Cerpen A’la Demokrat

ADA YANG MENARIK sekaligus ‘menggelitik’ dari pemandangan jumpa pers Partai Demokrat yang digelar secara streaming Minggu 3 Oktober 2021, pukul 14.00 WIB. Dalam video panjang lebih dari satu jam itu, press conference yang dihelat di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, sang juru bicara yakni Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra berdiri di atas mimbar dengan membawa naskah.

Mula-mula ia membuka dengan ucapan salam, lalu menyapa sejumlah awak media yang hadir. Mengawali jumpa pers, Herzaky yang berdiri dengan latar sepanduk bergambar lambang Partai Demokrat bertuliskan ‘propaganda’; Demokrat Berkoalisi dengan Rakyat vs Moeldoko Berkoalisi dengan Yusril itu, memulai cerita pendek alias cerpen-nya dengan menjelaskan bagaimana duduk perkara versi mereka tentang pribadi KSP Moeldoko yang menurut mereka telah membegal Partai Demokrat.

Pada Mulanya Keluh Kesah?

Dengan bantuan teks, Herzaky bertutur ihwal ‘ambisi’ Moeldoko yang sejak lama ingin menguasai Demokrat. Untuk meneguhkan cerita itu, Herzaky mencuplik cerita pertemuan Moeldoko dengan Ketua Majelis Tinggi mereka yakni Susilo Bambang Yudhoyono. Dialog-dialognya diurai seolah ingin menunjukan jika Moeldoko sarat ambisi. Cerita itu dibuat jelas bersumber dari Pak SBY sendiri.

Meski tentu saja kebenaran cerita itu sulit diverifikasi. Tapi sebagai bangunan cerita tampak kubu Demokrat ingin mendegradasi moral Moeldoko. Entah fiksi atau nyata pertemuan itu. Tapi yang pasti, tafsirnya saat ini yang berubah.

Pertemuan antara tokoh apalagi tokoh politik itu biasa terjadi, termasuk dengan SBY dan Moeldoko. Sebelum ada gejolak, percakapan yang katanya terjadi di kediaman SBY di Cikeas itu mungkin biasa. Tapi baru ada muatan dramaturgi ketika kini Moeldoko dianggap mengancam eksistensi sulungnya.

Suasana hati SBY-lah yang diduga telah merubah tafsir pertemuan itu, sehingga plotnya seolah punya kaitan dengan riwayat ambisi Moeldoko. Sulit dipungkiri jika Pak SBY sekarang tengah terluka, penuh kecamuk kecewa dan keprihatinan tiada tara. Maka boleh jadi tafsir atas pertemuan itul jadi berubah hiperbolik.

Deraan batin dan kecamuk keprihatinan itu pula, yang membuat SBY juga belakangan luncurkan kalimat aporistis; “hukum mungkin bisa dibayar, tapi tidak keadilan,” ungkapnya lirih melalui keterangannya di media beberapa waktu lalu.

1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker