Kisah Ultimatum Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Terhadap Penghadangan/Persekusi NW

Beruntung dengan teknologi, saya bisa berteman dengan para jurnalis dunia (independent, investigative journalist) seperti Vanessa Beeley dari Inggris yang biasa ke Timur Tengah (Suriah) untuk laporan investigasi, Marwah Oman dari Libanon ahli tentang Eropa dan jurnalis lokal yang bergabung pada Indonesia Times, Moslem Today atau daerah, misalnya “Transmediariaucom” – sehingga informasi masuk cepat dan akurat.

Dalam kasus penghadangan NW di Bandara Pekanbaru, misalnya, laporan detil dan akurat dilengkapi video, diantaranya ditembuskan ke Wakil DPR, Presiden ILC dan sejumlah tokoh Nasional.

Sejumlah anggauta DPR tahu benar apa yang sebenarnya terjadi hari Sabtu 25/8 di Bandara Pekanbaru, karena “update” dari daerah (TKP).

Itu juga saya paham, mengapa tiba-tiba program tayang live ILC Selasa malam (27/8) tiba-tiba diumumkan batal karena alasan TEKNIS (keamanan nara sumber dan penyelengggara tidak bisa dijamain).

Klasifikasi : Sedang – rumit.

Di Riau ada yang Lembaga Berwibawa namanya LAM, atau Lembaga Adat Melayu yang berperan atas harmonisasi sosial di lingkungan masyarakat Melayu Riau.

LAM pada hari Minggu malam memberi ultimatum terhadap para PENGHADANG dan pelaku PERSEKUSI NW pada Sabtu (25/8/2018) hingga batas waktu empat hari kedepan untuk mengklarifikasi “siapa mereka”, dari mana, siapa yang memobilisasi dan mengapa berani mengatasnamakan warga Melayu Riau (Moslem Today).

Para penghadang NW yang bertato dan sebagian bersenjata di Bandara adalah orang luar daerah Riau, umumnya Timor atau Flores. Istilah LAM diduga, tetapi belakangan menyebutnya “preman”.

LAM mengetahui bahwa para penghadang NW datang dari luar daerah, siapa yang mengerahkannya dan mengapa aparat membiarkannya?

Akhirnya, karena masalahnya sensitif, Kapolda Riau mendadak silaturahmi ke LAM pada hari Senin siang (26/8/2018), paska Ultimatum terhadap penghadang NW oleh LAM.

Polisi dan komunitas intelijen daerah, mungkin tidak mengetahui bahwa yang menemani NW di mobil BMW adalah Putri Datuk Riau, yang sangat dihormati dan disegani di Riau. Ia dilarang keluar mobil dan beberapa jam tidak mendapat pasokan makanan, walaupun Polisi membantahnya. Bahkan ia dilarang pulang kerumahnya.

Oleh komunikasi intelijen Riau, semaua anggota rombomgan diperintahkan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat penerbangan terakhir (last flight). Bahkan pesawat diminta menunggu NW sampai masuk pesawat, dengan puluhan penumpang yang sudah siap “take off” ke Jakarta. Dari keluar mobil hingga tempat “check in” dikawal aparat bersenjata.

Cuitan masyarakat Riau, misalnya (Ardi Riau) lengkap dengan video, ditembuskan ke Wakil DPR dan Presiden ILC. Masyarakat Riau sangat malu, mereka memiliki tradisi ramah terdap TAMU dan bertolak belakang dengan perilaku para penghadang yang bukan warga tetapi mereka mengatas namakan masyarakat Riau.

Belum diketahui apa persisnya yang dibicarakan antara Kapolda Riau dengan Lembaga Adat Melayu Senin kemarin.

Namun paska pertemuan tersebut, BIN melalui juru bicaranya, meminta maaf jika penanganan atas rombongan NW dianggap berlebihan, yaitu bahkan memulangkan NW dan rombongan ke Jakarta setengah memaksa.

Ya, BIN melalui Kabinda memang aktif memulangkan NW, dalam video yang dikirim ke DPR tampak jelas (IND Times, Merdekanews).

Apakah cerita sudah selesai ?

Belum !
Rupanya, karena kedatangan NW sebagai penumpang penerbangan Pekanbaru – Jakarta menyebabkan “delay”, diluar jadwal, penumpang semua sudah menunggu.
NW berinisiatif meminta maaf pada penumpang dan menggunakan “microphone” pesawat atas izin pramugari.

IPW (Indonesia Police Watch) bereaksi keras, bahwa itu adalah “penguasaan” penerbangan sipil. NW bisa kena hukuman penjara dengan denda 500 juta rupiah.

Bagaimanapun juga BIN sudah meminta maaf, melalui juru bicaranya mungkin karena “sensitifnya” ultimatum LAM yang memberi tempo 4 hari untuk KLARIFIKASI – boleh jadi.

Berkat para jurnalis yang “independent”, bukan partisan atau korporasi – kita bisa mengetahui apa yang terjadi di Riau dan bisa menduga juga apa yang terjadi di Surabaya. Ada yang memobilisas dari Jakarta.

Jika saja Lembaga Adat Melayu Riau tidak bereaksi keras, maka yang ada hanya dugaan saja. Kitapun bisa paham mengapa tayangan live ILC mendadak dihentikan.

Ada kesimpulan yang menarik, yaitu “tidak sinkron“ antara pihak Istana dengan BIN. Staf Presiden Nagabalin menuding kegiatan NW di Riau adalah kegiatan MAKAR, tetapi juru bicara BIN malah minta maaf atas perlakuan yang berlebihan.

Dalam istilah manajemen, kita sudah masuk dunia VUCA, ambigu dan ketidak pastian (uncertainty).

Jakartapun tidak berkomentar banyak – kecuali Petinggi Golkar (Ical Bakri) yang mengatakan tindakan represif, premanisme, dari aparat keamanan sama saja tusukan dari belakang untuk RI-1, kontrapoduktif.
Semoga kedepannya lebih baik.

Have a nice day.

(Arifin Mufti)
Director Cordoba Centre

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker