Perppu Ormas Disahkan, Hizbut Tahrir Indonesia Berharap Pengurus tidak Ditangkapi

abadikini.com, JAKARTA- Setelah Perppu nomor 2 tahun 2017 mengenai Organisasi Kemasyarakatan disahkan menjadi Undang-Undang, Hizbut Tahrir Indonesia yang telah dibubarkan berharap anggota dan pengurus mereka tidak ditangkapi.

“Tentu kita tidak berharap itu terjadi. Karena apa salah HTI? Selama ini kita menyelenggarakan dakwah dengan tertib, dengan santun, dengan damai. Tidak pernah ada catatan anarkisme sama sekali. Jadi, apa yang dipersalahkan kepada HTI dan kepada anggota serta pengurusnya? Tidak ada,” tutur Ismail Yusanto, juru bicara HTI.

Bagaimanapun, Ismail cepat menambahkan bahwa meski HTI merasa tidak berbuat salah, pemerintah dapat menahan anggota dan pengurus HTI kapan saja.

[irp]
“Kita menyadari bahwa pemerintah bisa saja menggunakan segenap kewenangan yang dipunyai berdasarkan Perppu yang sudah menjadi undang-undang. Itu bisa dilakukan (penangkapan),” kata Ismail.

Secara terpisah, Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah, Bambang Pranowo, menduga anggota dan pengurus HTI akan lebih bersikap hati-hati agar tidak memicu aksi penangkapan. Walau demikian, Bambang menilai HTI bakal terus mengusung kekhilafahan.

“Mereka akan terus dengan cara mereka sendiri. Misalnya, dalam Pilkada dan Pilpres nanti, partai-partai yang mendukung Perppu Ormas tidak akan mendapat suara di kalangan mereka,” kata Bambang.

[irp]

Pada Selasa (24/10), rapat paripurna DPR mengesahkan Perppu 2/2017 tentang Ormas menjadi undang-undang, walau ditentang Fraksi Gerindra, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Sebanyak tujuh fraksi lainnya memang mendukung pengesahan perppu ormas menjadi undang-undan, namun Fraksi Partai kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Demokrat menghendaki agar setelah perppu itu diundangkan langsung direvisi.

Salah satu poin revisi adalah Pasal 82 ayat (2) berisi ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat lima tahun atau paling lama 20 tahun bagi setiap orang yang menjadi anggota atau pengurus ormas yang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan, penodaan agama, dan menganut dan menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.

Lebih jauh, putusan pengadilan yang disyaratkan untuk membubarkan ormas sebagaimana dicantumkan pada Pasal 68 UU Ormas tahun 2013 telah dihapus dalam Perppu ini. Artinya, pemerintah tak lagi memerlukan pengadilan untuk membubarkan ormas.

Dan berdasarkan Perppu itu, Menteri Hukum dan HAM berwenang “melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum” terhadap ormas yang “menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila”.

Desakan ketiga fraksi DPR itu senada dengan kalangan pegiat HAM.

“Di dalam ruang kebebasan berekspresi, ini masalah yang sangat serius. Semestinya kan kalau ada kelompok ormas yang anggotanya terlibat melakukan kekerasan ya dihukum, diproses hukum, dipertanggungjawabkan secara perorangan. Kalau memang banyak ya diadili semuanya, yang secara pembuktian hukum memang terlibat,” kata Usman Hamid, direktur lembaga Amnesty International Indonesia.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah mempersilakan DPR mewacanakan revisi perppu yang disahkan menjadi undang-undang. Namun ia menyebut pemerintah tak akan bernegosiasi soal asas Pancasila dan UUD 1945 yang wajib dianut setiap ormas.

[irp]
“Pemerintah pada prinsipnya terbuka untuk koreksi dan penyempurnaan terbatas, tapi Pancasila adalah kata final. Untuk yang lain kami terbuka,” ujarnya.

Meski perppu ormas telah disahkan menjadi undang-undang, masih terbuka kemungkinan produk hukum ini digugurkan mengingat sejumlah lembaga sudah mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi.

Fadli Zon menyebut Gerindra akan mengawal wacana revisi sekaligus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review Perppu Ormas yang diajukan sejumlah lembaga. (ak.bbc)

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker