Penyusunan APBD DKI Jakarta 2020 Salah Sejak Awal, FITRA : Rubah Karakter Birokrasi agar Tidak Korup

Abadikini.com – Penyusunan anggaran DKI yang sekarang ini menjadi kontroversi disinyalir sudah salah sejak awal. Setidaknya hal itu dapat diketahui dari proses penyusunan kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) tahun 2020.

Sekjen Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Misbah Hasan menuturkan, kesalahan pertama dari penyusunan KUA-PPAS adalah tidak memenuhi ketentuan PP 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengharuskan rancangan KUA-PPAS diserahkan gubernur kepada DPRD paling lambat pada minggu kedua Juli.

Ketentuan tersebut pula yang mengharuskan paling lambat pada minggu kedua Agustus, KUA-PPAS telah disepakati oleh dewan dan gubernur. Artinya proses pembahasan KUA-PPAS DKI yang masih berlangsung sekarang ini telah melanggar aturan main dalam PP 12/2019.

“Dari sisi proses penyusunan APBD di seluruh Indonesia beracuan pada PP 12/2019 dan turunannya yaitu, Permendagri No.33/2019. Kalau PP nya saja sudah dilanggar sudah pasti melanggar Permendagri,” kata Misbah, dalam acara diskusi di Kantor Populi Center, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Sedangkan kesalahan kedua, lanjut Misbah, mengenai transparansi. DKI tidak memudahkan akses masyarakat untuk turut memantau anggaran. Hal ini yang mengundang kecurigaan yang besar bagi publik. Jika sejak awal transparansi diterapkan setidaknya ke depan tidak ada kegaduhan.

“Harusnya masyarakat diberi ruang menyisir anggaran-anggaran yang dianggap janggal, karena itu tugas masyarakat, tugas wakil rakyat juga,” bebernya.

Dia juga menuturkan banyaknya kejanggalan dalam KUA-PPAS hasil penyisiran Fitra. Selain anggaran lem aibon Rp82 miliar, pihaknya turut menemukan anggaran pengadaan buku folio sebesar Rp78,8 miliar, dan tipe-x Rp20 miliar.

Selain itu terdapat pula temuan anggaran pengadaan gunting rumput dan dahan Rp 491 juta dari Suku Dinas Kehutanan Jakut, dan pengadaan 1.401 unit tenis meja dari Dinas Pemuda dan Olahraga DKI sebesar Rp 8,9 miliar.

“Kalau sampai lolos, berarti ada potensi perencanaan korupsi kan di situ,” ujarnya.

Menurutnya, kendati komponen anggaran dalam KUA-PPAS bersifat sementara, bukan berarti DKI bebas asal memasukan nilai anggaran. Terlebih lagi jika publik tidak mendapat akses untuk memantau proses tersebut, terbuka kemungkinan anggaran-anggaran tidak wajar itu bisa disahkan.

Dirinya juga meminta Gubernur Anies untuk tidak hanya menyalahi sistem e-budgeting tetapi memastikan jajarannya bekerja secara terukur. Sebab persoalan birokrasi hingga kini masih menjadi “penyakit” di Ibu Kota.

Gubernur Anies, kata dia, harus bisa memperbaiki karakter birokrasi yang bebas dari korupsi. Salah satu saluran yang tersedia adalah menunjukan transparansi kepada publik.

“Satu sisi oke memperbaiki sistemnya, tapi yang paling penting adalah merubah karakter birokrasi agar tidak korup,” kata Misbah.

Pada kesempatan yang sama, Jubir DPW PSI DKI Rian Ernest mengatakan, hanya di tahun 2020 ini KUA-PPAS di DKI sulit untuk diakses. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Padahal selain PSI, terdapat pula pihak lain yang telah menyurati gubernur agar membuka perencanaan anggaran kepada publik.

“Sempat diunggah, sempat ditutup lagi, jadi seperti kucing-kucingan. Kami saja yang fraksi resmi saja main kucing-kucingan, apalagi masyarakat sipil di luar sana, makanya ini jadi tanya tanya besar,” ungkapnya.

Dengan begitu, pihaknya menilai proses penganggaran di DKI sekarang ini telah berjalan mundur. Untuk itu PSI berharap Gubernur Anies bisa memperbaiki kultur dan sistem yang ada sekarang ini agar lebih baik lagi. Setidaknya memanfaatkan sisa masa jabatannya hingga 2022.

Ernest juga turut menyinggung adanya pelaporan warga terkaitndugaan etika kepada politisi PSI William Aditya Sarana ke Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta lantaran membuka adanya kejanggalan anggaran lem aibon.

Pihaknya menghormati langkah tersebut dan memastikan PSI tetap konsisten mendorong transparansi penganggaran di DKI.

“Yang dilakukan William menurut kami adalah untuk menjalankan asas transparansi. Kan kami sudah lalui proses formal, bersurat juga, dan kami akan hadapi. Pada akhirnya, ini resiko perjuangan demi transparansi DKI Jakarta dengan segala konsekuensinya,” katanya.

Sumber Berita
Berita Satu

Baca Juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker