Pengusaha dan Buruh Banten Tolak Kenaikan Iuran BPJS

Abadikini.com, SERANG – Buruh dan kalangan pengusaha di Banten menolak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh pemerintah, yang  terungkap dalam rapat koordinasi (rakor) Dewan Pengupahan Provinsi Banten di Aula Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten, di Serang, Rabu (9/10/2019).

Seluruh unsur dalam Dewan Pengupahan Provinsi Banten hadir dalam rakor. Mereka terdiri atas unsur buruh, pengusaha, pemerintah dan akademisi.

Rekomendasi dari hasil rapat tersebut di antaranya unsur buruh menolak rencana kenaikan iuran atau premi BPJS. Kemudian menolak revisi undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Meminta pemerintah mencabut peraturan pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

Melansir dari Antara, Kemudian untuk pengupahan, mereka meminta agar penetapan upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum sektoral berpedoman pada nilai-nilai pancasila. Kemudian juga berpedoman pada undang-undang 1945 dalam berbangsa dan bernegara serta dalam praktik hubungan industrial.

Sementara dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bante memiliki pandangan berbeda terkait pengupahan. Mereka memilih berseberangan dengan buruh dan mendukung penerapan PP nomor 78 tahun 2015.

Mereka juga mendukung penerapan peraturan menteri tenaga kerja (Permenaker) nomor 15 tahun 2018 tentang upah minimum. Akan tetapi untuk urusan BPJS, pengusaha mengambil sikap yang sama dengan buruh untuk menolak rencana kenaikan iuran BPJS.

Selanjutnya rekomendasi dari unsur akademisi di antaranya meminta agar pemerintah memfasilitasi anggaran untuk melakukan kajian upah minimum sektoral. Lalu rekomendasi dari unsur pemerintah diantaranya adalah perlu adanya keseimbangan upah antara kabupaten/kota. Hal itu diperlukan agar tidak terjadi kesenjangan upah sehingga tidak terjadi migrasi investasi ke daerah lain.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten Al Hamidi didamoingi Kepala Seksi Pengupahan dan Jaminan Sosial, Karna Wijaya mengatakan, rakor Dewan Pengupahan yang digelar lebih kepada dialog. Sebab, dalam waktu dekat ini akan ada penetapan terkait upah minimum provinsi (UMP) maupun upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020.

“Sesi 1 digelar ‘brainstorming’ dengan menghadirkan Pak Budi Santoso pakar hukum ketenagakerjaan dari UGM dan Universitas Kebangsaan Malaysia,” katanya.

Ia menjelaskan, sang pakar memberikan paparan mengenai urgensi revisi undang-undang nomor 13 tahun 2003. Bukan hanya soal materi produk hukumnya tapi juga terkait soslusi dan kesejahteraan pekerja. Kemudian dilanjut dialog dan perumusan rekomendasi.

Dalam dialog dan perumusan rekomendasi, baik dari unsur buruh maupun pengusaha sama-sama menyuarakan penolakan terkait rencana kenaikan iuran BPJS.

“Jadi lebih kepada penolakan kenaikan BPJS,” kata Al Hamidi.

Ketua Bidang Sosial dan Politik Serikat Pekerja Nasional (SPN) Banten Ahmad Saukani mengatakan, dalam setiap kesempatan dan aksinya, buruh menuntut tiga hal. Pertama adalah menolak revisi undang-undang nomor 13 tahun 2003 dan juga meminta pemerintah untuk mencabut PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

Sedangkan satu tuntutan lainnya adalah menolak kenaikan iuran BPJS. Bahkan, pihaknya meminta pemerintah mengembalikan pola asuransi BPJS ke jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).

“Seluruh aturan itu sangat tak berpihak kepada buruh sehingga kami meresponnya dengan penolakan,” kata Ahmad Saukani.

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker