Sepakbola dalam Muswil V KAHMI Jatim

SEPERTINYA, sepakbola dan Muswil KAHMI Jatim adalah dua diksi yang sengaja saya paksakan untuk meneropong dari engel lain sesuai kompetensi saya.

Saya sengaja memaksakan dua diksi itu, karena sama-sama sebuah kontestasi atau sebuah pertandingan. Kontestasi ketokohan dan pertandingan pengaruh. Muswil KAHMI Jatim mirip-mirip dengan pertandingan sepakbola. Ada kontestasi pemain-pemain hebat dan serunya pertandingan antar kedua tim yang di dalamnya terdapat pemain hebat dalam durasi hanya 2×45 menit!

Bagi saya, Muswil KAHMI dan sepakbola juga memiliki karakter kemenangan yang sama pula. Muswil KAHMI Jatim dan sepakbola sama-sama memiliki target kemenangan. Sebuah kondisi yang selalu didamba sesiapapun dia manusia di muka bumi.

Dalam laga 2×45 menit di lapangan sepakbola, kemenangan yang didapat dipersembahkan untuk suporter, yang tak didikotomikan tim sendiri atau lawan. Semua untuk suporter, entah kepada tim saya atau tim lawan, suporter itu mendukung. Esensi sepakbola adalah gol yang tercipta, bukan kemenangan itu sendiri.

Sebuah pencapaian gol yang diperoleh dari proses dari bawah, dari kerjasama tim, mengelola strategi dan teknik bermain, serta kesempurnaan manajerial sebuah tim. Kemenangan dalam sebuah pertandingan sepakbola adalah kemenangan untuk suporter dan sepakbola itu sendiri.

Begitupun dengan Muswil KAHMI Jatim yang tuntas digelar di Sarangan, Kab. Magetan. Kemenangan, dalam bentuk terpilihnya para presidium, ibarat sebuah ‘gol’ yang tercipta di sepakbola. Kemenangan saya dan enam presidium lainnya, sejatinya bukanlah kemenangan bagi kami sendiri. Saya dan enam sahabat presidium adalah ‘gol’ dari gawe besar yang namanya ‘Muswil KAHMI Jatim’.

‘Gol’ yang dipersembahkan untuk semua suporter, yakni seluruh stakeholder dan shareholder KAHMI Jatim. Semua elemen yang aktif, ‘merasa’ dibesarkan HMI dan berlabuh di sebuah ‘Stadion Utama KAHMI Jatim’.

Dengan filosofi itu, saya pribadi menyediakan diri untuk berpikir dan bekerja untuk KAHMI Jatim, suporter kami. Tak ada pembeda para pihak di lapangan itu. Semua satu, berpikir dan bekerja untuk menggapai gol kemenangan bagi suporter, KAHMI Jatim.

Saya mengilustrasikan Muswil KAHMI V Jatim seperti perhelatan pertandingan sepakbola. Durasinya hanya 2×45 menit, tapi persiapan tim untuk cawe-cawe dalam pertandingan itu rumit dan lama. Perlu pemain hebat/bintang, ketahanan fisik, kerjasama dan lain-lain.

Lazimnya, pertandingan pasti diakhiri dengan situasi ada pemenang dan ada yang kalah (kecuali event yang membuka peluang menerima hasil seri atau draw). Betapa di lapangan sepakbola sebenarnya membawa suatu kebaikan, yakni tak ada polarisasi sang pemenang dan pecundang.

Sepanjang sejarah berkiprah di sepakbola Indonesia, beberapa kali saya membawa pemain asing dengan kualitas bukan abal-abal. Misalnya, Peter Odemwingie (pemain asal Nigeria yang mantan forward LF Lokomotiv Moskow, Cardiff City FC dan Stoke City), Greg Nuokolo (mantan pemain nasional junior Nigeria yang pernah merumput di SC Olhanense Portugal).

Pemikiran saya sederhana, agar filosofi dan perilaku fair play para pemain mega bintang tersebut bisa bertumbuh dan berkembang dari sepakbola Indonesia. Juga ketika mengumpulkan para pemain tim nasional untuk memerkuat Madura United yang ternyata tak selalu mendatangkan kemenangan. Sering kalahnya ketimbang menangnya. Hasilnya tidak bisa juara, bahkan sering keok.

Namun saya amati, seringkali di Liga Indonesia, tim yang kalah selalu tidak puas dan melakukan protes-protes melalui media dengan menyatakan ‘wasit curang’, ‘pertandingan tidak fair play’, dan lain-lain.

Kebanyakan pernyataan-pernyataan pasca pertandingan itu palsu dan tidak obyektif, dan justru mencerminkan perilaku yang tidak menjaga fair play, hanya untuk membela diri dari tekanan suporternya dan pemilik klub.

Filosofi fair play dalam sebuah pertandingan sepakbola, sejujurnya baru saya lihat dan tercermin dari banyak pertandingan I liga-liga Eropa. Selesai pertandingan (apapun hasilnya), seluruh pemain saling berpelukan, bahkan pertukaran jersey yang menandakan menandakan kehangatan persahabatan. Padahal, selama 2×45 menit, mereka bertarung beradu lari, saling kocek, tackling dan jegal-menjegal seolah ada permusuhan untuk saling bunuh!

Selesai pertandingan, lihatlah, bertepuk tangan, kembali saling berbaur, berpelukan seolah tidak pernah ada permusuhan yang terjadi sebelumnya. Permusuhan hanya terjadi 2×45 menit, setelah itu kembali bersahabat! Kuncinya, harus ikhlas dan menikmati (terutama kekalahan), agar tidak mati muda.

Monggo diakhiri polemik Muswil KAHMI Jatim ini dengan mengedepankan persahabatan, kekeluargaan dan kebahagiaan (bahagia HMI). Perhelatan sudah selesai, sampai jumpa di perhelatan/pertandingan berikutnya.
Menang kita syukuri, kalah kita nikmati.

Jangan ada lagi saling lempar botol Aqua, merusak tribun bahkan membakar stadion. Sebab, hakekatnya, KAHMI ini rumah kita semua yang harus saling kita jaga dan dan kita pelihara!

Wallahu ‘alam bishawab

Kebenaran hanya milik Allah semata.

Oleh : Haruna Soemitro
Penulis adalah satu di antara tujuh Presidium terpilih KAHMI Jatim.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker