Wow, Biaya jadi Caleg yang Harus Dikeluarkan Minimal Rp 2 Miliar

Abadikini.com, DEPOK – Ongkos politik menjadi calon anggota (caleg) DPR masih terbilang besar. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) melansir data bahwa dibutuhkan dana minimal Rp 2 miliar sampai Rp 4 miliar bagi seorang caleg untuk bisa mendapatkan kursi di Senayan.  Dana sebesar itu digunakan untuk membiayai segala keperluan selama kampanye, termasuk sosialisasi, biaya perkenalan kepada para pemilih, dan pembuatan atribut, seperti baliho, kaus, spanduk, stiker, dan sebagainya.

“Data yang kami survei demikian. Tiap Rp 100 juta dana kampanye, menaikkan lima persen probabilitas. Ada beberapa yang hanya mengeluarkan Rp 500 juta, tetapi sangat kecil sekali probabilitasnya,” ujar Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI Teguh Dartanto dilansir dari laman SP, Rabu (20/2/2019) di Gedung Pascasarjana FEB UI, Kota Depok, Jawa Barat.

Teguh Dartanto menyatakan hasil survei itu membuktikan bahwa biaya politik di Indonesia masih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membatasi dana kampanye. Jika tidak ada pembatasan seperti sekarang ini, para anggota DPR akan berupaya mengembalikan dana yang telah dikeluarkan selama proses pemilu legislatif (pileg), termasuk mendorong mereka berperilaku korup.

“Jadi, kalau modal Anda kurang dari Rp 2 milai sampai Rp 4 miliar, maka lupakanlah kursi DPR. Realitanya seperti itu,” tutur Teguh Dartanto.

Fenomena masyarakat yang masih mau menerima uang saat pemilihan umum juga membuat ongkos politik menjadi besar. Pembelian suara, lanjut Teguh Dartanto, menjadi strategi para calon anggota legislatif untuk dapat meraih suara sebanyak-banyaknya.

“Masyarakat mulai sadar bahwa suara mereka berharga. Untuk itu, jika ada caleg yang mendekati mereka, tentunya akan berpikir ‘wani piro’karena caleg kan sebelumnya tidak mereka kenal. Kalau mereka pilih begitu saja tanpa ada imbalan apa pun, ya enak calegnya dong,” kata Teguh Dartanto.

Faktor lain yang ikut menjadi penentu kemenangan adalah nomor urut caleg tersebut. Berada di nomor urut satu membuat peluang merebut kursi menjadi sangat besar. Sebaliknya, berada di nomor uut yang makin besar dan makin ke bawah, maka semakin kecil peluang untuk terpilih. “Masyarakat kita malas untuk melihat ke bawah. Lihatnyanya ya hanya nomor satu atau dua dan tidak terus ke bawah. Inilah yang membuat nomor urut menjadi penting,” tutur Teguh Dartanto.

Sosok caleg yang memiliki pengalaman organisasi di tingkat nasional juga sangat berpengaruh dalam keterpilihan. Teguh Dartanto menyatakan caleg yang aktif berorganisasi lebih dikenal dan hal ini membuat masyarakat dapat menjatuhkan pilihannya kepada caleg tersebut.

Hasil survei FEB UI juga menunjukkan caleg perempuan relatif sulit terpilih dibandingkan caleg laki laki. “Entah kenapa seperti ini. Pemilih tetap lebih suka memilih caleg laki-laki,” kata Teguh Dartanto.

Faktor agama, lanjut Teguh Dartanto, tidak menjadi penentu keterpilihan caleg. Masyarakat terbukti lebih terbuka untuk memilih caleg meski mereka berbeda agama. Namun, untuk pilpres, pilgub, pilbup/pilwakot, masyarakat juga mempertimbangkan faktor agama.

“Untuk pemilu legislatif, relatif tidak kaku. Hal lain yang juga menarik adalah tingkat pendidikan caleg tidak terlalu berpengaruh. Seberapa panjang titelnya tidak berpengaruh. Masyarakat banyak yang tidak peduli apa pun pendidikannya. Mungkin karena banyak yang sudah tahu karena gelar pendidikan bisa didapatkan dengan beragam cara,” pungkas Teguh  Dartanto.

Editor
Bobby Winata
Sumber Berita
beritasatu

Baca Juga

Berita Terkait
Close
Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker