram per liter.

Konsentrasi paracetamol yang tinggi menimbulkan kekhawatiran kontaminan ini mengganggu kualitas hewan laut yang ada di wilayah perairan tersebut.

Zainal menyatakan untuk saat ini timnya belum memiliki data terkait dampak memakan hewan yang berada di perairan tersebut, sehingga tidak bisa berasumsi.

Sebelumnya Wulan dan Corina sudah membuat penelitian terkait kontaminasi Parasetamol pada biota laut pada 2019.

Dalam studi itu ditemukan paparan senyawa paracetamol pada Kerang Biru dalam jangka panjang memengaruhi tingkat kerusakan pada gen reproduksi, dan mengancam memengaruhi populasi hewan laut itu.

Selain itu, sejumlah penelitian lain juga menemukan konsentrasi parasetamol memberikan efek pada beberapa biota laut seperti kerang tiram dan ikan.

Sementara itu, Peneliti Ekotoksikologi dari Institut Teknologi Bogor (IPB), Etty Riani pada acara yang sama mengatakan parasetamol sebenarnya tidak berbahaya karena mudah larut dan tidak memiliki waktu paruh yang panjang. Namun, jika pencemaran dan tingkat tinggi terjadi secara terus menerus mungkin akan mengganggu mikroorganisme yang ada di sekitar.

Dugaan tersebut dipaparkan Etty terkait dosis yang bisa diterima tubuh terhadap asupan parasetamol. Manusia dapat menerima 10 miligram per kilogram berat badannya, sehingga konsentrasi parasetamol di perairan tersebut mungkin melebihi dosis yang bisa diterima oleh mikroorganisme.

Meski begitu, Etty menambahkan hal ini mungkin terjadi jika mikroorganisme tersebut memiliki reseptor yang bereaksi terhadap parasetamol.

“Dugaan saya, bahan aktif dihitung perkilogram berat badan. Karena batas toleransi manusia untuk 10 mg per kg berat badan. Mikroorganisme sangat kecil, ada kemungkinan mereka bisa terganggu,” ujar Etty.

Selain itu, Etty mengatakan Oosit atresia (sel telur mati) yang dinyatakan Zainal mungkin saja bukan disebabkan oleh parasetamol. Hal tersebut bisa disebabkan oleh lingkungan pemijahan yang tidak cocok sehingga membuat sel telur mati.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker