Krisis dan Perang Saling Kunci (Gridlock) Dua Poros Kapitalisme Global, Amerika-Inggris versus China-Rusia

Ada apa dengan gejolak ekonomi yang sedang melanda hampir sebagian besar negara di dunia saat ini ? Patut kita cermati karena krisis yang berlangsung secara “snowball” saat ini diperkirakan berlangsung dalam tempo yang cukup panjang dan makin mendalam.

Berbeda dengan cakupan krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 yang hanya melanda Korsel, Thailand dan Indonesia. Berbeda juga dengan krisis ekonomi tahun 2008 yang hanya melanda Amerika dan sejumlah negara di Eropa.

Sementara krisis yang terjadi saat ini jauh lebih mengancam karena cakupan krisisnya yang melanda hampir sebagian besar negara-negara di dunia yang menjadi mitra dagang terpenting Indonesia, seperti China, Jepang, Rusia, Eropa, Amerika, Timur Tengah hingga Asia Tenggara.

Berbeda pula dengan krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 juga tahun 2008 yang hanya mengalami krisis finansial dan krisis over produksi yang menjadi “penyakit alamiah” dari kapitalisme untuk menciptakan kembali keseimbangan pasar. Biasanya terjadi “surprising” atau “kejutan” di pasar saham yang didorong oleh spekulasi, namun biasanya berlangsung dalam tempo yang tidak panjang.

Sementara krisis yang terjadi saat ini diperkirakan jauh lebih berat dan dapat berlangsung dalam tempo yang relatif sangat panjang dan dampaknya makin mendalam. Krisis saat dapat dikatakan selain dipicu oleh dua faktor yaitu faktor revolusi digital dan faktor “penyakit alamiah” kapitalisme (krisis mata uang dan over produksi) yang didorong oleh spekulasi di pasar saham. Faktor lain yang menjadi sebab utama dari krisis yang sangat panjang dan makin dalam saat ini karena terjadinya perang saling kunci (gridlock) antar dua poros kapitalisme global, poros Amerika-Inggris versus poros China-Rusia.

Saling kunci antara negara-negara kapitalis tua (Inggris, Amerika, dll.), atau yang dikatakan oleh Soekarno sebagai the Old Estabilished Forces (Oldefo) dengan dua negara bekas negara komunis yang saat ini tumbuh menjadi negara kapitalis baru, Rusia dan China, atau yang dikatakan Soekarno sebagai the New Emerging Forces (Nefo). Poros Nefo, China-Rusia menghendaki perubahan pengaturan tatanan ekonomi dan politik global yang saat ini dikendalikan sepenuhnya oleh Oldefo, yaitu Inggris, Amerika dan sekutu.

Krisis saat ini dapat kita katakan sebagai krisis pengaturan sistem baru ekonomi dan politik dari kapitalisme global. Dipicu oleh belum  tercapainya konsensus antara poros kapitalisme Amerika-Inggris dengan poros kapitalisme China-Rusia yang menghendaki reformasi atau perombakan terhadap suatu sistem ekonomi yang berkaitan dengan pengendalian tatanan ekonomi dan politik dunia pasca perang dunia II.

China dan Rusia sebagai negara kapitalis baru tidak sedang bertarung membangun sistem ekonomi politik global di luar dari sistem kapitalisme yang menghendaki liberalisasi di sektor keuangan dan perdagangan dunia. China dan Rusia justru menjadi negara yang sangat diuntungkan oleh liberalisasi ekonomi global.

Yang dikehendaki oleh China dan Rusia adalah reformasi atau perombakan tatanan dan otoritas ekonomi dan politik kapitalisme global yang selama 70-an  dikendalikan oleh Inggris dan Amerika melalui lembaga multilateral IMF, WB dan WTO.

Tentu berbeda juga dengan perang dingin jilid satu yang ditujukan untuk memperebutkan pengaruh ideologi antara kapitalisme liberalisme versus komunisme etatisme. Berbeda juga dengan perang dunia I dan II yang disebabkan oleh perebutan wilayah jajahan untuk eksploitasi SDA.

Pertarungan saling kunci untuk saling melemahkan antara satu poros kapitalisme terhadap poros kapitalisme yang lain, yang saat ini menjadi pemicu utama melemahnya ekonomi China yang turut berdampak pada  melemahnya ekonomi sejumlah negara berkembang yang menjadi mitra dagang terpenting China, seperti Indonesia dan seluruh negara di ASEAN.

Jatuhnya seluruh harga komoditas terpenting di dunia hanyalah akibat saja dari melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Demikian juga konflik-konflik bersenjata yang dilancarkan secara parsial dan proxial di sejumlah wilayah Timur Tengah, ISIS, Suriah, juga tercapainya perundingan nuklir Amerika dengan Iran, dapat saja ditafsirkan untuk tujuan melemahkan atau mematikan rantai pasar industri dan pasar infrastruktur, juga melemahkan pasokan energy yang mem back up ekonomi  China di Timur Tengah dan Afrika.

Perang dan saling kunci antara dua poros kapitalisme global tersebut tentu berbeda dengan perang dingin jilid satu yang memperebutkan pengaruh ideologi, antara kapitalisme liberalisme versus komunisme.

Yang menjadi komoditi yang  dipasarkan pada perang dingin jilid I adalah ideologi, atau pandangan politik yang bertujuan mengubah pandangan hidup sebuah bangsa. Instrumen yang bekerja untuk memasarkan ideologi adalah partai politik atau organisasi masyarakat sipil. Sementara perang antara dua poros kapitalisme global yang berlangsung saat ini ditujukan untuk mereformasi atau merombak pengaturan dan otoritas kapitalisme global. Otoritas sangat penting bagi setiap poros kapitalisme, baik poros Inggris-Amerika maupun poros China-Rusia, untuk menguasai dunia.

Tujuannya untuk memudahkan ekspansi  perebutan dan perluasan pasar infrastruktur, pasar energi, pasar industri, pasar pangan, dan juga penguasaan sekto keuangan dunia di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.

Instrumen yang beroperasi pada perang saat ini bukan Partai Politik atau Ormas, tapi korporasi multinational dan kartel ekonomi yang ditopang oleh sebuah sindikat intelijen yang digerakan oleh setiap poros.

Ujung dari pertarungan yang berlangsung secara senyap saat ini bisa saja tercapai konsensus baru dalam pengaturan otoritas kapitalisme global, yang melahirkan tatanan ekonomi dan politik dari kapitalisme global yang melibatkan peran China dan Rusia sebagai sebagai salah satu pemegang otoritas baru.

Namun, bisa saja tidak tercapai konsensus baru antara dua poros yang sedang berseteru secara senyap, yang berakibat terjadinya gesekan bersenjata, diselesaikan dengan cara perang bersenjata, yang berunjung pada Tiji Tibeh (Mati Siji Mati Kabeh), sebagaimana yang terjadi pada perang dunia II.

Catatan penulis untuk kita para pemuda yang akan meneruskan masa depan bangsa, untuk selalu ingat dan waspada. Namun, bila kita memakai kaca mata kuda dalam melihat situasi ekonomi politik saat ini, tidak jeli dan tidak teliti dalam mengamati perkembangan nasional dan global, akan menyebabkan kita gagal melihat ancaman dan tantangan nyata yang sedang dihadapi.

Gagal mengenali musuh karena trauma pada episode sejarah yang silam, bisa menyebabkan kita lengah dan membiarkan musuh atau ancaman sejati mendapatkan tempat yang leluasa untuk beroperasi menguasai dan mengedalikan dan menduduki negara kita.

Oleh: Haris Rusly

(Aktivis Petisi 28)

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker