Percaya Teori Konspirasi Pertanda Masalah Kesehatan Mental

Abadikini.com, JAKARTA – Apakah seluruh kejadian di dunia ini dikendalikan oleh beberapa orang saja? Apakah Pandemi Covid-19 tidak nyata dan hanya pembentukan wacana semata? Apakah vaksinasi adalah program tersembunyi membinasakan umat manusia? Apakah bumi ini sebenarnya berbentuk datar?

Tak dipungkiri, pertanyaan dengan tema-tema seperti di atas nampaknya adalah ‘normal’. Beberapa kalangan bahkan bukan hanya bertanya, tapi meyakini secara apriori, haqul yaqin, bahwa memang demikianlah yang sebenarnya terjadi.

Di masa sulit apapun baik peperangan atau pandemi seperti sekarang, pemikiran konspirasi justru tumbuh subur. Para peneliti seperti Abalakina-Paap, Stephan, Craig, & Gregory (1999) hingga Grzesiak-Feldman (2013) jauh-jauh hari telah menyatakan bahwa orang akan mendukung pemikiran konspirasi ketika mereka diliputi kecemasan, kondisi serba tidak pasti dan rasa tidak berdaya.

Pada masa normal, pemikiran konspirasi tidak berdampak apapun selain wacana tandingan yang ganjil dan sebenarnya ‘sah-sah saja’. Narasi bumi datar oleh pendakwah Rahmat Baequni tidak mendapat spotlight dan efek yang besar selain perdebatan konsistensi hukum logika.

Tapi pada masa krisis, satu pemikiran konspirasi mampu membawa satu bentuk destruksi masal di tingkat sosial. Destruksi para penganut konspirasi ibarat orang yang rumahnya terbakar tapi lebih mendahulukan mencari alasan yang layak mengapa rumahnya terbakar daripada memadamkan api dan menyelamatkan orang-orang di dalamnya terlebih dahulu.

Belakangan, kita mengenal nama-nama pesohor media sosial yang membantah dampak berbahaya Covid-19 nyata. Dengan kata lain, mereka menganggap sedikitnya 4,3 juta jiwa manusia yang meninggal karena pandemi adalah hasil persekongkolan jahat seluruh tenaga medis dan rumah sakit di dunia untuk “mengcovidkan” status kesehatan seseorang.

Pernyataan mereka memperburuk penanganan Covid di Indonesia yang memang sudah tidak ideal sejak awal. Peneliti seperti Prooijen dan Douglas (2018) bahkan menyimpulkan bahwa teori konspirasi seringkali memiliki dampak nyata pada kesehatan, hubungan sosial, dan keselamatan orang lain.

Faham skeptisisme yang lebih cenderung ke paranoia seperti nalar konspirasi nyatanya bukan masalah negara berkembang saja. Negara maju seperti Belanda, Inggris, Amerika memiliki jumlah penganut konspirasi yang tidak sedikit. Pada konteks pandemi Covid-19, beberapa di antara mereka bahkan sempat menghancurkan menara 5G karena dianggap menyebarkan virus Corona.

Atas alasan itu, Jurnal medis internasional bergengsi The Lancet (2020) merilis hasil penelitian bahwa Covid-19 berasal dari patogen satwa liar. The Lancet di sisi lain berusaha mengikis prasangka liar bahwa Covid-19 adalah hasil rekayasa biologis laboratorium China untuk menyerang Amerika dan dunia.

1 2 3 4Laman berikutnya
Sumber Berita
muhammadiyah.or.id

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker