Cerpen A’la Demokrat

Mahfud masih menganggap apa yang dilakukan sebagai langkah terobosan hukum. Hanya saja secara politik Mahfud memandang implikasi praktinya tak akan banyak merubah komposisi kepengurusan partai Demokrat kubu AHY. Cara pandang itu pula yang sudah direspon Yusril. Bahkan diamini, sebab Yusril sendiri sejak awal tak mau mengurusi hasil kelak jika judicial diterima MA.

Begitu pula Jimly Ashiddiqie. Ia juga tak menampik jika apa yang dilakukan Yusril sebagai terobosan hukum, apalagi bagi kepentingan perbaikan partai politik sebagai pilar demokrasi. Hanya saja, Jimly menggarisbawahi posisi ganda Yusril sebagai pengacara sekaligus sebagai ketua umum partai. Singkatnya, Jimly hanya agak keberatan dengan posisi ganda Yusril, ia mempersoalkan soal etis dan tidaknya saja. Meski dalam peraturan tak ada larangan untuk melakukan langkah itu. Pernyataan itu pun telah direspon Yusril dengan sejumlah alasan. Sepakat atau tidak, itu soal lain!

Perkara isi yang dibahas pakar memang tak diulas, tapi mereka mungkin memerlukan bumbu penegas dari tokoh. Biar curahan hati itu sarat pembenaran. Ya, urusan isi apa yang dibicarakan tokoh otoritatif itu barangkali soal lain.

Maklum namanya juga jalan cerita. Dalam kisah nyata saja, jika seorang tetangga tengah membenci tetangga sebelahnya, si pembenci tetap merasa perlu berkoalisi dengan tetangga lainnya. Paling tidak secara batin ia seolah mendapat dukungan, agar kebenciannya punya beralasan. Namanya kaum eklektik, atau tukang comot sana sini, asal cocok dengan imajinasi dan alur cerita bebas saja diambil. Toh urusan kedalaman, mungkin bagi mereka tak penting, atau bisa datang belakangan.

Mungkin juga, bagi mereka, sama tak pentingnya dalam press conference merespon secara serius butir-butir atau poin-poin yang tengah diuji materi oleh keempat mantan kadernya. Bagi mereka; intinya Yusril bersiasat jahat dengan Moeldoko. Sudah cukup labeli saja, urusan poin-poin yang diuji toh rakyat juga terlalu jelimet bacanya. “Sudah akui saja Yusril membela karena rupiah, titik!” Itu yang jelas-jelas diinginkan mereka dalam alur cerpen akhir pekan ini.

Lebih bingung lagi, ketika dengan enteng Herzaky menyimpulkan bahwa Yusril Ihza Mahendra mengidap gejala ‘instabilitas emosi. Alasannya, Yusril bereaksi ketika dikulik soal dukungan PD AHY untuk anaknya, Yuri. “Yusril menjawab jika SBY juga pernah mendapatkan dukungan Partai Bulan Bintang di tahun 2004, kalau mau saling ngungkit jasa,” balas Yusril di beberapa media.

Jawaban balasan ini sebenarnya biasa di media, tak ada hubungannya dengan maju mundur emosi. Apalagi jika merunut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘instabilitas’ punya makna banyak; kaadaan tak stabil; ketidakstabilan; ke-tidak-mantapan; keadaan goyah dst. Lantas dimana letak emosi Yusril tak stabil, apalagi goyah? Bukankah selama ini Yusril tak goyah apalagi mundur jadi pengacara keempat mantan kader PD, meski pribadinya terus dihantam dengan label-label negatif?

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker