Trending Topik

Fungsi dan Tugas Polisi pada Saat Demonstrasi Harus sebagai Pengamanan

Abadikini.com, JAKARTA – Jajaran kepolisian dinilai hanya memberikan jaminan keamanan terhadap ekses keputusan DPR terkait RUU KUHP dan KPK yang menimbulkan gerakan elemen mahasiswa dan pejalar tiga hari belakangan ini.

Begitu yang disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi), Edi Hasibuan, seperti dikutip Abadikini dari laman Rmol, Kamis (26/9/2019).

“Pertama tentunya harus menghormati keputusan DPR, kemudian yang kita harus tahu bahwa Polisi itu memberikan jaminan keamanan apapun yang menjadi keputusan pemerintah atau DPR,” jelas Edi.

Dengan demikian, Polri memiliki kewajiban untuk melakukan pengawalan. Pada intinya, mahasiswa maupun masyarakat dalam menyampaikan aspirasi harus menaati UU. Polri pun tidak pernah melarang selagi masih dalam ketentuan UU yang berlaku.

“Yang kita lihat adalah, Polri hanya minta agar tertib dan tidak merusak fasilitas publik yang ada, mengikuti aturan main. Artinya jika batasan waktunya sampai jam 18.00 atau 19.00 sama-sama dikuti,” ujarnya.

Jika massa aksi melakukan demonstrasi hingga melebihi batas yang telah ditentukan, maka sudah dapat dipastikan bakal mengganggu ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat lainya.

“Itu tidak baik, Polri paham ujuk rasa itu aspirasi dan dijamin oleh UU, namun hendaknya dilakukan dengan tertib,” demikian Edi.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo sebelumnya menyampaikan, pihaknya telah mengetahui pola-pola aksi unjuk rasa besar yang dilakukan selama ini dari Sabang hingga Merauke. Termasuk, unjuk rasa elemen mahasiswa yang menolak RUU KUHP di depan gedung DPR RI.

Setidaknya ada tiga indikasi. Pertama, jelas Dedi, demonstrasi damai mahasiswa yang dilakukan sejak pukul 10.00 hingga 18.00 bila disampaikan dengan baik dan sesuai dengan UU 9/1998, maka dapat dipastikan tidak ada ekses korban maupun kerugian materil.

Kemudian, di atas pukul 18.00 atau segmen dua. Dapat dipastikan demontrasi tersebut sudah menjelma atau bermetamorfosis menjadi rusuh sehingga mengakibatkan korban, baik dari masyarakat dengan harapan menjadi martir dan aparat keamanan.

“Buktinya, gerbang tol dan pos polisi dibakar oleh massa yang diduga kuat bukan mahasiswa,” terang Dedi.

Pada setting terakhir, pasca kerusuhan yang bercampur dengan tindak anarkisme, maka dapat dipastikan muncul konten-konten hoaks yang kemudian diviralkan oleh akun-akun anonim di mana masyarakat ikut serta menyebarkan lantaran ketidaktahuannya.

“Jika pola-pola tadi dipahami, maka Insya Alah negara tetap kuat, ini saya amati berbasis data,” demikian Dedi.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker