Penjelasan Yusril Ihza Mahendra yang Baru Diambil Sumpah Advokat

Sudah memiliki kartu anggota dan nomor induk advokat sejak pertama kali Peradi berdiri.

Abadikini.com, JAKARTA – Sosok Yusril Ihza Mahendra begitu tersohor sebagai salah satu tokoh hukum kenamaan di Indonesia. Kariernya sebagai akademisi, birokrat, hingga politisi telah dilakoni sejak masa Orde Baru. Belakangan ini Yusril dikenal pula sebagai advokat yang aktif melakukan praktik litigasi di berbagai pengadilan.

Namun ternyata Jumat (21/9) lalu Yusril justru baru diambil sumpah di hadapan sidang terbuka Pengadilan Tinggi sebagai syarat untuk menjalankan profesi advokat. Apakah praktik advokat Yusril selama ini tidak sah?

“Saya menjadi advokat berdasarkan pasal 32 UU Advokat. Saya sebelumnya anggota Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia yang kemudian otomatis menjadi advokat dan dikeluarkan kartu anggota Peradi dan karena itu tidak perlu disumpah lagi,” kata Yusril saat diwawancarai hukumonline usai mengucapkan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Jakarta.

Pasal 32:

(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukumyang telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(3) Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).

(4) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.

Yusril sempat menunjukkan kartu tanda anggota advokat dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang dimilikinya kepada hukumonline. Tertera tanggal masa berlaku hingga Desember 2018.

“Ini sudah beberapa kali diperpanjang, sudah lama. Pokoknya saya jadi anggota Peradi sejak Peradi itu ada, masih Pak Otto Hasibuan ketuanya,” katanya sambil memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Advokat yang diterbitkan Peradi.

Yusril Tandatangani Sumpah Advokat

Ia sangat yakin bahwa statusnya sebagai konsultan hukum anggota AKHI membuatnya telah menjadi advokat berdasarkan ketentuan peralihan di Pasal 32 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

“Sebagai pembentuk UU Advokat, saya paham betul original intent pasal 32 undang-undang itu,” ujarnya.

Perlu diingat bahwa saat UU Advokat dibentuk, Yusril adalah Menteri Hukum dan HAM yang saat itu masih bernama Menteri Kehakiman dan HAM. Ia ikut sebagai pembuat UU Advokat hingga akhirnya disahkan.

Sebelum UU Advokat disahkan, izin praktik advokat diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Organisasi advokat tidak memiliki peran dalam pengangkatan advokat. “Saya terlalu konsisten, kalau saya mau kan saya angkat diri saya sendiri,” kata Yusril berseloroh.

Yusril menceritakan bahwa dirinya pernah mengurus pengangkatan sebagai advokat pada masa sebelum berlaku UU Advokat. Berkas-berkasnya sudah lengkap dipenuhi dan dikirimkan ke Muladi, Menteri Hukum dan HAM (saat itu bernama Menteri Kehakiman) untuk ditandatangani. Belum sempat diangkat sebagai advokat, ia justru diangkat menjadi Menteri untuk menggantikan Muladi.

Nggak enak dong kalau saya mengangkat diri saya sendiri,” ujarnya.

Status advokat baru didapatkan Yusril bersamaan dengan disahkannya UU Advokat. Namun karena masih menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, jelas saja Yusril tidak melaksanakan tugas profesi advokat. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat 3 UU Advokat.

Pasal 20:

(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.

(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa

sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.

(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.

Praktik advokat yang dijalaninya belakangan ini diyakini Yusril atas dasar hukum yang sah. Ia mengatakan bahwa telah menghadiri puluhan persidangan mewakili klien tanpa ada permasalahan soal status advokat yang dimilikinya. Lalu mengapa akhirnya Yusril mengikuti pengambilan sumpah advokat di hadapan sidang terbuka Pengadilan Tinggi Jakarta?

“Karena ada advokat yang pernah mempersoalkan, dalam persidangan di Pengadilan TUN di Banjarmasin melawan Gubernur Kalimantan Selatan,” Yusril menjelaskan.

Dia mengaku heran dengan advokat tersebut karena ngotot mempersoalkan statusnya yang tidak memiliki salinan berita acara sumpah advokat dari Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan TUN pun akhirnya menolak eksepsi yang mempersoalkan legalitas Yusril sebagai advokat. Yusril dinilai sah sebagai advokat dan Gubernur Kalimantan Selatan juga dinyatakan kalah dalam perkara tersebut.

“Peristiwa ini menjadi berita yang membuat saya tidak nyaman, dan dia blow up masalah ini. Setelah konsultasi ke berbagai pihak termasuk Ketua Mahkamah Agung bagaimana baiknya, saya ikuti saja pengambilan sumpah,” katanya.

Peradi mengatur pengambilan sumpah bagi Yusril secara terpisah dari para calon advokat yang baru diangkat sebagai anggota Peradi. Hal ini karena Yusril memang sudah memiliki keanggotaan Peradi.

“Karena itu tadi saya tidak diambil sumpah bersama dengan yang lain, judulnya pengambilan sumpah ulang,” dia menjelaskan.

Pada hari yang sama memang sedang dilakukan pengambilan sumpah bagi 732 orang yang baru diangkat sebagai anggota Peradi di Pengadilan Tinggi Jakarta.

Wadah Tunggal Organisasi Advokat

Ketika ditanya mengapa masih melanjutkan kenggotaan di Peradi yang dipimpin oleh Fauzie Yusuf Hasibuan, Yusril menjawab singkat, “Dulu masih satu, saya ikuti saja yang itu.”

Yusril sempat menjelaskan rancangan awal pengaturan organisasi advokat yang diatur dalam UU Advokat. Para pembuat UU Advokat menginginkan handa ada satu wadah tunggal organisasi advokat.

“Kami ingin tertib membuat satu organisasi advokat, itu semangatnya saat membentuk undang-undang itu,” katanya.

Sejarah pertengkaran di kalangan advokat dalam mengelola organisasi profesi mereka sudah diamati Yusril sejak masih menjadi mahasiswa hukum. Sayangnya, setelah Peradi berdiri pun masih terjadi pertengkaran yang berujung menjadi tiga kubu Peradi.

“Makanya saya nggak mau diajak jadi pengurus, kerjanya berkelahi saja,” katanya sembari tertawa.

Mengenai status advokat, Yusril menjelaskan bahwa pada dasarnya seseorang menjadi advokat karena keanggotaan di organisasi advokat dan bukan karena pernah diambil sumpah advokat. Tentunya dengan memenuhi persyaratan di UU Advokat. Hal ini konsisten dengan yang tertulis dalam UU Advokat soal pengangkatan dan pemberhentian.

Bagian Kesatu

Pengangkatan

Pasal 2:

(1) Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.

(2) Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.

(3) Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.

 

Bagian Kelima

Pemberhentian

Pasal 9:

(1) Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat.

(2) Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak hukum lainnya.

Namun menjadi persoalan tersendiri saat ada banyak organisasi advokat bermunculan dan dapat mengajukan permohonan pengambilan sumpah oleh Pengadilan Tinggi. Apalagi Mahkamah Agung sudah menyatakan sikap bersedia menerima pengambilan sumpah advokat dari organisasi advokat apa saja.

“Itu yang kacau, nggak sejalan dengan semangat kami. Kalau telanjur sudah banyak, bikin satu majelis etik yang berlaku untuk semua. Jadi kalau sudah diberi sanksi nggak bisa pindah ke yang lain,” katanya.

Sumber: hukumonline.com

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker