Masalah Sensorik, Kesulitan Orang Tua Tangani Anak Autis

Abadikini.com,- Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang disebakan oleh kelainan struktur dan kimiawi otak. Sekitar sepuluh tahun terakhir ini autisme menjadi topik yang banyak memperoleh perhatian dari masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Penyebabnya adalah makin meningkatnya jumlah anak-anak yang didiagnosa autistik. Saat ini diperkirakan satu dari 150 anak yang lahir di Amerika Serikat menunjukkan ciri-ciri autistik.

Belum ada data yang pasti tentang jumlah anak autistik di Indonesia, tetapi berbagai sumber melaporkan peningkatan yang tinggi pada jumlah anak autis dalam beberapa tahun terakhir.

Inilah sebabnya informasi tentang autism dan cara-cara penanganannya semakin banyak dibicarakan dalam seminar-seminar dan ditulis oleh berbagai media masa.

Munculnya ciri-ciri autistik yang berbeda-beda menjadikan kebutuhan penanganan yang akan diberikan berbeda-beda pula. Ciri yang paling menonjol pada anak-anak autis adalah kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Mereka umumnya lebih suka menyendiri,tidak suka bila sedang asyik melakukan kegiatan tertentu, dan amat jarang berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka baru kelihatan mendekati orang lain bila menginginkan sesuatu. Itupun hanya dengan menarik tangan orang dan menunjuk makanan atau benda yang diinginkan.

Anak-anak yang senang berdekatan dengan orang lain tetap menunjukkan perbedaan yaitu cara interaksinya yang unik. Mereka jarang melakukan kontak mata, tidak banyak tersenyum, dan tidak menunjukkan ekspresi emosi seperti anak-anak lainnya.

Anak-anak autis juga mengalami gangguan tingkah laku yang sering muncul yaitu hiperaktivitas dan agresivitas. Sepanjang hari mereka berlarian, memanjat, berputar-putar, atau mengobrak-abrik isi rumah tanpa kenal lelah.

Walaupun sudah diperingatkan berkali-kali untukduduk dengan tenang, mereka akan kembali melakukan hal yang sama. Ada anak-anak yang tampak senang dan gembira selama dibiarkan melakukan kegiatan disukainya.

Tetapi bila dilarang atau disuruh melakukan sesuatu yang tidak disukai, mulailah muncul tingkah laku agresif. Dalam waktu singkat kegembiran mereka berubah menjadi tangisan dan amukan.

Tidak jarang orang di dekat mereka menjadi sasaran pukulan, gigitan bahkan tendangan berkekuatan tinggi. Tingkah laku mengamuk yang sering disebut dengan “tantrum” ini bisa berlangsung lama sekali. Kalau akhirnya berhenti itu tandanya mereka sudah sangat lelah atau diberi benda kesukaannya.

Tingkah laku semacam inilah yang membuat orang tua harus paham betul bagaimana cara memahami, dan menanganinya dengan cara mengajarkan tingkah laku lain yang lebih positif.

Bukannya menekan atau menghilangkan semua tingkah laku yang mengganggu, karena pada kenyataannya tidak semua tingkah laku bermasalah tersebut bisa diatasi.

Mulailah tingkah laku yang paling mendesak untuk ditangani. Bila ada tingkah laku lain yng dirasakan mengganggu, sebaiknya agar menunda dulu penanganannya sebelum berhasil mengatasi tingkah laku yang prioritasnya lebih tinggi.

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, penanganan ini harus diberikan secara bertahap dengan menerapkan metode yang tepat. Oleh karena itu, orang tua perlu memahami dan mengenal betul tingkah lakunya sehingga tidak salah dalam memberikan penanganan.

PEMBAHASAN

Istilah “autistic” diambil dari bahasa Yunani “autos” yang artinya self. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan seseorang yang bersibuk diri dengan dunianya sehingga kelihatannya tidak tertarik pada orang lain.

Dulu, anak-anak autisdiduga punya ibu yang tidak hangat dan kurang memberikan kasih sayang. Tetapi sekarang sudah terbukti bahwa autisme adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terhambatnya perkembangan dalam berbagai bidang.

Gangguan Autistik merupakan masalah perkembangan ini anak yang amat kompleks yang ditandai oleh tiga ciri utama yaitu, masalah pada interaksi sosial timbal balik, masalah pada komunikasi, dan pola tingkah laku repetitive (berulang) serta minat yang sempit.

Munculnya ciri-ciri autistic pada setiap anak berbeda karena kompleksnya gangguan perkembangan ini. Sebagian anak punya banyak ciri yang nyata, sementara yang lainnya menunjukkan beberapa ciri yang tidak terlalu terlihat.

Sebagian anak membutuhkan penanganan individual dan tetap tergantung pada orang lain sampai dewasa, sementara yang lainnya bisa belajar di sekolah umum dan mampu mandiri.

Karena itulah akhir-akhir ini lebih sering digunakan istilah “Spektrum Autistik” untuk menunjukkan bahwa gangguannya dapat muncul secara berbeda pada setiap anak.

Kehadiran anak autis, atau yang sekarang juga dikenal dengan istilah”spektrum autism”, menyebabkan perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan keluarga.

Begitu banyaknya hambatan yang dimiliki anak sehingga mereka membutuhkan penanganan yang amat beragam dan biasanya berlangsung lama.

Untuk dapat memberikan penanganan yang terbaik dan sesuai dengan kondisi individual anak, sebagai orang tua perlu mempersiapkan tenaga, pikiran, dan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi dituntut pula penyesuaian diri dari anggota keluarga untuk dapat menciptakan interaksi harmonis dengan anak yang istimewa.

Tingkah laku bermasalah anak autis

Secara fisik, anak-anak tersebut terlihat tidak memiliki masalah yang berat bahkan sebagian besar wajah mereka cantik dan ganteng. Namun, cara mereka berpikir dan merasakan dunia luar sangat berbeda dibandingkan kebanyakan anak lain.

Secara umum mereka lebih suka menyendiri dan tidak peduli dengan lingkungan di sekelilingnya. Mereka sulit berkomunikasi secara verbal dan berinteraksi dengan temannya melalui cara-cara yang unik.

Selama tidak diganggudan dibiarkan melakukan kegiatan yang disukai, mereka biasanya tidak menyusahkan orang lain.

Tetapi mereka juga punya sisi lain. 

Bila merasa terganggu oleh orang lain atau berada di tempat yang ramai dan bising, atau ingin sesuatu tetapi tidak bisa mengatakannya, barulah tampak tingkah laku aslinya.

Secara tiba-tiba mereka berteriak, mengamuk, menangis dengan hebat, atau menyakiti diri sendiri. Munculnya tingkah laku ini bukan hanya sekali-sekali, tetapi bisa setiap hari, bahkan beberapa kali dalam sehari.

Bisa dibayangkan betapa repotnya mengurus dan mengasuh mereka dengan cara yang khusus. Mereka disebut anak berkebutuhan khusus, yang sayangnya cenderung dinilai negatif oleh masyarakat.

Sebagian besar dari mereka sulit diatur dan tidak dapat mengungkapkan diri dengan baik sehingga dianggap bodoh dan tidak punya masa depan yang cerah.

Mereka juga tidak diterima oleh teman sebayanya karena tidak paham aturan permainan, sering bertindak kasar, dan punya kebiasaan aneh. Mereka sering menjadi sasaran ejekan yang tidak ada habisnya.

Mendampingi dan mengajar anak autis bukanlah tugas yang ringan. Selain hambatan dalam berkomunikasi, mereka juga memiliki berbagai tingkah laku bermasalah.

Sebagian diantara mereka amat aktif dan seakan tidak pernah kehabisan tenaga untuk bergerak. Dari mulai berlarian keliling rumah dan sekolah, membongkar isi laci dan lemari, sampai memanjat lemari dan meja makan.

Belum lagi mulut mereka tidak henti-hentinya mengeluarkan suara-suara, berteriak, menyanyikan lagu atau menanyakan hal yang sama berulang kali.

Mereka biasanya amat mudah marah dan frustasi. Sebelum kita melakukan cara-cara untuk mengatasi beragam masalah tingkah laku tersebut, perlu kita sadari bahwa seluruh tingkah laku mereka, positif maupun negatif, adalah komunikasi.

Artinya, setiap tingkah laku merupakan ekspresi dari bagaimana anak mempersepsi lingkungannya, sensasi apa yang dirasakan, dan emosi apa yang muncul akibat sensasi tersebut.

Karena adanya masalah sensorik, tingkah laku bermasalah seringkali menjadi ekspresi dari kondisi mereka yang kewalahan dengan serbuan stimulus dari lingkungan. Selain itu, juga ekspresi dari frustasi akibat tidak bisa mengungkapkan apa yang diinginkan atau dirasakan.

Karena tingkah laku merupakan komunikasi, maka yang perlu kita lakukan bukanlah menekan atau menghilangkan semua tingkah laku menggangg, tetapi berusaha memahaminya dan mengajarkan tingkah laku lain yang lebih tepat.

Sebelum memutuskan tingkah laku apa saja yang ingin diperbaiki, kita perlu menyadari bahwa kenyataannya tidak semua tingkah laku bermasalah dapat dihilangkan. Apalagi tipe-tipe tingkah laku stimulasi diri yang memang berguna bagi mereka untuk beradaptasi.

Jadi sebagai langkah awal pilihlah tingkah laku yang paling harus ditangani, misalnya tingkah laku agresif terhadap orang lain, menyakiti diri sendiri, mudah mengamuk, atau kecemasan berlebihan ketika menghadapi situasi baru.

Bila ada tingkah laku yang mengganggu, tunggu dulu penanganannya sampai kita telah berhasil mengatasi tingkah laku yang prioritasnya lebih tinggi.

Keberhasilan dalam menangani tigkah laku bermasalah dipengaruhi oleh banyak faktor. Kita perlu mengenal dan memahami betul berbagai tingkah lakunya sebelum menerapkan metode penanganan yang tepat.

Beberapa hal berikut ini yang perlu diperhatikan agar dapat meminimalkan tingkah laku yang tidak diinginkan.

1) Kenali karakteristik anak

Setiap anak punya karakteristik kepribadian yang unik, merupakan kombinasi antara sifat-sifat bawaan dan hasil belajar. Sejak bayi biasanya sudah tampak bagaimana temperamen anak, dan hal ini relatif akan bertahan sampai anak semakin besar.

Ada yang tergolong anak mudah, yaitu sejak bayi tidak banyak menangis, hanya bangun pada waktu-waktu tertentu, banyak tersenyum, dan suka digendong oleh siapa saja.

Namun ada pula termasuk anak sulit yaitu yang amat rewel, mudah terbangun, sulit minum susu, dan hanya mau digendong oleh ibu atau pengasuhnya.

Bila sudah mengenal tipe kepribadian anak sejak kecil, benar-benar mengenal kebiasaan dan kesukaan anak, sudah pasti akan lebih mudah mengatasi masalah tingkah lakunya.

Ketika berbicara dengan anak yang mudah marah dan amat sensitive terhadap suara-suara, kita sebaiknya menggunakan nada suara rendah, intonasi tegas, dan tidak terburu-buru.

Sementara anak yang banyak melamun perlu diajak berkomunikasi dengan nada suara bersemangat, bicara yang agak cepat, dan disertai gesture (gerakan tubuh).

Jangan lupa mengembangkan minat anak agar memiliki kesibukan yang positif. Dengan demikian tingkah lakunya yang menyebalkan akan banyak berkurang.

2) Penyebab tingkah laku

Setiap tingkah laku merupakan upaya anak untuk mengkomunikasikan keinginan, perasaan, dan tujuannya. Karena bicara, maka mereka menyampaikan pesan melalui tingkah laku tertentu.

Tetapi jangan lupa bahwa tingkah laku yang sama tidak selalu didasari oleh penyebab yang sama. Misalnya saja anak yang malas belajar.

Penyebabnya bisa kelelahan, kesulitan memahami materi pelajaran sehingga menghindar, reward (hadiah) yang dijanjikan tidak menarik, takut berbuat kesalahan dan kemudian dimarahi, atau memang ia tergolong anak yang malas belajar.

Untuk memahami hubungan antara tingkah laku dengan penyebab dan akibatnya, dapat digunakan “rangkain A-B-C”. A atau antecedentadalah hal-hal yang terjadi persis sebelum munculnya tingkah laku bermasalah.

B atau behavior adalah tingkah laku bermasalah. C atau consequences adalah hal-hal yang terjadi segera setelah tingkah laku tersebut muncul.

Dengan memahami rangkaian tersebut maka dapat dirancang cara-cara untuk mengatasi tingkah laku bermasalah tersebut. Mungkin antecedent yang harus dirubah atau dihilangkan, mungkin juga conseguences-nya, atau bisa keduanya.

Kita dapat mengetahui penyebab tingkah laku dengan pasti bila kita mengenal anak dan melakukan pengamatan secara cermat. Dengan mengetahui penyebab tingkah laku anak, respon dan konsekuensi yang kita berikan akan lebih tepat.

Bagi anak-anak yang kesulitan berbicara, sejak dini perlu diajarkan cara-cara non verbal (bahasa isyarat, menunjuk gambar) agar mereka dapat mengungkapkan keinginannya dan menghindari tingkah laku agresif akibat frustasi.

3) Tingkah laku pengganti

Tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan pasti ada fungsinya bagi anak. Sebagan besar tingkah laku anak-anak autis merupakan usaha beradaptasi terhadap lingkungan akibat adanya masalah sensorik.

Mereka tidak dapat mengolah informasi dengan baik sehingga dunia luar dirasakan membingungkan dan mengancam. Akibatnya mereka lebih menyendiri dan mudah mengamuk bila berada di tempat yang ramai atau dituntut melebihi kemampuan mereka.

Melarang atau mencoba menghilangkan tingkah laku tertentu harus dibarengi dengan memperkenalkan tingkah laku pengganti, yang punya fungsi kira-kira sama.

Contohnya, anak yang sangat senang merobek kertas atau tissue dapat diajarkan untuk menggunting dan menghasilkan potongan-potongan kecil untuk tugas prakarya.

Anak lain yang suka berari-larian keliling rumah bila tidak ada kegiatanm diajarkan untuk bermain sepak bola dan naik sepeda untuk mengeluarkan energinya yang berlebihan.

Bila melarang anak berbuat sesuatu, beri alas an dengan kalimat sederhana dan singkat, agar anak paham. Walaupun anak belum dapat berbicara, tetaplah beri penjelasan karena pemahaman anak terhadap bahasa biasanya jauh lebih cepat berkembang dibandingkan kemampuan bicaranya.

4) Fokuskan pada hal-hal positif

Bila menghadapi kenakalan anak, umumnya orang tua menggunakan senjata pamungkas yang paling mudah yaitu hukuman. Hukuman bisa berbentuk kata-kata dengan nada marah, mengurung anak di dalam kamar, mengganti benda-benda yang amat disukai anak, mencubit, memukul dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya.

Untuk jangka pendek, hukuman memang seringkali berhasil meredam tingkah laku yang tidak diinginkan, tetapi dalam jangka panjang hasilnya bisa lebih buruk.

Anak yang sering dihukum bisa menjadi lebih agresif karena memiliki dendam atau meniru perilaku si penghukum. Terlalu banyak hukuman akan merusak hubungan anak dengan orang tua atau guru karena interaksi diwarnai oleh emosi negatif.

Untuk menghindari hukuman nantinya anak akan mengembangkan berbagai alasan, berbohong, atau memilih menutup diri dari orang tua.

Cara yang lebih efektif untuk mengurangi tingkah laku negatif adalah dengan memberikan banyak perhatian dan pujian pada tingkah laku yng diinginkan.

Jadi kita jangan hanya bereaksi bila anak melakukan kesalahan. Kita juga harus memberikan contoh tingkah laku positif sebanyak mungkin sehingga anak dapat meniru cara-cara yang benar, khususnya dalam interaksi dengan orang lain.

5) Menciptakan struktur

Salah satu penyebab masalah tingkah laku pada anak-anak autis adalah tidak adanya struktur, rutinitas, dan aturan yang jelas. Di rumah mungkin tidak ada jadwal yang pasti untuk kegiatan sehari-hari.

Selain itu, aturan yang diterapkan oleh ayah, ibu, pengasuh, dan juga nenek berbeda-beda. Di sekolah anak sudah diajarkan untuk makan secara mandiri, tetapi di rumah justru masih disuapi dengan alasan agar cepat selesai dan tidak berantakan.

Di rumah anak bebas mencorat-coret dinding karena orang tua berharap kelak si anak yang special ini dapat menjadi pelukis terkenal, tetapi ketika anak melakukan hal yang sama di tempat lain, ia dimarahi.

Tidak ada aturan yang jelas dan konsisten membuat mereka menjadi bingung tentang apa yang seharusnya dilakukan. Bila kebingungan berubah menjadi kepanikan, maka muncul tingkah hiperaktif, agresif, dan tingkah laku stimulasi diri.

Untuk mengatasi hal ini, sejak anak masih kecil sebaiknya telah dirancang kegiatan sehari-hari pada waktu yang sama dan tempat yang sama.

Dengan demikian anak belajar untuk melakukan rutinitas secara teratur. Lakukan setiap kegiatan pada tempatnya seperti, makan di meja makan, bukan air kecil di toilet (bukan di kebun), bermain boneka di ruang keluarga, dan bermain bola di halaman.

Sediakan pula tempat khusus untuk menyimpan barang-barangnya seperti mainan, buku-buku, sepatu, tas sekolah, dan pakaian.

Gunakan alat bantu visual seperti jadwal harian dan gambar-gambar untuk mempermudah anak belajar mengenai rutinitasnya.

 

Selain lima hal tersebut, hal lain yang perlu kita miliki yang merupakan bagian tersulit adalah konsitensi dan kesabaran. Pada awalnya menghadapi beragam masalah tingkah laku tersebut amatlah berat. Mungkin kita akan terus bertanya-tanya kapan anak kita akan menjadi anak baik-baik.

Namun, bila kita dan keluarga menerapkan disiplin secara konsisten, disertai ungkapan kasih sayang yang tulus dan kesabaran, kita pasti akan memperoleh hasil yang menyenangkan.

PENUTUP

Karena adanya masalah sensorik ini, maka dunia luar dirasakan sebagai tempat yang kacau dan kurang menyenangkan. Anak-anak autis kesulitan menyesuaikan diri, apalagi belajar dari lingkungannya.

Mereka lebih sering berada dalam kondisi cemas, tegang, dan gelisah karena amat bingung dengan segala hal yang terjadi di sekeliling mereka.

Sebagian usaha adaptasi dan rasa nyaman, mereka mengembangkan bermacam-macam cara. Sebagian berhasil membantu mereka, tetapi sebagian lainnya justru memperparah masalah.

Banyaknya anak-anak autis yang ada membuat kita mempelajari lebih banyak dan lebih dalam lagi tentang proses-proses penanganannya yang bisa dibilang tidaklah mudah.

Banyaknya hambatan dan tingkah laku bermasalah yang muncul memberikan tantangan yang besar bagi orang tua khususnya dalam mengasuh dan menanganinya.

Sebagai orang tua sangatlah penting mengetahui tingkah laku anak dan cara penangananya yang tepat. Oleh karena itu untuk mempelajari penanganan tingkah laku bermasalah adalah hal yang harus dilakukan guna mengatasi dan menterapi anak-anak autis dengan tepat.

Kegiatan ini harus dilakukan secara bertahap, dengan metode yang tepat, dan biasanya berlangsung lama. Guna mendapatkan hasil yang terbaik bagi anak, sehingga mereka bisa hidup normal layaknya anak-anak pada umunya.

REFERENSI

Adriana S. Ginanjar. (2008). Menjadi Orang Tua Istimewa.Jakarta: Dian Rakyat.
Anton Nugroho. (1996). Kumpulan Artikel Psikologi Anak.Jakarta: Majalah Intisari.
Endang, S. (2017). Perspektif Bimbingan Konseling Islam. Upaya Bimbingan Konseling Pusat layanan Autis Kepada Orang Tua Terhadap Penanganan Anak Autis Di Pusat Layanan Autis Sultra, 143 hlm.
Farida. (2015). Bimbingan Keluarga Dalam Membantu Anak Autis. Kehebatan Motif Keibuan, 26 hlm.

Oleh : Arlen Defia – Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor

Editor
Irwansyah

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker