Gus Baha Sebut Silaturahim Kerabat dapat Menghindari Kemiskinan

Abadikini.com, JAKARTA – KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau biasa disapa Gus Baha menerangkan makna kerabat menurut Nabi dan pentingnya menjaga silaturahim untuk menghindari kemiskinan.

Istilah kerabat merujuk pada orang yang memiliki unsur kedekatan. Sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis shahih menyebutkan, ada seseorang yang mempunyai kerabat dengan tiga unsur kedekatan.

Pertama, kedekatan karena faktor genetik atau hubungan darah, misalnya keponakan. Lalu kedua, selain kerabat secara genetik, juga kerabat atas nama agama, misalnya sama-sama beragama Islam. Ketiga, kedekatan fisik karena faktor geografis.

“Misalnya, anda hidup bertetangga dengan adik atau kakak yang memiliki agama yang sama, unsur genetiknya juga sama, secara fisik juga tetanggaan. Itu namanya punya tiga hak dan (termasuk) prioritas, sehingga berhak mendapatkan segalanya (kebaikan),” ucap Gus Baha.

Meskipun begitu, ulama tafsir Alquran ini juga menjelaskan terkait kerabat yang hanya memiliki dua atau satu unsur kedekatan, misalnya ada orang dekat secara fisik karena tetangga atau kesamaan agama saja.

Dalam konteks ini, Gus Baha mencontohkan jika seseorang masih dapat menjadi kerabat meski berbeda agama, kerabat karena faktor tetangga, sehingga dia tetap mendapatkan satu hak kebaikan.

Gus Baha mengutip sabda Nabi: ‘Ketika kerabat dirawat oleh yang wajib, maka akan menjadi berkah.’

Ia sering menjelaskan topik ini di berbagai momen bahwa secara teori ilmu tasawuf, Allah adalah Rahman (Maha Penyayang), sehingga tidak mungkin ada orang miskin sampai-sampai tidak bisa makan.

Lalu kenapa di kampung-kampung ada orang tua renta hingga tidak mempunyai uang atau beras sama sekali, hingga kesulitan untuk makan?

Berdasarkan teori agama, kata Gus Baha, seharusnya hal itu tidak mungkin, karena manusia ditakdirkan Allah pasti mempunyai kerabat.

“Andaikan tiap keluarga melakukan kewajiban yaitu kebutuhan makan, seharusnya tidak ada orang tua miskin yang taruhannya sampai tidak bisa makan,” ucapnya.

Kalau ada kejadian begitu, Gus Baha menilai berarti faktornya karena tidak mengindahkan syariat, yaitu orang-orang kaya di situ yang berkewajiban (memberi makan) dengan atas nama kerabat.

Dalam Alquran (Al-Baqarah ayat 215) juga telah disebutkan,

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ

Kalau kerabat ini hilang, maka yang ada hanya kedengkian sosial. Padahal secara aturan syariat, kalau ada orang tidak bisa makan, maka yang salah adalah keluarganya. Tapi, di zaman akhir, orang-orang memakai teori modern yang membenturkan si kaya dengan si miskin.

“Kemiskinan terjadi karena silaturahim yang hilang. Maksud silaturahim di sini tidak hanya diartikan secara lugu seperti masih ada unsur kedekatan darah, tetapi silaturahim yang wajib adalah soal kebutuhan yang sangat mendasar, yaitu memberi makan,” tandasnya.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker