Sunnatullah Pembebasan Ust. Abu Bakar Ba’asyir

Ustadz ABB bebas itu sudah ketentuan Allah. Usia yang sudah sepuh membuat kondisi kesehatan beliau menurun. Masa hukuman yang beliau jalani memang sudah cukup membuat beliau bebas.

Tapi bebas bersyarat. Ada syaratnya, yaitu ikrar kesetiaan kepada Pancasila.

Ustadz ABB berpandangan ikrar seperti itu mengganggu akidah tauhid dan prinsip yang selama ini ia pegang. Ia memilih tetap meringkuk dalam dinginnya sel super maximum security ketimbang main nego cincay ala Bukalapak dalam masalah akidah.

Sudah sunnatullah, Allah akan menyisakan manusia seteguh (sebagian orang membaca: se-radikal) Ust. ABB di akhir zaman yang penuh fitnah ini.

Lalu Pak Yusril melobi Presiden Jokowi agar beliau dibebaskan tanpa syarat dan ikrar seperti itu. Pak Jokowi setuju. Alasan yang dikemukakan: kemanusiaan. Meski mereka berdua yakin banyak orang yang tidak percaya dengan alasan itu.

Keyakinan itu pun terbukti. Media sosial penuh cibiran dan nyinyiran. Mungkin karena ada catatan sebelumnya tentang kiprah Pak Jokowi.

Itu juga sudah sunnatullah di tahun politik seperti sekarang ini. Sebagaimana sunnatullah juga, akidah tauhid pasti bakal menang. Apalagi kok cuma berhadapan dengan ikrar-ikraran buatan manusia seperti di atas.

Caranya beragam dan bisa tak terduga seperti “kemenangan” Yusuf alaihissalam atas makar saudara-saudaranya. Cuma perlu waktu dan pengorbanan saja.

Pihak keluarga menyambut gembira. Sudah sekian lama usaha membebaskan suami, ayah dan kakek mereka atas alasan kemanusiaan, mentok di tembok birokrasi yang penuh kecurigaan. Sebagai manusia (apalagi Muslim), mereka mengucapkan terimakasih kepada pemerintah.

Wajar saja. Dulu, Abdullah bin Khudzafah mau cium kening Kaisar Romawi ketika ia bersama sejumlah tawanan Muslim dibebaskan. Ya, cuma cium kening saja, tak ada deal-deal khusus memilih kaisar untuk periode berikutnya.

Jadi berterimakasih kepada siapapun yang memberikan kebaikan adalah sunnatullah pada diri manusia normal.

Kalau Australia dan negara-negara tertentu marah atas putusan bebas ini, ya sunnatullah juga. Mereka hanya orang-orang kafir yang sedang memainkan peran sebagai lawan Islam dan para tokohnya.

Dalih dan kedoknya bisa beragam: ya teroris, lah… radikal, lah… atau istilah lain. Istilah yang sering dipakai Al-Quran: Asmaa’ sammaitumuha antum wa abaa’ukum.

Sebagaimana sudah sunnatullah juga kelompok yang gerah dengan upaya penegakan syariat Islam pasti bermuram durja atas keputusan ini. Mereka lalu membandingkan dengan sederet terdakwa penista agama yang masih meringkuk di jeruji besi.

Sayang, hingga tulisan ini dibuat, penulis belum tahu kabar Pak Luhut, Pak Tito dan Pak Yasonna terkait hal ini.

Bisa jadi turut bermuram durja, tapi bisa juga tidak. Sebab, bapak-bapak di atas punya perkiraan bebasnya Ust. ABB tidak akan menumbuhkan aksi (yang mereka sebut) terorisme.

Mungkin karena, bagi bapak-bapak tersebut, JAT selaku organisasi Ust. ABB sudah divonis terlarang. Kantong-kantong jihadis melemah, dan menyisakan kelompok tanpa kepemimpinan yang solid dan jelas. Mungkin, lho ya…

Jadi, mari rayakan semua sunnatullah ini. Ayo sertai keluarga besar Ust. ABB dan Pondok Al-Mukmin Ngruki dalam kegembiraan yang kini sedang tumbuh mekar dalam diri mereka. Rayakan, tanpa khawatir dampaknya pada #2019GantiPresiden maupun #2019TetapJokowi.

Karena bebasnya Ust. ABB ini memberi pelajaran penting: Kalau Allah berkehendak, siapa bisa menolak?

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker