Mengukur COVID-19 dari Persepsi Intelijen, Bagian dari Biowarfare?

Dunia saat ini dibuat panik dengan mahluk Tuhan yang sangat kecil Corona Virus Covid-19. Micro organisme ini menginfeksi 200 negara tanpa dapat dicegah. Data per hari ini, setelah munculnya Covid di Wuhan China, tercatat world cases 642,741 orang terinfeksi dan 29,908 yang tewas. Semua negara termasuk yang super power sekalipun tidak bisa mencegah, hanya berusaha melakukan tindakan preventive dan upaya menyelamatkan jiwa.

World Death Rate pada tanggal 28 Maret ini 4,5%, artinya tiap 100 orang terinfeksi, maka antara 4 – 5 orang yang meninggal. Virus ini disebut lebih cerdas dari jenis SARS, mampu berevolusi dan bermutasi. Goldman Sach menyebut ini jenis flu, tetapi ternyata flu ini terganas dan sangat menular. Tindakan medis mencatat dari 642,741 mereka yang terinfeksi di dunia, baru 23,16% yang recovered.


Persaingan AS dengan China dan Prediksi Biowar

Pada tahun 2009, Amerika memutuskan kebijakan ‘rebalancing’ menggeser kebijakan Politik Luar Negeri dan Pertahanannya dari kawasan Timur Tengah ke Asia Pasifik. AS menilai China sejak 2007 mulai berulah ingin menguasai Laut China Selatan, mengeluarkan konsep OBOR dan BRI. Bank of China merencanakan US$4,2 triliun utk mencapai hegemoni dengan kekuatan uang. Tidak membicarakan militer tapi memainkan Private Security Contractor. Sementara konsep BRI disiapkan dengan anggaran US$8 triliun.

Konsep China tahun 2007 dengan strategi akan menguasai dua Samudera sudah dijalankan pada 2015. Siap bertarung di Grey Area dengan mempersiapkan 33.000 kapal berbobot 500 ton yang di kawal Coast Guard bobot  13.000 ton. Negara China (Tiongkok)  menyampaikan penegasan “You fight your way, I fight my way”. Deskripsinya jelas ditujukan kepada AS serta sekutunya.

China kemudian mencoba mencari teman yaitu  Jepang, India dan Korea Selatan. Ketidak sukaan AS terhadap konsep China tersebut berlanjut ke Perang dagang dengan slogan dari Presiden Trump “Make American Great Again”, dimana AS mengandalkan kekuatan maritim. Konsep pertahanannya  dibagi dalam tiga wilayah pertahanan, yaitu  Indopac, Africom dan Sencom. Kemudian pada tahun 2019, AS mencanangkan Higher Road (mirip OBOR China).

Pada intinya HR adalah, Uninterrupted Comerce, Fredom of Navigation, Conectivity dan Maritim Domain Security. Di sini muncul pertanyaan negara-negara di tiga Wilhan mau bergabung atau tidak? Paling khusus di wilayah Indo Pasifik. Karena itu AS pada bulan lalu menilai ulang posisi politik dan kebijakan luar negeri dari empat negara yaitu Jepang, Korsel, India dan Indonesia.

Terjadi perubahan dari konsep globalisasi menjadi regionalisasi. India mendapat nilai plus, menyatakan mendukung, karena itu Presiden Trump mengunjungi India. Sementara tiga negara lainnya belum ditetapkan statusnya.

Dalam kaitan persaingan AS dengan China, pada intinya ini adalah  persaingan hegemoni, dimana China berusaha dan dinilai berhasil mendekati tiga negara yang dinilai penting dan strategis yaitu Indonesia, Jepang dan Korsel. Selain itu AS terganggu dengan ulah China yang mencoba menguasai LCS sebagai jalur SLOC (Sea Lane of Communication) yang merupakan utar nadi perdagangan AS .

Seperti kita ketahui, AS sejak peristiwa 911 selalu melakukan counter potensi ancaman langsung ke negaranya (mainland). China dan Rusia telah ditetapkan sebagai musuh utamanya. Dari data kasus dan  sejarah, AS selalu menetralisir ancaman Nubika, misalnya  Korea Utara dan Iran terus ditekan karena masalah bantuan ahli nuklir Iran ke Korea Utara. Selain itu Korea Utara dinilai intelijen AS memiliki racun kimia VX yang dimuncukan saat pembunuhan Kim Jong Nam di Bandara Sepang Malaysia. Mereka memberkirakan jumlah racun VX seberat 5.000 ton.

Nah, kini mendadak muncul kasus Coronavirus yang baru diidentifikasi sebagai SARS-CoV-2 (sebelumnya 2019-nCoV), menimbulkan penyakit yasitu  Covid-19. Ini jenis virus yang belum ada vaksinnya. Setelah kini virus tersebar ke seluruh dunia, muncul saling tuduh antara Partai Komunis China China dan Presiden Trump AS asal muasal virus. Partai Komunis China menyebarkan video yang menghubungkan Wuhan Coronavirus ke AS. Ilmuwan China mengungkap rahasia, Empat protein yang diidentifikasi dalam virus diubah untuk serangan presisi – khususnya terhadap gen yang ditemukan pada orang China.
.
Sementara Presiden Trump menekankan bahwa ini adalah “virus China”. Secara logika dalam persepsi intelijen, justru AS yang sangat takut dengan ancaman Covid -19, karena tahu ini jenis flu baru yang ganas, menular dan belum ada vansinnya. Penulis perkirakan dari beberapa informasi, ini virus rekayasa yang dibuat ahli China sebagai persiapan senjata biologi.

Mengingat bahwa China selama ini selalu nekat berani melawan AS, nampaknya  ada  operasi intelijen clandestine, virus tersebut dibocorkan di Wuhan selalin sebagai bukti, juga konsep perusakan citra dan kekuatan perekonomian China yang selalu dipakan melawan AS. Nampaknya memang ada pembocoran virus ganas ini di akhir tahun 2019, dengan memanfaatkan  karakteristik lima juta penduduk Wuhan yang selalu berlibur saat akhir tahun menjadi carrier. Akibatnya China mengisolasi 18 wilayah dan 56 juta penduduknya terkunci.

Penyebaran Covid sudah di kalkulasi, China akan diisolasi dan dikucilkan. Efek berantai meruntuhkan citra China dan dampak kerusakan ekonomi China yang menjadi kekuatan menuju impian hegemoni dunia otomatis tergerus.

Tetapi sang handler nampaknya kurang terlalu faham dan salah memperhitungkan dampaknya, awal virus memukul China kemudian berkembang ke 200 negara, termasuk ke Amerika terkena dampaknya, tetapi tujuan utama tercapai, China mengalami beberapa masalah, terutama citra dan kepercayaan masyarakat dunia.

China kini berusaha menarik simpati dengan mengirim ahli medisnya ke beberapa negara plus bantuan obat-obatan. Negara-negara yang dekat dengan China mengalami mengalami resesi dan kesulitan. (Target pengondisian tercapai).

Dalam hitungan lainnya, bila virus berasal dari AS, tidak mungkin Trump berani mengambil langkah dengan resiko besar. Oleh karena itu ini sebuah operasi intelijen clandestine high profile untuk membuktikan bahwa China memiliki senjata pemusnah masal dalam bentuk senjata biologis. Jadi nampaknya benar ini Biological warfare, akan tetapi sulit dibuktikan.

Operasi condioning serupa pernah dilakukan intelijen AS saat meyakikan Presiden Bush Junior bahwa Irak memiliki SPM (Senjata Pemusnah Massal). Saat itu Irak harus di invasi intuk menjatuhkan Sadam Husein.

Tetapi dalam kasus ini, Citra China jatuh, perekonomiannya sebagai senjata utamanya terganggu dan tanpa perlu diinvasi. Inilah kehebatan memainkan Virus sebagai sebuah senjata.

Dalam kondisi pertentangan dan saling tuduh selama beberapa waktu, Presiden China XI Jinping mengibarkan bendera putih, menelpon Presiden Trump, meminta AS melakukan tidakan substantif untuk meningkatkan hubungan AS-China, mengembangkan hubungan yang “tanpa konflik dan konfrontasi”, didasari dengan rasa “saling menghormati dan kerja sama yang saling menguntungkan.”

Presiden Trump mengatakan melalui jalur medsos “China telah melalui banyak dan telah mengembangkan pemahaman yang kuat tentang Virus. Kami bekerja sama dengan erat.”

Mengingat masalah Covid adalah juga bagian konflik AS dengan China, maka dengan terjadinya kesepakatan kedua pemimpin negara ini, kita berharap akan ditemukan jalan keluarnya. Masing-masing memiliki rahasia, kelebihan dan  dan kekurangan, yang apabila digabungkan, nampaknya masalah Convid akan dapat selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama.


Warga AS Terbanyak di Dunia Positif COVID-19

Dari data yg terekam, pada tanggal 28 Maret 2020, jumlah warga AS yg terpapar Covid-19 telah melampaui China dan Italia. Total case (positif) di AS 105,015, China 81,394 dan Italia 86,408 kasus. Sementara Total death rate di hari yg sama, tertinggi Italia 9,134 , kedua China 3,295 dan ketiga AS 1,1717 jiwa. Untuk menjaga perekonomianya, Presiden Donald Trump untuk mengantisipasi dampak Covid, telah menandatangani paket stimulus sebesat US$ 2,2 Triliun.

Dalam rangka membendung penyebaran virus corona (Covid-19) tersebut New York dan Illinois mulai Jumat (20/3/2020) mulai melakukan lockdown. Sementara Presiden Donald Trump masih percaya diri dengan menyatakan Amerika Serikat sudah “memenangkan” perang.

Langkah New York, Los Angeles dan Chicago menutup diri diikuiti negara bagian New Jersey dan Connecticut. Namun Trump menegaskan tidak pelrlu lockdown secara nasional. Alasannya penyebaran virus corona di beberapa negara bagian AS tidak sebanyak yang padat penduduknya Rumah sakit
Amerika melaporkan semakin kewalahan dengan pasien COVID-19. Sementara 40 persen kasus ada di daerah yang telah di lockdown, tetapi AS berhasil menekan death rate. Hal ini membuktikan kemampuan AS dalam bidang kesehatan.

Ada bagian menarik seperti pernah penulis sampaikan pada artikel terdahulu, Goldman Sach pada Pada hari Kamis (12/3/2020) mengadakan konferensi pers yang dipimpin oleh ekonom utamanya, Jan Hatzius, dan kepala bagian medisnya, Michael Rendel. Disampailan bahwa 50% orang Amerika akan bisa tertular virus (150 juta orang) karena sangat menular. Disebutkan bahwa Virus ini setara dengan flu biasa (Rhinovirus) dan ada sekitar 200 strain, dimana sebagian besar orang Amerika akan terpapar 2-4 per tahun. Sekitar 70% warga Jerman akan terkena (58 juta orang).Puncak-virus diperkirakan terjadi selama delapan minggu ke depan, setelah itu akan menurun, ini sekitar 28 Mei 2020.

Informasi lain yang menarik, disampaikan oleh Abighya Anand, 14 tahun, dari India. ia  telah meramalkan delapan bulan yang lalu bahwa dunia akan memasuki fase sulit mulai November 2019 hingga April 2020. Dunia akan berperang melawan wabah dan dikatakannya akan selesai pada 25 Mei 2020. Sementara dampak ekonomi dunia baru akan selesai pada Novemer 2021. Inilah linknya https://newsaf.feednews.com/news/detail/81b14a8a38c5848b6fe3a1b346483803?client=news

Kesimpulan

Kasus Covid-19 kini telah menginfeksi 200 negara, bermuasal dari Wuhan yang belum terbukti adanya operasi intelijen clandestin dibelakangnya, akan tetapi analis intelijen dapat menganalisis  indikasi yang berlaku. Adanya perang statement saling tuduh antara AS dengan China memberi arah ini persoalan konflik kedua negara berbau Biowar (Bioligical Warefare) terkait kasus dengan Covid-19.

Kini keduanya dihukum oleh alam bila benar menggunakan virus untuk tujuan politik, pettahanan atau lainnya. Kedua negara merasakan rakyatnya masing-masing jadi korban, terbanyak yang terpapar dan banyak yang meninggal. Belum lagi ditambah 200 negara lain yang rakyatnya juga menjadi korban.

Berarti kini , kasus Convid-19 sudah bukan konflik antara AS versus China, tetapi perang antara Virus melawan manusia. Perdamaian kedua negara AS dan China menjadi titik awal mengatasi micro organisme ganas ini.

Dari prediksi Goldman Sach bahwa sekitar 18 Mei 2020 Convid mencapai puncaknya dan turun, juga mirip ramalan Abighya Anand. Wallahualam.

Sebagai penutup, dalam perang modern dikenal senjata Nubika (Nuklir, Biologi dan Kimia) plus teknologi. Manusia kini diingatkan bahwa virus-Covid-19 adalah mahluk Tuhan dan kini mampu menginfeksi manusia di 200 negara. Tidak ada satupun negara yang mampu menahannya termasuk negara super power AS, Rusia dan China.

Ini sebuah peringatan dari Tuhan, agar jangan sekali- kali lagi menggunakan dan merekayasa virus menjadi senjata. Virus bisa dan mampu memusnahkan manusia tanpa bersisa seorangpun kalau itu atas izin dan kehendakNya. Semoga kita sadar dan merenungkannya. Salam, PRAY Old Soldier.

 

Oleh: Marsda  (Purn) Prayitno Ramelan
Penulis adalah praktisi dan pengamat intelijen

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker