Percaya Teori Konspirasi Pertanda Masalah Kesehatan Mental

Teori Konspirasi dalam Perdebatan

Ya, tidak semua pemikiran konspirasi salah dan tidak bermanfaat. Dalam perjalanan sejarah seringkali isu-isu besar yang tak terselesaikan mengandung teori konspirasi. Wafatnya Soekarno, pembunuhan Anwar Sadat, G 30 S PKI, WTC 9/11, dan lain-lain lebih mungkin dipahami melalui teori konspirasi. Meski kenyataannya sulit melakukan verifikasi.
Meski demikian bukan berarti nalar konspirasi adalah layak digunakan di sembarang tempat. Menurut hemat penulis, nalar konspirasi penting untuk digunakan secara terbatas dalam isu politik pemerintahan lokal atau nasional.

Nalar skeptisisme dan kritisisme nampaknya dibutuhkan lebih-lebih oleh media massa untuk mengawasi kualitas sistem pemerintahan demokrasi setempat agar tidak disalahgunakan (abuse of power).
Selain berfungsi sebagai watchdog (pengawas kekuasaan), nalar konspirasi dalam konteks ini layak dilakukan mengingat petuah dari Lord Acton: “power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”

Contoh paling nyata adalah apa yang telah dilakukan oleh Washington Post (1972) dalam membongkar kasus Watergate yang akhirnya berdampak pada pengunduran diri Presiden Amerika Serikat Richard Nixon dan krisis konstitusional Amerika. Washington Post saat itu mengawali penyelidikan dengan teori konspirasi.

Tetapi tentu saja nalar konspirasi dalam konteks ini tidak digunakan sembarangan dalam membaca data. Media dan siapapun pemeran Watchdog tetap wajib menggunakan perangkat metode verifikasi yang ketat berdasarkan bukti dan bertahap seperti pekerjaan detektif dan jurnalisme investigasi.
Menurut Harris (2018), penggunaan nalar konspirasi dalam tugas ini berguna untuk menunjukkan tindakan lusuh individu dan kelompok politisi yang bersembunyi di balik informasi top down satu arah misalnya anggapan-anggapan bahwa ‘hanya pemerintah yang benar, selainnya hoax’.
Hal yang sama juga penting dilakukan pada dalil-dalil oposisi yang nampaknya alternatif namun sebenarnya menggali popularitas partisan.

Sebagai kesimpulan, barangkali harapan (sekaligus dilema) terbesar soal persebaran nalar konspirasi adalah sikap media. Keuntungan-keuntungan tertentu seringkali menjadi hambatan bagi mereka untuk tidak mendiamkan para pengagung konspirasi sekaligus tidak bersikap ideal sebagai watchdog terhadap pemerintahan. Pada akhirnya, keengganan mencari informasi alternatif pun menjadi pintu masuk bagi industri hoaks bekerja leluasa dan merusak penalaran yang sehat dan produktif.

Laman sebelumnya 1 2 3 4
Sumber Berita
muhammadiyah.or.id

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker