Jangan Main-main dengan Rakyat, Para Pejabat di RI Harus Belajar dengan Kerusuhan di Nepal

Abadikini.com, JAKARTA – Gelombang kerusuhan massal kembali mengguncang Nepal. Aksi protes yang semula dipicu kebijakan pemerintah dianggap otoriter, kini menjelma menjadi ledakan kemarahan rakyat terhadap korupsi, kesenjangan, dan gaya hidup mewah para elite beserta keluarga mereka.
Puncaknya terjadi setelah video anak pejabat pamer kekayaan viral di media sosial. Saat rakyat terhimpit krisis ekonomi, pertunjukan kemewahan itu menyulut api protes yang kian sulit dipadamkan.
Amarah warga tidak hanya tertuju pada pemerintah saat ini, tetapi juga menyasar simbol-simbol kekuasaan lama. Rumah mantan presiden, perdana menteri, hingga sejumlah menteri dibakar. Gedung-gedung yang merepresentasikan otoritas negara porak-poranda, menandakan bahwa dendam rakyat sudah mengendap lama dan kini meledak tanpa kendali.
Fenomena ini ikut ditanggapi Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi. Lewat akun X miliknya pada Jumat (12/9/2025), ia menulis.
âDi Nepal, rakyat menjarah dan membakar properti mantan presiden, PM, dan menteri. Dendam rakyat ternyata berlaku surut dan awet.â
Islah mengingatkan pejabat di Indonesia untuk belajar dari peristiwa ini. âJaga perilaku saat menjabat, jangan banyak bohong dan menipu, supaya masa pensiunmu kelak tenang,â sindirnya.
Kemarahan publik Nepal makin tak terbendung setelah pemerintah sempat melarang 26 platform media sosial, termasuk Facebook dan Instagram. Dalihnya mencegah hoaks, ujaran kebencian, dan penipuan daring. Namun bagi masyarakat, terutama anak muda yang menggantungkan hidup dari platform digital, kebijakan itu dianggap perampasan ruang hidup.
Meski larangan tersebut dicabut pada Senin malam, protes terlanjur meluas. Gerakan yang awalnya menolak kebijakan digital, berubah menjadi gelombang besar antikorupsi yang menargetkan elite politik.
Militer menuding massa memanfaatkan situasi untuk menjarah dan merusak fasilitas publik, namun bagi rakyat Nepal, aksi ini sudah menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenang-wenangan para pejabat pemerintah.