Cerita yang Tertinggal Komandan

“Saya siap kawal Akang, sampai serah terima dengan keluarga akang”, tegas Prawoto, di dalam kamar hotel Grand Pasundan, sebelum kami bertolak menuju Jakarta dari Bandung untuk demo Bela Palestina (17/12/2017).

“Saya siap kawal Akang, sampai serah terima dengan keluarga akang”, tegas Prawoto, di dalam kamar hotel Grand Pasundan, sebelum kami bertolak menuju Jakarta dari Bandung untuk demo Bela Palestina (17/12/2017).

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok di lapangan, apapun yang terjadi akan kita hadapi”, kataku. Lalu kami melakukan salam komando.

“Rasanya baru kemarin, kita sekolah di Bentar kang, latihan bersama Thifan bersama Ustadz Pupu”, kata Prawoto mengenang, sambil menunggu Wasekum membereskan baju.

“Iya to, waktu terlalu cepat berlalu, sementara amal soleh kita seperti keong berjalan” candaku.

“Huahaha……Iya kang”, jawabnya.

Persahabatan Wasekum dengan Prawoto sejak sama-sama menimba ilmu di Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bentar, Garut. Prawoto meski adik kelas, namun kalau kami berlatih bela diri selalu bersama-sama. Setelah masing-masing lulus, lama kami tak berjumpa. Kalaupun ketemu, hanya selewatan begitu saja, masing-masing sibuk dengan kesibukannya.

Namun, sejak Muskernas I, saat itu Wasekum sudah kecelakaan, Prawoto sangat memperhatikan Wasekum. Kursi roda yang tak dimintapun, Prawoto sediakan. “untuk apa kursi roda ini ?” tanyaku. “khawatir akang kesulitan”, jawabnya. “In Sya Allah tidak apa-apa, makasih”, kataku.

Suatu hari, ada sebuah keluarga di Bekasi yang meminta untuk dilatih beladiri, spontan ingatanku teringat Prawoto. “To, bisa ngalatih beladiri (Thifan) ada keluarga yang minta latihan beladiri ?” tanyaku, “siap kang”, jawabnya.

Setelah 4 minggu berselang, Prawoto menghubungi aku, “kang, mau main ke rumah?” pintanya, “mangga, sok diantosan,” jawabku.

Sambil minum teh manis dan kue khas Jakarta, Kami ngobrol panjang lebar, mulai dari pengalamannya bekerja di Chevron sampai pembentukan Brigade dsb.

Terakhir, sebelum pulang Prawoto mengucapkan, “kang hatur nuhun sudah dipertemukan dengan keluarga yang sangat menghargai arti beladiri untuk membela agama, keluarga itu sangat menghormati saya dan memperlakukan saya dengan sangat baik dan profesional”.

“Syukur atuh, memang keluarga itu keluarga yang sangat baik,” jawabku.

Kembali ke hotel Grand Pasundan, kamipun turun ke lantai bawah untuk melakukan perjalanan menuju Jakarta. Wasekum dengan Ustadz Faisal dikawal oleh brigade PP Persis, dengan dikomandani Prawoto.

Sepanjang perjalanan dari Bandung, menuju Monas, Prawoto sebagai komandan pengawal menunjukan sikap layaknya pengawal professional. Mata yang mengantuk luar biasa pada pukul 2.00 pagi, namun karena harus ngecek lokasi dengan sigap Prawoto keluar dari mobil dan ngecek lapangan sekitar monas.

Kemanapun Wasekum bergerak Prawoto selalu mendampingi dan mengatur barisan pengawalan, siapa bertugas apa.

Saat Wasekum berada di atas panggung aksi Bela Palestina, sekali kali melihat ke arah para pengawal Brigade yang duduk berada di bawah panggung. Meski orang berlalu lalang begitu banyaknya, mata para brigade selalu waspada memperhatikan Wasekum yang sedang berada di atas panggung.

Selesai acara, Wasekum mencari sepatu model sandal, dalam hatinya bicara “sepatu pasti hilang, karena begitu banyak tokoh yang naik pangung, dan sepatu bertumpuk dan bercampur dengan yang lain”. Ketika sedang mencari sepatu, tiba-tiba Prawoto mengatakan,“Siap Ustadz, ini sepatunya” katanya. “mantap!, pujiku, sambil mengacungkan jempol.

Kami menuruni panggung, Prawoto berjalan di depan membuka jalan, kami berjalan membelah lautan manusia. Akhirnya sampai juga kami di mobil yang sudah siap menunggu.

Mobil menuju ke arah Masjid Istiqlal, kembali membelah lautan manusia. Di pekarangan masjid Istiqlal kami berkorrdinasi dengan utusan dari berbagai daerah.

Tiba-tiba masuk sebuah laporan, seorang anak perempuan hilang, maka dengan sigap Prawoto bertindak untuk mencari anak perempuan tersebut dan tak lama kemudian memberi informasi bahwa anak perempuan yang hilang sudah ketemu.

Setelah mengkonsolidasikan dan memantau utusan dari berbagai daerah, maka kami bergegas meninggalkan masjid Istiqlal. Mobil terus berjalan, sampai akhirnya sampai di daerah Bambu Apus dan sampailah di rumah Wasekum.

“Kang, saya sudah tunaikan tugas sebagaimana janji saya, sekarang saya serahkan akang ke keluarga akang”, kata Prawoto.
“Siap Komandan! Antum sudah menunaikan tugas dengan baik”, jawabku.

Terima kasih banyak dan Jazakumullahu khoeron Katsiira kepada Tim Brigade, atas segala kebaikan dan kesempurnaan dalam menjalankan tugas.

Apresiasi setinggi-tingginya untuk tim Brigade, di bawah komandan Prowoto, yang selalu mengawal Tasykil PP Persis dengan segala ketulusannya dan keprofessionalan tugas.

Cerita ini, ingin Wasekum sampaikan sejak selesai demo, namun selalu terlupakan, cerita di atas adalah cerita yang tertinggal komandan.

Tak pernah terpikirkan oleh Wasekum, ternyata komandan akan secepat ini menemui sang kholiq.

Komandan belum sempat membaca cerita ini, cerita ini menjadi cerita yang tertinggal.

Komandan kau telah tunaikan tugasmu dengan nyaris sempurna, semoga menjadi amal soleh di sisi Allah SWT. Bagi Wasekum Prawoto adalah komandan yang bersikap, apa yang dikatakan, itu yang dilakukan.

Selamat Jalan Adikku Prawoto, Komandan Brigade Persis, maafkan kakangmu yang tak sempat mengantar ke tempat peristirahatan terakhirmu.

AMF, RSPAD Jakarta, 2 Februari 2018.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker