Fachrul Razi Sadar Kemenag Bukan Rumah Besar Umat Islam

BOLEH jadi karena sering berceramah di berbagai tempat, gemar ibadah dan punya latar-belakang tentara, Jenderal TNI (Purnawirawan) Fachrul Razi membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) jatuh hati dan kemudian memilihnya sebagai Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Maju.

Apa lagi, sesuai pengakuan dirinya bisa membantu pemerintah untuk menangani masalah radikalisme yang meruak belakangan ini.

“Kan banyak Islam radikal itu, saya kira karena menafsirkan agamanya itu salah. Nah, mungkin Pak Jokowi melihat saya bisa membantu menciptakan suasana damai dan membangun persatuan,” ujar Fachrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Rabu, 23 Oktober 2019.

Masalah radikalisme memang harus diseriusi. Sejak reformasi perkembangannya bukan surut, tetapi makin mengancam kedamaian yang sudah terpelihara dengan baik. Ada kelompok atas nama agama melakukan kekerasan. Lantas, Pemerintah bergerak lamban. Terkesan lambat menanganinya.

Fachrul berjanji akan mempelajari terlebih dahulu melalui pendekatan-pendekatan yang akan dilakukannya untuk mencegah radikalisme semakin menyebar luas. Dia juga berjanji akan merangkul semua pihak dan semua agama.

“Saya bukan menteri agama Islam, saya Menteri Agama RI yang di dalamnya ada lima agama,” ujar Fachrul.

Pernyataan pengakuan bahwa ia bukanlah menteri (yang mengurusi) agama Islam (saja), itu menandakan Fahrul sadar betul bahwa dirinya tak melulu mengurusi agama mayoritas di negeri ini. Kebetulan saja ia beragama Islam.

Bisa jadi, tradisi menjadi menteri agama dari agama Islam ke depan bisa berubah. Non-Muslim pun bisa menjadi menteri agama. Sama halnya, mantan tentara menjadi menteri agama. Bukan melulu dari partai Islam atau dari kalangan ulama.

Kementerian Agama atau Kemenag bukanlah rumah besar umat Islam. Ya, menteri agama adalah menteri dari agama-agama yang ada di Indonesia. Di kementerian itu diurusi agama-agama melalui Dirjennya masing-masing. Ada Dirjen Bimas Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Protestan, dan Khonghucu. Termasuk urusan pendidikan Islam dan ibadah haji.

Boleh jadi, di kementerian ini urusan orang baru lahir hingga wafat diurusi. Dulu, urusan kain kafan ditangani Kemenag dan menjadi menarik perhatian publik karena aroma korupsinya menyebar ke mana-mana.

Karena itu, jangan protes meski kelahiran kementerian itu berawal dari urusan terkait agama Islam. Coba kita lihat, jika dibuka konstitusi kita, tak satu pun disebut untuk menjadi seorang menteri haruslah beragama Islam. Rasanya, nggak ada tuh.

**

Usai pelantikan menteri-menteri pada Kabinet Indonesia Maju, terdengar suara sumbang dari  Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas. Disebutnya, banyak kiai yang protes dan menyatakan kecewa terhadap dipilihnya Jenderal (Purn) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama.

Betulkah? Akankah kekecewaan ulama itu akan disampaikan ke Jokowi? Mustahal bin mustahil karena para ulama tahu persis bahwa hal itu adalah hak prerogatif Presiden. Dulu, menteri berlatar belakang militer seperti Tarmizi Taher dan Alamsyah Ratu Prawiranegara tak ada yang protes. Adem ayem.

Terkait upaya memerangi radikalisme, sudah lama para kiai menyadari bahwa Kemenag memang harus berada di barisan depan.

Soal radikalisme, pendangkalan pemahaman agama dan merebaknya sikap intoleran sudah lama menjadi perhatian kalangan NU. Ormas Islam tertua itu sudah lama mengingatkan bahaya radikalisme.

Sejak reformasi, Kemenag dipimpin M Quraish Shihab, Abdul Malik Fadjar, Muhammad Tolchah Hasan, Said Agil Husin Al Munawwar, Muhammad Maftuh Basyuni, Suryadharma Ali, Lukman Hakim Saifuddin dan HR Agung Laksono (plt Menag). Selama silih berganti menteri tersebut persoalan radikalisme tak pernah surut.

Nah, mumpung menterinya sudah terlanjur akan kerja keras memerangi radikalisme, boleh dong para ulama sesegera mungkin menyumbangkan buah pikirannya kepada menteri yang baru.

**

Kalau kita mau bicara blak-blakan, sejatinya Kemenag masih berwajah belepotan. Jangan marah dulu. Sabar. Bukankah para ulama dan bahkan kalangan Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) selalu menggaungkan ajaran sabar ketika memberi bimbingan kepada para calon jemaah haji di tanah air.

Nah, berangkat dari ajaran sabar itu, penulis mengajak semua pihak untuk memperbaiki kementerian yang kita cintai ini. Salah satu sebab disebut kementerian itu belepotan adalah lantaran persoalan korupsi.

Mau kita, semua, ingin melihat  kementerian itu berwajah seperti “malaikat” yang putih bersih. Sehingga jika ada titik noda sedikit saja, hal tersebut bakal menjadi persoalan tersendiri.

Jajaran Kementerian tak melulu urusi radikalisme, tetapi bidang sumber daya manusia (SDM) dan moral juga harus mendapat porsi yang wajar. Ekspektasi masyarakat terhadap kementerian itu demikian tinggi itu. Tentu saja semua itu harus dijawab oleh Fachrul Razi.

Sebagai menteri baru, Fachrul Razi perlu memberi penyadaran bahwa Kemenag sejatinya bukan rumah besar umat Islam. Bukan juga kumpulan besar orang-orang partai, tetapi mengurusi dan melayani umat-umat agama-agama yang bertebaran di Tanah Air.

Presiden Joko Widodo menunjuk Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi sebagai Menteri Agama dalam kabinet Inodonesia Maju periode 2019-2024.

Ia lahir di Banda Aceh, 26 Juli 1947. Dari penelusuran Kompas.com, Fachrul diketahui merupakan lulusan Akademi Militer 1970. Posisi tertinggi yang ia tempati adalah Wakil Panglima TNI pada 1999-2000.

Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Gubernur Akmil (1996-1997), Asisten Operasi Kasum ABRI (1997-1998), Kepala Staf Umum ABRI (1998-1999), dan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan (1999).

Selamat bekerja, jenderal

Oleh: Edy Supriatna Syafei

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker