Enam Lawan Satu: Aksi Debt Collector Intimidasi Pengendara Wanita Bikin Publik Murka

Abadikini.com, JAKARTA – Aksi brutal sejumlah debt collector kembali bikin geram publik. Kali ini terjadi di sekitar Halte Jembatan Baru, Kalideres, Jakarta Barat, di mana sekelompok penagih utang menghadang seorang wanita pengendara motor secara intimidatif di tengah jalan.
Video kejadian itu beredar luas di media sosial dan langsung memicu amarah warganet. Dalam rekaman berdurasi singkat yang diunggah akun Instagram @warga.jakbar, tampak enam pria menghadang seorang perempuan yang tengah melintas. Salah satunya mengenakan pakaian serba hitam dan membawa tas, mendekati korban dengan gaya menekan, disusul gerak-gerik agresif rekan-rekannya.
https://www.instagram.com/reel/DP3yC1RAUJG/?igsh=eXhqdTkwMnFibGFz
“Ini sudah sering kali begini. Meresahkan masyarakat banget di sepanjang Jalan Daan Mogot Kalideres,” tulis seorang pengguna Instagram di kolom komentar.
Kepolisian pun bergerak cepat. Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Cengkareng, AKP Parman Gultom, membenarkan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti kasus tersebut. “Sedang kita lakukan penyelidikan. Namun korban belum membuat laporan resmi,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Meski belum ada laporan polisi, penyelidikan tetap dilakukan untuk mengidentifikasi para pelaku. Polisi juga mengimbau masyarakat agar segera melapor jika mengalami kejadian serupa, agar tindakan hukum dapat berjalan cepat.
Fenomena debt collector yang bertindak semaunya di jalanan bukan hal baru. Publik kian muak dengan cara-cara intimidatif yang kerap mengorbankan pengguna jalan lain. Warganet mendesak agar aparat tak sekadar “menyelidiki”, tapi benar-benar menindak tegas oknum penagih utang yang bertindak layaknya preman jalanan.
“Kalau dibiarkan, masyarakat makin takut keluar rumah. Polisi jangan kalah sama preman,” tulis komentar lain yang disukai ribuan pengguna.
Aksi di Kalideres ini menjadi alarm keras bagi penegak hukum: praktik penagihan utang yang berujung teror di ruang publik tak bisa lagi ditoleransi. Publik menunggu langkah nyata, bukan sekadar janji penyelidikan.