Di Hadapan Para Raja dan Sultan, LaNyalla Paparkan Urgensi Amandemen ke-5

Abadikini.com, SUMEDANG – Di hadapan para Raja dan Sultan Nusantara yang menghadiri Festival Adat Kerajaan Nusantara (FAKN) I di Keraton Sumedang Larang, Jawa Barat, Rabu (29/9/2021), Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memaparkan urgensi dilakukannya amandemen ke-5 Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut LaNyalla, yang juga Dewan Pembina Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN), Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Hal itu terjadi dalam kurun waktu tahun 1999 hingga tahun 2002.

LaNyalla menjelaskan, para pendiri bangsa yang bersidang dalam forum Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang kemudian diteruskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), telah menghasilkan rumusan ideologi yang paripurna bagi bangsa ini, yaitu Pancasila.

“Ideologi ini diikuti dengan dibentuknya konstitusi negara yang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945, sebelum kemudian dilakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002,” kata LaNyalla.

Ditambahkannya, sebelum amandemen, MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara yang terdiri dari anggota DPR yang merupakan wakil dari partai politik peserta pemilu, Utusan Daerah yang merupakan tokoh dari daerah yang diajukan oleh DPRD di setiap provinsi. Unsur lainnya adalah Utusan Golongan yang merupakan representasi dari golongan-golongan masyarakat dan profesi yang ada di Indonesia.

Ketiga anggota MPR tersebut memiliki fungsi yang sama yakni menentukan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), mengajukan dan memilih calon Presiden dan calon Wakil Presiden, memberikan mandat kepada Presiden terpilih untuk secara periodik meminta pertanggungjawaban Presiden dan kemudian membuat TAP MPR, yang dalam kedudukan hukum berada di bawah Undang-Undang Dasar, tetapi di atas undang-undang.

“Oleh karena itu, Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang berasal dari unsur non-partai politik di dalam forum MPR memiliki hak yang sama dengan anggota DPR. Di sini terjadi keseimbangan. Apalagi diikuti dengan tradisi musyawarah mufakat dalam pembahasan di dalam sidang-sidang MPR,” tutur LaNyalla.

1 2 3Laman berikutnya

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker