Di Masa Galibnya

Oleh: Mink Ismail

Abadikini.com – Ketika orang tengah berada di masa galibnya dia sulit dilawan. Barangkali itu yang dimaksud politisi senior Bambang Pacul: ‘Jangan melawan orang baik! ‘

Ya, barangkali itulah yang membuat jamaah shalat Idul Fitri di Bantul, Yogyakarta belum lama ini bubar setelah mendengar ceramah dari sang khatib yang ceramahnya berisi luapan kekecewaan pada pemilu dan menyebut nama Presiden Joko Widodo sebagai salah satu biang keladinya.

Video ceramah yang diunggah itu pun dalam serentak viral. Entah karena simpati pada Jokowi, atau jamaah sudah jengah, karena isi khutbah tak sesuai dengan rukun khutbah Idul Fitri, yang jelas fenomena tuduhan terhadap pemilu curang atau yang menuduh Jokowi sebagai biang keladi dari smua ini, selalu mendapatkan perlawanan sengit, bahkan nyinyiran, atau setidaknya didiamkan karena sebagian rakyat tampaknya sudah jengah.

Ungkapan Bambang Pacul di beberapa tempat itu seolah terbukti. Sulit meredam arus, apalagi ketika pemimpin tengah berada di masa galib atau jayanya.

Di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa saksi hingga saksi ahli bahkan pengacara lawan 02 selalu jadi bahan lelucon hingga ditertawakan majelis hakim.

Arus besar ini memang sulit dilawan. Bahwa ada perkara sebagian orang atau pendukung pasangan lain yang jengah dengan cawe-cawe Jokowi, toh nyatanya di pemilu lalu, arus deras pemilih di sebagian besar provinsi memang mengarah pada kecenderungan dukungan pada 02. Kalau rakyat sudah memilih, kita mau apa?

Perkara bagaimana cara dan alasan apa yang membuat 02 bisa unggul pun memang beragam. Bisa karena kemampuan tim yang membuat calonnya begitu hipe, jadi trendsetter baik dari atribut yang digemari, segala gimmick dan lagunya yang ngehits. Hingga pantulan dukungan Jokowi yang kuat hingga membuat suara pasangan 02 meroket.

Harus diakui jika pasangan 02 sukses membangun imej di segala lini: mulai dari atribut yang digemari, lagu hingga gimmick gemoy yang viral, bonus dukungan Jokowi secara tidak langsung, yang di detik-detik terakhir meninggalkan Ganjar Pranowo lalu beralih ke Prabowo apalagi dengan kesiapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres. Padahal mulanya Ganjar sudah percaya diri berada di atas jajaran survey, pun karena akan tetap didukung Jokowi.

Tapi politik memang tak hanya soal momentum, atau keberuntungan semata yang oleh Machiavelly disebut ‘fortuna’, melainkan juga penting unsur ‘virtue’. Kecerdikan meracik taktik, hingga membuat massa teryakinkan dengan baik, lepas dari pemimpin itu dikesankan pintar atau tidak pintar.

Persona pemimpin harus melekat, menyentuh hingga mampu memantik simpati rakyat.

Ganjar juga Anies Baswedan barangkali lupa, jika rakyat bukanlah semata sekumpulan kerbau yang mudah digiring oleh sekadar isu bantuan sosial. Jika pun ada rakyat dengan level mudah digiring presentasinya tidak banyak. Tapi adukan cerita simpati, hingga perasaan yang dekat dengan Jokowi didukung oleh kesan ketulusan dan ketegasan Prabowo di akar rumput rasanya sulit dibantah, oleh dalil apapun.

Tanpa siraman ayat, atau agitasi politik perubahan, toh nyatanya pendukung 02 berhamburan turun memenuhi jadwal kampanye hingga membuat Gelora Bung Karno kala itu penuh sesak.

Meski deras wacana pelanggaran HAM dan penolakan pada dinasti politik, toh nyatanya itu bukan senjata yang ampuh untuk meruntuhkan kedigjayaan pasangan 02 yang disokong dukungan pamor Jokowi.

Toh, sebelum Jokowi mengarahkan dukungannya pada Prabowo, Anies Baswedan pun bahkan sempat cawe-cawe dengan bertandang ke kediaman Gibran. Apalagi Ganjar yang sudah percaya diri mendapatkan dukungan sejak awal.

Kalau pun kemarin dan hari ini Jokowi memilih Prabowo, ini jelas kecerdikan dan juga keberuntungan Prabowo, yang dengan caranya mampu membuat Jokowi jatuh cinta. Kalau kemudian Ganjar dan Anies kecewa, ya wajar pula.

Sekali lagi, ini soal bagaimana perpaduan antara kecerdikan Jokowi, dan momentum atau keberuntungan Prabowo yang mampu meluluhkan hati Jokowi.

Kecerdikan Prabowo dengan kemampuan menunduknya yang dikesankan rakyat sebagai ketulusan, ternyata menjadi bukti mengalirnya simpati dan dukungan rakyat. Kesan angker sebagai tertuduh HAM, apalagi isu dinasti politik pun tak mampu meruntuhkan kedigjayaan 02.

Dan barangkali tuduhan curang dengan seluruh cerita di Mahkamah Konstitusi rasanya akan berakhir anti-klimaks, tapi setidaknya itu mungkin sebagai upaya terakhir dari cara menutup kekalahan. Tabik!

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker