Panorama Sosial-Ekonomi, Urgensi Memperpanjang Otsus Papua

Urgensi Revisi UU Otsus: Memperpanjang Masa Berlaku

Terdapat kubu yang berpandangan pentingnya revisi UU Otsus Papua untuk kepentingan memperpanjang masa berlaku Otsus Papua. Di mata kubu ini, demi dan atau atas nama pembangunan yang berkelanjutan di Papua dan menyaksikan fakta ketertinggalan Papua, maka perpanjangan Otsus masih mutlak diperkukan. Kita tak dapat bayangkan jika perhatian khusus pro Papua dihentikan. Tidak tertutup kemungkinan, nestapa sosial-ekonomi Papua akan jauh lebih parah.

Sangat boleh jadi, tingkat kesenjangannya bukan hanya paling tertinggal, tapi jarak disparitasnya demikian merentang jauh. Memang, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, terkait tata-kelola anggaran atau lainnya. Tapi, itu kewenangan pemerintah sesuai dengan domainnya, dalam konteks administratif ataupun penindakan hukum bagi yang terbukti menyalahgunakan keuangan negara.

Jadi, spirit restoratif itu jauh lebih bijak daripada meniadakan atau memangkas total alokasi anggaran Otsus. Spirit restoratif ini sarat dengan dimensi cita-cita memperbaiki kesejahteraan dan kemajuan yang tertinggal jauh dibanding daerah-daerah lainnya di Nusantara ini. Dan spirit restoratif ini juga bermakna mendasar: memberikan peluang atau kesempatan bagi putera-puteri terbaik Papua untuk menjadi pemimpin yang siap mengantarkan daerahnya jauh lebih maju dan sejehtera. Inilah artikulasi HAM yang perlu kita junjung tinggi sebagai rasa hormat atas jati diri warga Papua.

Meski demikian, kita juga perlu melihat secara proporsional terhadap kubu yang menolak perpanjangan Otsus. Di mata mereka, pelaksanaan Otsus selama 20 tahun terakhir hanya memanjakan kalangan elite dan tidak berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Papua secara umum. Masyarakat Papua bahkan cenderung semakin termarginalisasi, karena secara kompetitif lebih lamban responsi untuk maju dan berkembang dibanding masyarakat pendatang yang memang lebih agresif dalam mengejar potensi ekonomi yang tersedia di Tanah Papua itu.

Sekali lagi, catatan korektif dari kubu anti Otsus harus dilihat dengan jernih, bahkan dijadikan landasan untuk merekonstruksi tata-kelola pemerintahan pro perbaikan sosial-ekonomi masyarakat dan daerah Papua. Karena itu, saat menyaksikan keinginan revisi UU Otsus, arahnya bukan menyetop perpanjangan masa berlaku Otsus, tapi menguatkan revisinya.

Seperti kita ketahui, kini ada dua pasal yang sedang diperjuangkan pada revisi UU No. 21 Tahun 2001 tetang Otsus bagi Papua, yaitu Pasal 34 Ayat 3 huruf e. Pasal ini mengarah pada wacana menaikkan dana Otsus, dari awalnya 2% menjadi 2,25%. Kenaikan ini terdiri dari penerimaan yang bersifat umum setara 1% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU). Dan 1,25% yang ditentukan penggunaannya berbasis kinerja pelaksanaan dari plafon DAU nasional.

Jika arah revisinya seperti itu, maka upaya itu tentu konstruktif, apalagi untuk tahun ini dan beberapa tahun mendatang bisa diprediksi: dampak Covid-19 cukup memukul perekonomian Papua, di samping tentu daerah-daerah lainnya.

Sedangkan revisi Pasal 76 lebih mengarah pada pemekaran. Secara teoritik, pemekaran wilayah akan membuat efektivitas kinerja. Sejalan dengan Papua demikian luas, maka pemikiran atau usulan pemekaran kiranya proporsional. Pertimbangan efektivitas itu jelas mengarah pada upaya memajukan daerah, sekaligus mensejehterakannya. Karena itu, pemikiran yang berkembang tentang pemekaran jangan dilihat sebagai beban Pusat.

Memang, tak sedikit yang gagal dalam mewujudkan manfaat nyata pemekaran. Tapi, juga ada yang sebaliknya. Yang diperlukan adalah kesiapan SDM untuk mengelola daerah yang baru dimekarkan. Kita tahu, konsekuensi pemekaran adalah kebutuhan sarana dan prasana. Konsekuensi logis ini jangan dijadikan aji mumpung secara koruptif. Inilah warning tegas yang harus disertai dengan ancaman hukuman bagi yang mencoba menyalahgunakan agenda pemekaran.

Sebagai kader Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI) menilai pentingnya upaya besar revisi UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua, bisa kita respons positif sepanjang arahnya justru untuk menguatkan cita-cita otonomi khusus yang digalang sekitar dua dasawarsa lalu. Sebuah cita-cita yang sejatinya menterjemahkan spirit mengembalikan Papua ke pangkuan RI.

Bahwa ada sejumlah kendala kebijakan dan lainnya dalam keterpanggilan kita untuk membenahi. Untuk kepentingan seluruh warga Papua. Juga, seluruh warga negara Indonesia sebagai ekspresi nyata pengakuan dan persaudaraan terhadap warga Papua. Inilah komitmen kuat yang harus ditunjukkan bersama. Agar panorama sosial-ekonomi Papua yang menyedihkan itu segera diakhiri. Inilah persaudaraan sejati setanah air.

Oleh : Farhat Abbas

Laman sebelumnya 1 2

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker