Menkum: RUU Perampasan Aset Lebih Cepat Jika DPR Ambil Inisiatif

Abadikini.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menaruh harapan besar pada percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Menurutnya, jalur paling realistis agar proses itu segera berjalan adalah jika RUU tersebut diinisiasi langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kalau menjadi usul inisiatif DPR, saya pastikan pembahasannya akan jauh lebih cepat. Itu berarti DPR sudah siap,” ujar Supratman saat ditemui di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Supratman mengungkapkan, pemerintah akan lebih dulu berbicara dengan pimpinan DPR untuk menentukan posisi, apakah RUU itu dibawa sebagai usul pemerintah atau dibiarkan menjadi inisiatif parlemen. Namun, ia menegaskan satu hal: Presiden Prabowo Subianto sudah berkali-kali menegaskan komitmen menjadikan RUU ini prioritas nasional.
Kendati begitu, jalan legislasi masih menunggu pengesahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026 atau revisi Prolegnas 2025. “Kondisinya di DPR masih dinamis. Kami dorong agar prolegnas segera disahkan, sehingga ruang bagi RUU Perampasan Aset terbuka,” jelasnya.
Menkum menolak anggapan bahwa dorongan pembahasan RUU ini lahir hanya karena desakan aksi massa. Ia menegaskan, jauh sebelum gelombang unjuk rasa, pemerintah sudah merampungkan draf RUU tersebut. “Jauh sebelum demo, kami sudah siapkan. Begitu prolegnas dievaluasi, RUU Perampasan Aset langsung masuk,” katanya.
Soal usulan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), Supratman menilai langkah itu tidak selalu tepat. Beban perppu, menurutnya, tidak selamanya harus dipikul Presiden, apalagi jika proses legislasi masih bisa berjalan normal.
Di sisi lain, DPR juga menunjukkan keseriusan. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan, mengungkapkan pembahasan awal RUU Perampasan Aset sudah digelar pada Senin (1/9). “Kami bekerja semaksimal mungkin. Senin kemarin kita sudah mulai membahas,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Selasa (2/9).
Sturman menekankan, partisipasi publik menjadi kunci. DPR, katanya, tidak ingin undang-undang yang lahir justru jauh dari pemahaman masyarakat.