Pendidikan Bukan Ladang Titipan: Bongkar Dugaan Kecurangan Jalur Mutasi di SDN 1 Tahuna
Oleh: Fariz Maulana Akbar Koordinator Koalisi Orang Tua Murid Peduli Akses Sekolah (KOMPAS)

Abadikini.com, JAKARTA – Ketika pintu sekolah seharusnya terbuka lebar untuk semua anak secara adil, justru yang terjadi di SDN 1 Tahuna tahun ini menampar rasa keadilan publik. Dugaan pelanggaran serius dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 melalui Jalur Mutasi bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi sinyal memburuknya tata kelola pendidikan dasar di daerah.
Regulasi sudah jelas. Keputusan Bupati Kepulauan Sangihe Nomor 121/420 Tahun 2025 dengan tegas membatasi kuota Jalur Mutasi hanya maksimal 5 persen dari daya tampung rombongan belajar. Dengan kapasitas 28 siswa per kelas, semestinya hanya satu kursi yang tersedia untuk Jalur Mutasi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan jumlah siswa yang diterima melalui jalur ini melebihi batas yang ditetapkan.
Pertanyaannya: siapa yang bertanggung jawab?
Apakah kepala sekolah bertindak di luar aturan? Apakah ada pembiaran sistemik dari Dinas Pendidikan? Atau malah ada intervensi kekuasaan yang menjadikan sekolah sebagai alat balas budi atau komoditas politik lokal?
Pelanggaran ini tidak bisa dianggap sepele. Ketika satu anak yang berhak kehilangan kursinya karena “anak titipan” yang masuk lewat jalur gelap, maka yang dirampas bukan sekadar bangku, melainkan masa depan. Ini soal hak anak, bukan sekadar angka dalam lembar seleksi.
Kami, dari Koalisi Orang Tua Murid Peduli Akses Sekolah (KOMPAS), mendesak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk segera mengungkap secara terbuka siapa saja yang bertanggung jawab atas dugaan penggelembungan kuota ini. Kami akan meminta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD dan melaporkan secara resmi dugaan pelanggaran ini ke Kejaksaan Negeri.
Sekolah negeri bukan milik segelintir elite yang bisa menyulap aturan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Sekolah negeri adalah milik rakyat, dan karenanya harus dijalankan dengan integritas, akuntabilitas, dan keberpihakan pada anak-anak yang memang berhak.
Jika satu sekolah bisa semena-mena melanggar aturan, maka jangan heran jika dalam waktu dekat praktik titipan ini menjadi budaya. Dan ketika sekolah kehilangan integritas, maka seluruh ekosistem pendidikan akan runtuh — mulai dari kepercayaan orang tua hingga motivasi siswa.
Cukup sudah praktik-praktik gelap dalam pendidikan. Saatnya kita lawan.