Partai Bulan Bintang Sebut Proporsional Terbuka Berbiaya Tinggi

Abadikini.com, JAKARTA – Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor menilai sistem Pemilu proposional terbuka menghabiskan biaya yang cukup tinggi.

Afriansyah mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menganggarkan sekitar 70-an triliun untuk Pemilu 2024.

Berbeda, kata dia, ketika sebelumnya saat menggunakan sistem proposional tertutup, di mana anggaran Pemilu hanya sekitar 20 sampai 22 triliun atau tidak sebesar sekarang.

“Karena kenapa? Surat suaranya lah, kemudian setiap Dapil (daerah pemilihan), nama beda itu kan cetak print beda lagi. Beda-beda. Mas di Dapil saya, terus pindah lagi ke Dapil sana itu kan (harga cetakannya) beda-beda. Itu membuat cetakan mahal,” kata Afriansyah saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).

Menurut Afriansyah, apabila seluruh alat peraga kampanye dicetak dalam print yang sama, maka harganya murah.

“Tapi kalau merubah lagi artinya kan membuat baru, ini lah yang membuat biaya cost tinggi,” ujarnya.

Ia juga menuturkan jika dari segi rekrutmen calon anggota legislatif (Caleg) yang muncul melalui sistem proposional terbuka cenderung tidak sesuai harapan masyarakat, hanya bermodalkan dana yang cukup.

Afriansyah menyebut jika Caleg-caleg tersebut muncul tanpa melalui proses kaderisasi di internal partai.

“Caleg-caleg ini muncul karena memang tidak pernah dikaderisasi di partai,” ucap dia.

Ia juga menuturkan jika sistem proposional terbuka yang digunakan saat ini membuat sejumlah orang jadi gila karena tak lolos saat mencalonkan diri sebagai Caleg.

“Di zaman terbuka ini banyak orang-orang gila yang muncul karena gagal nyaleg,” ungkapnya.

Afriansyah mencotohkan beberapa kasus seperti ada Caleg yang menyumbang keramik hingga seng atap lalu dibongkar.

“Mas Febby pernah lihat? (Ada Caleg) sudah nyumbang mesjid, sumbang keramik, nyumbang seng atap, nyuruh bongkar. Pernah kan? Ini adalah sistem terbuka sehingga polarisasi uang itu luar biasa,” ujarnya.

“Sesama Dapil (daerah pemilihan) itu misalkan kursi yang diperebutkan lima, itu lima-limanya ini bertarung keras bagaimana supaya mereka dapat suara terbanyak dari partai yang sama,” ucap dia.

Selain itu, ia mengungkapkan jika melalui sistem Pemilu proposional terbuka bahwa nomor urut tidak menjadi patokan karena sistem suara terbanyak.

“Partai pun diabaikan, otomatis kan orang akan mensosialisasikan dirinya. Pak Febby, nomor satu, Pak Afriansyah Feri nomor dua. Nah mensosialisasikan dirinya,” ungkap Afriansyah.

Afriansyah menjelaskan dengan mensosialisasikan dirinya, maka program partai tidak berjalan.

Bahkan, sejumlah spanduk yang terpampang hanya mensosialisasikan individu Caleg, bukan program partai.

“Nah ini timbullah persoalan, sudah biaya tinggi, kemudian mekanisme itu yang kita lakukan dalam rangka memperebutkan lima kursi tadi di Dapil yang sama berebut, tentunya ini membuat hal yang tidak baik,” jelasnya.

Lebih lanjut, Afriansyah menambahkan jika sistem Pemilu proposional terbuka juga menimbulkan pragmatisme di kalangan masyarakat.

“Masyarakat akhirnya pragmatisme, timbullah keinginan masyarakat ‘siapa yang punya uang kita pilih’,” tuturnya.

Ia menuturkan Caleg yang memiliki dana yang banyak melakukan sosialisasi ke masyarakat lalu bawa sesuatu dan akan tandai dan catat oleh masyarakat.

“Nah caleg yang potensial artinya punya nama tapi tidak punya uang turun ke bawah model saya ini mungkin tidak laku,” tegas Afriansyah.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker