Kepemimpinan Nasional 2024 dan Sosok Yusril Ihza Mahendra

Oleh: Mawardin Sidik Direktur Eksekutif Semar Politik Indonesia (SPIN)

Abadikini.com – Siapa calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo? Sosok wapres seperti apa sesungguhnya yang Indonesia butuhkan saat ini? Mencari kombinasi sosok yang tepat dalam konfigurasi kepemimpinan nasional 2024 sangat menentukan arah perjalanan bangsa dan negara Indonesia ke depan.

Dalam sebuah diskusi bertajuk “Peluang Yusril Ihza Mahendra Jadi Cawapres Prabowo” di Jakarta (Sabtu, 14 Oktober 2023), ungkapan pakar hukum tata negara, Dr. Fahri Bachmid, sangat menarik perhatian saya. Menurutnya, Yusril merupakan seorang teknokrat yang cocok menjadi wapres Prabowo, dan mampu menata sistem kelembagaan bernegara.

Di perjalanan pulang usai menghadiri diskusi tersebut, saya terpikir untuk menulis artikel reflektif ini. Di saat bersamaan, tiba-tiba ingatan saya sejenak melayang ke Gibran Rakabuming Raka (36 tahun) yang didengungkan sebagai bakal cawapres terkuat Prabowo. Partai Bulan Bintang (PBB) memang mengusulkan dua nama kepada Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk menjadi cawapres Prabowo: Yusril Ihza Mahendra dan Gibran Rakabuming.

Di sisi lain, publik menunggu detik-detik yang genting: keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini (Senen, 16 Oktober 2023) terkait uji materi soal batas usia capres dan cawapres. Meskipun Gibran sedang gencar disebut sebagai cawapres Prabowo, namun putra Presiden Joko Widodo itu belum mencapai usia 40 tahun sesuai aturan main yang berlaku.

Seumpama MK mengabulkan gugatan itu, risiko politiknya mesti ditakar secara matang. Jika pasangan Prabowo-Gibran maju dalam bursa kandidasi pilpres, maka reaksi bernada minor dari publik kemungkinan mengeras melalui ledakan isu politik dinasti Jokowi. Terlebih Wali Kota Solo itu adalah kader PDI-P, sebagaimana sang ayah (Jokowi). Seperti diketahui, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres.

Tatkala Gibran memenuhi persyaratan secara usia pascaputusan MK, katakanlah ia menolak tawaran Prabowo, maka peluang Yusril kian diperhitungkan. Bahkan ia bisa mencairkan kebuntuan sebagai kandidat alternatif, walaupun berasal dari partai kecil. Posisinya justru menjadi titik temu di tengah percaturan alot partai besar dalam koalisi.

Data riset LSI Denny JA berjudul “Gibran, Generasi Milenial & Pertarungan Cawapres 2024” menunjukkan elektabilitas Prabowo Subianto sudah cukup tinggi sebagai capres. Siapapun yang menjadi wapresnya, tidak lagi terlalu menjadi faktor penentu kemenangan. Data ini memberi petunjuk kuat. Siapapun cawapres yang akan dipilih Prabowo, bukan lagi elektabilitas cawapres sebagai penentu utama. Yang akan dipilih Prabowo adalah hal yang lain di luar elektabilitas.

Wapres politisi-teknokrat

Jika kita mengacu pada hasil survei LSI Denny JA, maka cawapres Prabowo idealnya tokoh yang memiliki intelektualitas dan kapabilitas tinggi, melampaui jebakan elektoralisme. Dalam konteks ini, tipologi wapres yang sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia dewasa ini, yakni teknokrat yang kental dengan pendekatan saintifik (scientific approach).

Contohnya: Profesor Boediono, seorang ekonom yang menjabat posisi wapres pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode kedua. Prof. Boediono mampu menerapkan perspektif keilmuan maupun kecakapan teknis-profesional dalam proses pengambilan kebijakan pemerintahan, terutama di bidang ekonomi.

Menyelami realitas politik dan perubahan sosio-kultural yang terus dinamis, karakteristik teknokrat murni tampaknya tidak cukup. Pasalnya, pimpinan sentral lembaga eksekutif acapkali dihadapkan dengan pergolakan politik domestik maupun tekanan asing yang sewaktu-waktu memanas dalam skala stadium berat.

Artinya, wapres seyogianya memiliki kemahiran bernegosiasi dengan blok politik parlemen, keberanian berdialog dengan kekuatan ekstra-parlemen, dan kecerdikan diplomatis menyambut reaksi dunia internasional. Ihwal itu sangat berguna manakala kebijakan eksekutif yang berniat baik untuk kemaslahatan publik, tiba-tiba menuai resistensi. Perlu digarisbawahi, substansi demokrasi sesungguhnya mendengar suara rakyat.

Seorang wapres yang berlatar belakang cendekiawan dengan misi panggilan sejarah, biasanya cukup jernih memandang persoalan. Ia serupa jembatan penghubung antara suara arus bawah bernada getir dan konteks suara elite melalui lensa keilmuan. Realitas politik dalam kehidupan berdemokrasi saat ini menyaratkan wapres yang cerdas di atas rata-rata, kematangan emosional, dan kelincahan artikulasi gagasan di ruang publik.

Karena itu, wapres Indonesia 2024 meniscayakan tipe politisi-teknokrat (technocrat-politician). Di antara nama-nama bakal cawapres Prabowo yang beredar, sosok Yusril paling masuk dalam kategori politisi-teknokrat. Prof. Yusril adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), mantan anggota DPR, sekaligus eks menteri secara berturut-turut, mulai dari era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati hingga SBY.

Habitat Yusril sendiri berasal dari dunia pemikiran, intelektualisme, sekaligus pergerakan aktivisme politik sejak remaja hingga saat ini. Kompetensi profesional, kapasitas intelektual, dan kecakapan teknokratis Yusril sudah teruji mengatasi krisis, khususnya masa transisi Orde Baru menuju reformasi. Bersama Prabowo, pangkostrad saat itu, Yusril sebagai “speech writer” Presiden Soeharto kala itu, memutar otak berkomunikasi dengan pelbagai pihak agar krisis ekonomi-politik 1998 berakhir secara konstitusional.

Pada saat yang sama, Yusril juga bergelut lama dalam aneka diskursus publik yang bermutu. Penghayatannya dalam dinamika kebangsaan tak diragukan lagi. Dengan logika legalistiknya yang bernas, ia turut mewarnai dan mempengaruhi lanskap politik hukum nasional. Sebagai advokat kondang, ia penuh dengan terobosan (breakthrough) yang berbasis pencerdasan publik.

Portofolio hukum Yusril sebagai wapres sangat tepat untuk membantu Prabowo dalam penegakan hukum dan konstitusi. Ikhtiar mengakselerasi kemajuan ekonomi, investasi, dan semarak industrialisasi mesti ditopang oleh sistem hukum yang kuat. Pertimbangan wapres politisi-teknokrat adalah kebutuhan sejarah. Sehingga Prabowo dapat memimpin kabinet secara efektif sesuai jalur konstitusi, kepastian hukum, dan pemerintahan yang bersih.

Dalam hal kepemimpinan strategis, kedalaman inteligensia dan semangat aktivisme Yusril berada dalam satu frekuensi dengan Menteri Pertahanan Prabowo, yang menguasai orkestra intelijen. Sebagai mantan petinggi militer, Prabowo pasti aware dengan kondisi dan situasi lapangan (dalam arti luas) yang berubah serba cepat, terlebih di era disrupsi sekarang. Bobot kriteria seperti itu diperlukan untuk menghadapi turbulensi global di masa mendatang.

Panglima Besar Jenderal Soedirman pernah berkata: Selama masih ada “Hijau Loreng” (TNI) dan “Hijau Hitam” (HMI) maka selama itu NKRI akan tetap ada, Hijau Loreng dengan mentalnya, Hijau Hitam dengan intelektualnya!

Prabowo-Yusril mewakili unsur “Hijau Loreng” dan “Hijau Hitam” untuk menegakkan kedaulatan NKRI, bergandeng tangan dengan segenap elemen bangsa lintas batas. Prabowo-Yusril yang sedari lama menjadi saksi sekaligus aktor kunci dalam dinamika kenegaraan adalah kombinasi militer-sipil, nasionalis-religius, Jawa-luar Jawa yang memantulkan spirit kebinekaan.

Prabowonomics (konsep ekonomi Prabowo) yang berpangkal pada ekonomi konstitusi akan segendang sepenarian dengan Yusril yang dikenal sebagai konstitusionalis sejati. Platform kebangsaan Prabowo Subianto “Strategi Transformasi Bangsa menuju Indonesia Emas 2045” dapat dilengkapi oleh Yusril secara fungsional, bukan sekadar “ban serep”.

Dengan pengalaman yang panjang sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan (era Gus Dur), Menteri Kehakiman dan HAM (era Megawati), Menteri Sekretaris Negara (era SBY), Yusril diperlukan agar semua pengalaman profesionalnya disumbangkan untuk negeri ini. Sebagai aktivis senior yang bertumbuh di spektrum Islam moderat, sekaligus intelektual papan atas, ia dibutuhkan agar sumbangsih ide dan inovasinya diserahkan untuk kemajuan Indonesia yang multikultural dan pluralistik, termasuk pengembangan SDM.

Artinya, Yusril adalah personifikasi dari politisi-teknokrat sekaligus aktivis-intelektualis. Tafsir ini baru sekadar harapan, sebab keputusan politik itu berpulang kepada Prabowo dan parpol pengusung/pendukung kubu KIM. Menarik untuk ditunggu dinamika politik hari ini dan konstelasi demokrasi elektoral masa mendatang.

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker