Operasi Militer Gabungan AS Ledakan Suriah

Abadikini.com, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) benar-benar mewujudkan gertakannya menyerang Suriah. Pada Jumat (13/4/2018) malam Negeri Paman Sam itu melakukan operasi gabungan bersama dengan Inggris dan Prancis membombardir negeri yang di pimpin Bashar al-Assad tersebut. Atas serangan itu, Rusia meminta Dewan Keamanan PBB menggelar sidang.

Serangan terhadap Suriah itu dikhawatirkan memicu perang dengan skala lebih luas, terutama antara AS dan sekutunya vs aliansi yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad, yakni Rusia dan Iran. Namun sebagian pakar menduga serangan tersebut tidak akan berujung pada perang multinegara.

Operasi militer gabungan AS, Inggris, dan Prancis menyasar target strategis seperti fasilitas produksi, gudang, dan uji coba senjata kimia di Damaskus dan Homs, Suriah. Namun serangan itu bisa dibilang tidak sepenuhnya berhasil karena 71 dari 103 misil yang diluncurkan bisa ditangkis sistem antiudara S-125 dan S-200 milik Suriah.

Berdasarkan sumber dari Kemhan AS, serangan itu dilakukan melalui udara dan laut, yaitu melalui pesawat bomber B-1 dan kapal induk meski tidak diketahui kapal induk yang mana. Adapun Inggris menerjunkan empat pesawat tempur Tornado RAF dari pangkalan udara di Siprus yang meluncurkan delapan misil Storm Shadow.

AS, Inggris, dan Prancis merasa perlu mengambil aksi militer karena Suriah dituduh telah melewati garis merah. Koalisi pimpinan AS itu menuduh Pemerintah Suriah melakukan serangan senjata kimia hingga menewaskan 85 warga sipil pada 7 April lalu.

Serangan tersebut tidak berlangsung lama. Pada pagi kemarin, AS, Inggris, dan Prancis menyatakan operasi militer di Suriah telah berakhir. Trump juga mengatakan misi selesai. Namun dia mengingatkan, AS mengancam akan kembali melakukan serangan serupa apabila Pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia itu lagi.

“Kami akan siap melakukannya sampai rezim Suriah berhenti menggunakan agen kimia terlarang,” kata Trump. Adapun Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, mengatakan serangan tersebut hanyalah simbol peringatan.

Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May menggambarkan serangan itu sebagai sesuatu yang terbatas dan terkoordinasi dengan target yang sudah ditentukan tanpa ada maksud menggulingkan Assad atau turut campur lebih luas dalam perang sipil di Suriah. Dia mengizinkan aksi militer itu karena senjata kimia harus di hapus.

May pun mengecam Rusia yang dinilainya gagal menghentikan Assad dalam menggunakan gas beracun. Presiden Prancis Emmanuel Macron juga yakin Pemerintah Suriah merupakan dalang dibalik serangan senjata kimia di Douma pada pekan lalu. Douma merupakan wilayah yang masih dikuasai kelompok antipemerintah sejak perang pecah.

Sementara itu serangan AS dan sekutunya tak menyiutkan sedikit pun nyali Presiden Suriah Bashar al-Assad. Assad yang pergi ke kantornya pada pukul 09.00 mengatakan serangan koalisi pimpinan AS memperkuat kelompoknya untuk terus berjuang melawan kelompok pemberontak.

“Agresi ini hanya meningkatkan determinasi Suriah dan rakyatnya un tuk menumpas terorisme di setiap inci negara ini,” tandas As sad seperti dikutip cnn.com. Adapun Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak digelarnya sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) untuk mendiskusikan serangan itu yang dianggap melanggar peraturan internasional dan tidak tepat.

Para diplomat PBB mengatakan pertemuan tersebut akan dilaksanakan di New York, AS, pada pukul 11.00. “ Serangan itu dapat merusak keseluruhan sistem hubungan internasional. Sejauh ini tuduhan Barat di Douma tidak terbukti sedikit pun,” tandas Putin.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khameini mengutuk serangan itu dan menyebutnya sebagai aksi kejahatan. “Saya mendeklarasikan, kepala negara AS, Inggris, dan Prancis merupakan pelaku kriminal. Mereka tidak meraih hasil apa pun, sama seperti yang mereka lakukan di Irak dan Afghanistan,” katanya seperti dilansir presstv.com.

Kemlu Rusia menduga serangan itu ditujukan untuk mempersulit tugas tim penyelidik dari Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia OPCW. Moskow mengatakan negara Barat mengabaikan bukti yang disediakan Suriah dan Rusia yang membantah terlibat dalam serangan senjata kimia di Douma.

Selain memicu kecaman Rusia dan Iran, pemimpin AS, Inggris, dan Prancis juga meng ha da pi berbagai kritikan di dalam negeri masing-masing. Trump yang berjanji akan menarik 2.000 tentara AS dari Suriah dianggap gegabah. Adapun May yang beraksi tanpa persetujuan Parlemen dianggap terlalu tunduk kepada Trump dan Macron dengan melakukan ancaman kosong.

Antisipasi dan Evakuasi

Sejauh ini tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut. Pemerintah Suriah yang di bantu intelijen Rusia sudah melakukan evakuasi, termasuk aset-aset yang dianggap berharga, menuju tempat yang lebih aman sejak beberapa waktu lalu.

Di saluran televisi milik Pemerintah Suriah, sebuah video menunjukkan laboratorium penelitian yang sudah luluh lantak diterjang bom serta rutinitas Assad yang tampak pergi dinas ke kantornya.

Pejabat senior di wilayah Suriah menegaskan Pemerintah Suriah dan sekutunya berhasil menangkal serangan koalisi pimpinan AS. Lokasi yang menjadi target serangan sudah di evakuasi sehari yang lalu atas peringatan Rusia.

Anggota Parlemen Rusia Dmitry Belik yang berada di Damaskus mengatakan serangan itu sia-sia. “Serangan itu lebih menyasar sisi psikologis daripada praktik. Untungnya tidak ada kerugian atau kerusakan substansial,” kata Belik kepada Reuters. (arkan.ak/sn/reuters)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker