Pengamat: SBY Jangan Mengeluh di Luar Substansi, Lebih Baik Rapatkan Barisan

Abadikini.com, JAKARTA – Nyanyian petinggi Partai Demokrat yakni Mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang sarat tertuju pada bola panas permohonan judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, yang tengah diajukan oleh empat mantan kader Demokrat melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra, terasa ambigu di tengah publik justru menunggu sanggahan SBY soal poin-poin gugatan AD/ART Demokrat yang tengah diuji karena diduga mengandung unsur oligarki, nepotisme, dan cenderung diktator melalui sejumlah muatan AD/ART yang dipersoalkan keempat kader yang sudah dipecat kubu Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ini.

Dalam cuitannya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menyindir soal kemungkinan penegakan hukum di Indonesia bisa dengan mudah dibeli dengan uang.

Cuitan soal potensi penegakan hukum bisa dibeli itu disampaikan SBY melalui akun Twitter pribadinya, @SBYudhoyono, Senin (27/9/2021) lalu. SBY menegaskan jangan sampai keadilan di negeri ini bisa dibeli dengan uang. “Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan,” kicaunya.

Sejak cuitan itu mencuat di linimasa banyak tokoh termasuk kalangan koalisi Kebinet Indonesia Kerja Jilid II yang mempertanyakan apa kode di balik pernyataan ambigu tersebut.

Namun dugaan kuat mengarah ke isu judicial review yang tengah dipersoalkan keempat mantan kader Demokrat yang kebetulan didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra. Menurut analis politik Achmad Rifki cuitan SBY terbilang aneh dan ambigu.

“Sebagai mantan Presiden yang pernah mengelola negeri ini, tak elok ia menyindir soal hukum mungkin bisa dibeli. Sejatinya justru dia harus menyuarakan jika penegakan hukum harus tunduk dan patuh tanpa intervensi apapun. Bahkan antara penegakan hukum dan keadilan itu dua hal yang tak bisa dipisahkan. Sebab penegakan hukum yang benar adalah cerminan keadilan. Jadi pernyataan itu ambigu seolah memberi garis tegas antara penegakan hukum dan keadilan,” jelas alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Menurut Rifki, daripada bermain kata hiperbolik, yang menyisakan kode-kode samar, sebagai petinggi PD lebih baik SBY mulai menata komunikasi, merapatkan barisan lalu membahas soal kemungkinan apa yang akan terjadi. Andai permohonan itu kelak benar diuji apa yang harus diantisipasi. Bukan berakselerasi dengan diksi yang membuat jalur hukum yang tengah ditempuh keempat kader yang telah dipecat ini menjadi tak terbantahkan.

“Pak SBY mestinya bertindak cool, dan mencoba merapatkan barisan, kaji ulang apa yang telah digugat mantan kadernya, kalau memang dalam AD/ARTnya sama sekali tak memuat unsur yang dipersoalkan, seperti ada kecenderungan oligarki, nepotisme, apalagi diktator dalam muatan AD/ARTnya kenapa harus takut, kan keempat kader itu tengah berupaya membela hak politiknya di MA, dan belum tentu juga mereka dimenangkan, saya kira lebih baik tenang saja dan persiapkan diri, daripada mengeluarkan penyataan ambigu, sporadis, dan terkesan mengeluh terdzolimi,” tambah Rifki.

1 2Laman berikutnya

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker