Ini Alasannya Yusril Minta MK Kesampingkan Ambang Batas di Pilkada Aceh

abadikini.com, JAKARTA – Kuasa Hukum Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur  Provinsi Aceh, Muzakir Manaf-TA. Khalid, Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Konstitusi  (MK) mengesampingkan pasal 158 UU Pilkada yang mengatur ambang batas sengketa suara yang bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi maksimal 2 persen.

“Ketentuan pilkada di Aceh ini spesial. Kami mohon kepada MK untuk mengesampingkan Pasal 158 UU Pilkada untuk Aceh, karena Aceh punya ketentuan sendiri, yaitu Pasal 74 UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pilkada Aceh,” ujar Yusril dalam sidang sengketa hasil suara di Panel II yang berlangsung di lantai 4 gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017).

Yusril mengatakan, dalam Pasal 74 tidak ditentukan mengenai ambang batas sengketa suara. Yusril menegaskan, kliennya memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa ke MK.

“Aceh ini merupakan daerah khusus. Untuk mencalonkan saja jumlah dukungan dari partai pengusung hanya 15 persen, padahal secara nasional aturannya 20 persen,” tegas Yusril.

Yusril lebih lanjut mengungkapkan bahwa Aceh sama dengan Jakarta. Dia menyebut Aceh dan Jakarta sama-sama memiliki pasal khusus yang mengatur tentang pilkada.

“Aceh sama dengan Jakarta, punya aturan khusus. Kalau secara nasional, pasangan calon dengan jumlah perolehan suara tertinggi itu bisa ditetapkan sebagai pemenang. Tapi kan di DKI tidak seperti itu aturannya, harus peroleh suara di atas 50 persen. Kalau memang tidak mau mengikuti aturan khusus yang berlaku, pasangan Ahok-Djarot harusnya sudah menang,” sebut Yusril.

Dia menegaskan, di Aceh pasangan calon menggunakan syarat dukungan partai pengusung sebesar 15 persen. Jumlah itu berbeda dengan ketentuan nasional, yaitu 20 persen.

“Pasangan calon mendaftar menggunakan aturan Aceh. Jadi, ketika ada sengketa, sudah seharusnya juga digunakan aturan Aceh. Karena itu sudah ada ketentuannya. Jadi kami mohon kepada MK untuk mengadili permasalahan ini dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan hal itu akan menjadi catatan dalam persidangan. Palguna menyebut apa yang disampaikan dalam sidang yang terbuka untuk umum itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan perkara.

“Karena pernyataan itu juga sudah disampaikan dalam persidangan terbuka ini, MK harus mempertimbangkan itu. Hanya itu yang menjadi catatan dalam persidangan ini,” ujar Palguna.

Pada persidangan ini, pihak pemohon meminta kepada MK agar membatalkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pembatalan ini disertai dengan permohonan untuk dilaksanakannya pemungutan suara ulang (PSU) di lokasi-lokasi terkait.

Sidang ditutup pukul 15.00 WIB dan akan dilanjutkan pada Senin (20/3) dan Selasa (21/3) mendatang. Lanjutan sidang itu dengan catatan mendengarkan jawaban pemohon, keterangan terkait, dan pengesahan alat bukti.

“Itu supaya dicatat dan diingat. Dengan demikian, sidang dinyatakan selesai,” tutup Wakil Ketua MK Anwar Usman dan meninggalkan tempat persidangan.

 

sumber: detikcom

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker