Inilah yang Ditakutkan Amien Rais Soal China?

Pakar Politik Profesor Amien Rais mengecam keras Presiden RI Jokowi soal kepindahan Ibukota Negara ke Kaltim. Amien Rais menuding terkait pemindahan tersebut ada campur tangan dari Negara China.

Ketakutan Amien Rais itu nampaknya cukup beralasan juga, dalam artian patut dipertimbangkan berkaitan dengan perkembangan situasi ekonomi global dunia yang berlangsung dan semakin sengitnya perang dagang AS dan Tiongkok.

Terlepas dari tudingan Amien Rais maka secara Umum sejatinya Indonesia juga harus waspada, jangan sampai terjebak masuk perangkap Tiongkok. Kenapa?

Negara China atau Tiongkok berambisi besar ingin menjadi kekuatan dan menguasai ekomomi di Asia. Saat inipun Tiongkok sedang terlibat perang dagang yang sangat sengit dengan Amerika Serikat.

Selain itu Tiongkok sangat gencar menanamkan investasinya untuk menguasai ekonomi dunia dan menempatkan diri di posisi pusat hubungan ekonomi global dunia.

Melalui Bank investasi dan berbagai investasi infrastruktur yang dibuat, sangatlah jelas Tiongkok bertujuan untuk memberikan pinjaman dan investasi kepada negara manapun, dalam rangka mewujudkan ambisi tersebut.

Presiden Xi Jinping ingin membangkitkan kejayaan Jalur Sutra Tiongkok. Jalur sutra yang mengacu pada jalur perdagangan pada masa lampau melalui Asia yang menghubungkan Timur dan Barat.

Sehingga tak tanggung-tanggung Tiongkok mengeluarkan koceknya yang sangat menggiurkan bagi negara negara berkembang sampai sekitar USD 150 miliar atau Rp 2 ribu triliun setiap tahun.

Beberapa negara seperti Pakistan, Srilangka, Maladewa, Montenegro, Laos, Mongolia, Djibouti, Kyrgyzstan, dan Tajikistan telah masuk “jebakan Batman Tiongkok” dengan bujuk rayu dan iming-iming proyek infrastruktur tersebut.

Contohnya saja Sri Langka. Negara tersebut memperoleh pinjaman pada 2015. Saat itu Sri Langka terpojok karena Presiden Mahinda Rajapaksa dituduh melanggar HAM. Kondisi ini membuat Srilangka terkucil. Namun, Tiongkok tetap gencar mengucurkan dana dengan sangat royalnya, jumlahnya mencapai USD 8 miliar atau Rp 116 triliun untuk investasi infrastruktur pelabuhan Hambantota.

Saat tak sanggup membayar, Sri Lanka harus menyerahkan 70 persen saham kepemilikan Pelabuhan Hambantota serta hak pengelolaan ke pemerintah Tiongkok. Hak pengelolaan selama 99 tahun itu mengganti utang USD 1,1 miliar atau Rp 16 triliun. Sehingga ini sangat merugikan Srilangka, istilahnya proyek tersebut telah dikuasai oleh Tiongkok dan berhasil menancapkan kukunya melalui strateginya tersebut.

Sudah banyak negara yang khawatir akan bernasib sama seperti Sri Langka. Tiongkok mengambil alih aset karena negara penerima investasi tersebut tak bisa membayar. Trik jitu Tiongkok yang sangat brilyan untuk menguasai aset aset negara.

Tiongkok menciptakan bentuk kolonialisme melalui investasi utang. Dengan cara ini Tiongkok dapat mengekang dan menjajah negara dengan lilitan utang, dengan tujuan bila gagal bayar maka bisa memiliki aset atau tanah di berbagai negara.

Terbukti strategi Tiongkok tersebut banyak berhasil diterapkan kepada negara-negara berkembang yang ikut dalam kerjasama mewujudkan jalur sutra terebut.

Investasi dana segar itu menjadi bow waktu bagi negara penerimanya yang sewaktu-waktu dapat menjerat kesehatan ekonomi, dengan adanya beban hutang yang begitu besar. Bagi negara berkembang tawaran investasi dana segar untuk membiayai pembangunan adalah tawaran yang sangat menarik namun juga sangat berisiko, sebab yang menjadi taruhannya adalah masa depan perekonomian sebuah negara.

Kemampuan ekonomi sebuah negara dalam membayar pinjaman invetasi bisa saja menghadapi kebangkrutan ketika proyek tersebut gagal menghasilkan dampak ekonomi yang positif untuk pemasukan negara.

Sedangkan utang telah terlanjur dibuat dan disepakati dan sebagai gantinya dari pelunasan hutang banyak sumberdaya, infrastruktur strategis dan aset sebuah negara yang jadi jadi jaminan sebagai bahan tukar guling dengan Tiongkok.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia juga ambil bagian dalam investasi dengan Tiongkok seperti dalam membangun infrastruktur tol darat dan jalur cepat kereta api. Tol-tol dan rel yang gencar dibangun oleh pemerintah saat ini belum nampak sejauh mana kontribusinya pada pendapatan negara karena sampai saat inipun neraca negara sedang dalam kondisi minus, belum lagi berkaitan dengan total jumlah hutang yang semakin menumpuk.

Distribusi logistik dan kegiatan ekonomi belum terlihat bergerak secara nyata di sektor tersebut sementara ongkos produksi dan biaya operasional juga harus dikeluarkan belum lagi membayar angsuran hutang negara terhadap imvestasi tersebut.

Pemerintah sebaiknya perlu mempertimbangkan berbagai pembangunan infrastruktur yang nantinya akan dibangun di Kaltim dan tentunya secara keseluruhan di Indonesia, berkaitan tentang sejauh mana kemampuan negara dalam membayar sebelum menerima dana investasi yang menggiurkan tersebut.

Ini istilahnya seperti menegaskan keyakinan Tiongkok bahwa Indonesia bakal akan kesulitan bayar, sehingga penguasaan mayoritas kepemilikan nanti akan dilakukan. Demikian pula tenaga kerja yang dikerahkan semua akan diturunkan dari Tiongkok dan ini sama dengan yang terjadi seperti negara lainnya seperti Srilangka.

Ini adalah ancaman dan  bahaya serius bagi Indonesia, jika gagal bayar maka sudah pasti Tiongkok akan mendapatkan keuntungan ekonomis dengan menguasai infrastruktur Indonesia.

Jika Indonesia tidak menyadari bahaya ini, dalam jangka waktu ke depan, Indonesia akan semakin masuk ke dalam jebakan Tiongkok. Terkurasnya kekayaan alam Indonesia, banjirnya produk Tiongkok hingga mematikan produk lokal, menyempitnya lahan dan lapangan pekerjaan bagi anak bangsa ini niscaya dapat terjadi. Indonesia yang kaya, akan menjadi miskin, penuh pengangguran, dan kehabisan lahan untuk rakyat, akibat penguasaan ekonomi oleh Tiongkok.

Pemerintah Indonesia jelas harus berpikir ulang dan melakukan riset dan kajian secara lebih hati-hati dalam keikutsertaanya pada proyek investasi Tiongkok. Jangan sampai pemerintah terjebak utang karena strategi dan ambisi Tiongkok dalam membangun kekuatan ekonominya.

Jangan sampai blunder dengan jebakan betmen dan menggali kuburan sendiri akibat pinjaman hutang yang tidak mampu terbayarkan, jangan sampai aset-aset negara yang harus direlakan sebagai jaminan hutang dan dikuasai oleh Tiongkok.

Jadi sudah patut dapat diduga, investasi hutang luar negeri Tiongkok melalui MoU kerjasama Indonesia-Tiongkok, merupakan jalan untuk menguasai ekonomi Indonesia.

Sigit Eka Pribadi

Sumber Berita
Sigit Eka Pribadi

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker