Politik Nilai Hancur, Kecurangan Memasuki Ruang Demokrasi Kampus

Abadikini.com,- Pemilihan umum raya atau disingkat Pemira adalah sebuah tradisi tahunan untuk melaksanakan pemilihan pada perangkat lembaga kemahasiswaan. Pemira dapat dianggap sebagai miniatur pemilu dengan lingkup Universitas dan Fakultas.

Dalam pemira ini proses pembelajaran dimana seharusnya sarat akan nilai moral yang tinggi dan wadah bagi mahasiswa untuk belajar. Proses pembelajaran tersebut harusnya memiliki nilai etis agar tidak salah jalan dalam menempuhnya.

Nilai-nilai kejujuran harusnya diutamakan dalam pemira ini mengingat pemilu yang dijalankan seharusnya menerapkan pemilu dengan dengan azas luberjurdil (Langsung, Umum, Bebas, Jujur, Adil).

Realita yang terjadi bahwa miniatur negara ini hanya menerapkan nilai langsung dan umum saja terkait ketiga nilai lainnya sering kali dilanggar dan justru malah ibarat dimasukan dalam loker terkunci rapat ataupun sebagai penghias saja.

Independensi yang digemborkan juga hanya menjadi angin lewat saja. Masih ditemukan adanya pengutamaan pada kekuasaan dan kepentingan golongan salah satu pihak yang justru menjadi jurang kesesatan bagi mereka.

Nilai demokrasi yang seharusnya menjadi langkah intelektual terasa telah luntur karena wadah untuk proses demokrasi tersebut penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan.

Nilai moral terasa telah hilang karena terjadi kasus yang tidak pantas untuk dilihat dan dipahami oleh mereka yang mencari kebenaran.

Pemira yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Pertanian-peternakan terjadi kecurangan dan ketidakadilan, bagaimana tidak kampus yang meninggikan nilai-nilai keislaman sarat akan adab namun didalamnya proses demokrasi tidak berjalan dengan nilai yang benar.

Kejadian ini terjadi dan dimulai ketika pada tanggal 24 Mei 2019 pihak partai PASTI yang terlambat mengumpulkan berkas mengajukan guggatan mengenai waktu operasional KPRF.

Dengan melakukan serangkaian tindakan intervensi kepada KPRF. Pada tanggal 25 Mei 2019 ditemukan  ketidaksesuaian tanda tangan dari salah satu calon partai PASTI yang digunakan sebagai kelengkapan berkas.

Pada tanggal 29 Mei 2019 Ditemukan beberapa berkas dari calon partai PASTI yang terbukti melakukan pemalsuan tanda tangan Wadek III FPP dengan cara di scan.

Pada tanggal 31 Mei ditemukan bukti baru bahwa Ketua BEM FPP UMM, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum BEM FPP 2018/2019 melakukan tindakan penyalahgunaan jabatan sebagai upaya meloloskan calon dari partai PASTI.

Beberapa jalur yang menguntungkan pihak sebelah saja yaitu Partai PASTI telah memberikan implementasi yang buruk bagi demokrasi kedepannya.

Hukum yang seharusnya membawa keadilan hanya menjadi alat politik untuk pencapaian kekuasaan saja. Dapat dikatakan bahwa hukum hanya menjadi barang kelontong saja yang dijajakan dengan nilai yang murah dan di obral sebagai alat politik kotor.

Tidak bersihnya birokrasi selaku penegak hukum menambah permasalahan pelik bagi mereka pejuang keadilan apalagi sistem yang dibangun sangatlah rentan. Gugatan yang harusnya melibatkan Wakil Dekan III malah tidak terlaksanana dan diundur hingga tanggal 14 Juni 2019 bagaimana kebenaran dapat ditegakkan jika penegaknya sewenang-wenang.

Dari masalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa wadah kita belajar sudah tidak lagi bersih jika berbicara politik tentu pandangan haruslah berada pada politik nilai bagaimana bisa kecurangan dapat memasuki ruang demokrasi yang seharusnya bersih dari tindakan tersebut.

Dari perihal diatas Partai PASTI tidak pantas menjadi representasi mahasiswa. Menalar kedepan bagaimana pemimpin yang lahir nantinya sebagai penggerak bangsa di masa yang akan datang jika para penerap politik di dalam kampus ini sudah menerapkan politik kotor.

Mana keadilan yang selama ini kita gembor-gemborkan di jalanan jika di kampus saja sudah salah menerapkan keadilan. Demokrasi yang dibawa hanyalah demokrasi abal-abal.

Percuma jika politik praktis yang diterapkan dalam kampus tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di negara ini. Karena harusnya di kampus ini kejujuran dan keadilan dapat diterapkan.

“kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki”
-Bung Hatta-

Oleh : Mohamad Nachil Iqbal – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Editor
Irwansyah

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker