Inidia.. Tiga Ciri Kategori Makar, Demonstrasi Tak Termasuk

abadikini.com – JAKARTA – Direktur Pusat Politik dan Sosiologi (Puspol) Ubedillah Badhrun menegaskan Kapolri sangat berlebihan dalam merespon hak konstitusional warga negara untuk menuntut keadilan hukum dalam perkara dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Non Aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut ada indikasi maker jelang Aksi Super Damai 212 mendatang.

“Bahasa penguasa saat ini dalam merespon demonstrasi dengan menggunakan bahasa makar dan aktor politik mirip bahasa penguasa diktator pada masa rezim orde baru 25 tahun lalu,” ujarnya, Minggu (27/11/2016).

Menurut Ubedillah, aksi unjuk rasa nanti hanyalah sarana menyampaikan aspirasi terkait penegakkan hukum dalam perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

“Dan tuntutan demonstrasi itu penegakan hukum bukan makar terhadap negara,” lanjut dia.

Dijelaskannya, kategori makar berdasarkan KUHP (Kitab Undang-Undang hukum pidana) ada tiga.

Pertama, kata dia, makar untuk menjatuhkan presiden, lalu makar terhadap pemerintahan yang sah untuk digantikan dengan sistem pemerintahan yang baru. Dan, makar wilayah untuk memerdekakan atau melepaskan diri dari negara republik Indonesia.

“Apa yang dilakukan masyarakat pada aksi 411 lalu dan 212 nanti tidak ada kategori tersebut,” tegas mantan aktivis 98 ini.

Selain itu, jelas dia, kategori makar paling tidak memiliki beberapa ciri.

“Pertama, haruslah memiliki senjata yang cukup untuk melawan kekuatan militer pro penguasa. Lalu kedua, memiliki kekuatan finansial besar melebihi kekuatan finansial pro penguasa. Dan ketiga, memiliki dukungan yang luas dari faksi militer dan kekuatan politik masyarakat,” papar dia.

“Nah, dari tiga hal tersebut, GNPF MUI sebagai penggerak demonstrasi tidak memiliki ketiga sarat tersebut,” lanjut dia.

Selain itu, menurutnya jika di tinjau dari konteks tersebut maka yang paling mungkin melakukan makar adalah kepolisian dan tentara.

Karena, memenuhi dua sarat utama untuk melakukan kudeta yaitu senjata dan dukungan faksi militer dan dukungan kekuatan sosial politik.

“Jadi cukup rasional jika ada tesis bahwa kata makar dan aktor politik adalah kata bersayap dari penguasa dan faksi-faksinya yang digunakan untuk meredam demonstrasi,” terang dia.

“Dan sekaligus menguji peluang kepolisian dan tentara untuk melakukan makar atau kudeta,” pungkasnya. (sl.ak)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker