Anggota DPR Ini Desak OJK Hapus Aturan Debt Collector

Abadikini.com, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghapus aturan yang membolehkan pelaku jasa keuangan menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector dalam penagihan utang.
Desakan ini secara spesifik menargetkan penghapusan Pasal 44 ayat (1) dan (2) pada Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Abdullah menyoroti maraknya praktik pelanggaran dan tindak pidana yang dilakukan oleh pihak ketiga di lapangan.
“Saya mendesak OJK menghapus aturan pelaku jasa keuangan yang boleh melakukan penagihan utang menggunakan jasa pihak ketiga,” ujar Abdullah kepada wartawan di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Alasan utamanya adalah adanya 3.858 aduan terkait penagihan utang yang tidak sesuai ketentuan, yang tercatat oleh OJK dalam periode Januari hingga 13 Juni 2025. Praktik penagihan ini juga diduga kuat banyak melibatkan tindak pidana, mulai dari ancaman, kekerasan, hingga mempermalukan.
Dorong Penyelesaian Utang Melalui Jalur Perdata
Abdullah mendorong agar masalah utang piutang diselesaikan melalui jalur perdata. Menurutnya, penyelesaian melalui mekanisme perdata dapat meminimalisir risiko pelanggaran dan tindak pidana.
“Saya mendorong juga masalah utang ini diselesaikan secara perdata,” kata dia.
Melalui perdata, perusahaan jasa keuangan diwajibkan mengikuti mekanisme yang ada, mulai dari penagihan, penjaminan, hingga penyitaan yang diatur secara hukum. Ia juga mengingatkan bahwa debitur yang tidak mampu membayar tetap akan menghadapi konsekuensi, yaitu masuk daftar hitam atau blacklist nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Bank Indonesia atau OJK.
Abdullah juga mempertanyakan sanksi yang telah diberikan OJK terhadap perusahaan jasa keuangan yang melanggar. “Sudah berapa banyak perusahaan jasa keuangan yang diberi sanksi administratif atau bahkan sampai pidana?” tutupnya.



