Jangan Menilai Yusril Hanya Untuk Ambisi 2019

Jangan mengenal Yusril ketika ia hanya tidak sependapat dengan Tim Prabowo-Sandi. Ketahuilah bahwa Yusril telah melegenda dalam sejarah hukum dan pembelaannya pada umat Islam, dan rakyat Indonesia.

Ia tampil sendiri dalam pembelaan itu, membela umat, membela buruh, membela yang di dzalimi, membela demokrasi lewat jalur konstitusional.

Meskipun partainya tidak memiliki perwakilan di Parlemen, ia memiliki kemampuan untuk membela secara personal, dan jarang politisi yang melakukan hal seperti itu dengan berani, hanya sedikit, dan yang lebih mencolok hanya Yusril.

Jadi jangan menilainnya hanya sebatas Pilpres 2019. Karena ketika penilaian itu kita lakukan, maka kita adalah manusia yang amnesia terhadap jasa orang.

Sikap Yusril memang sulit dibedakan, ia sebagai Ketua Umum PBB, juga sebagai Advokat. Pada keseluruhan masyarakat awam menilai itu merupakan pengkhianatan.

Saya sama sekali menolak penilaian itu. Pengkhianat itu adalah mereka yang dikasih amanah kemudian khianat. Kapan rakyat memberikan amanat kepada Yusril, atau paling tidak meloloskan partainya di Parlemen? Bukankah pembelaannya pada rakyat banyak, merupakan investasinya. Siapa sebenarnya yang berkhianat.?

Saya sepenuhnya berbeda apabila Prof. Yusril mendukung Jokowi-Kiyai Ma’ruf, tapi sebagai legenda hukum saya menghormatinya.

Maka melihat sikap Yusril harus memandang tajam ke Prabowo-Sandi. Karena disanalah umat dan ulama melabuhkan harapannya, lalu koalisi itu secara alamiah terbentuk dan secara informal disebut sebagai koalisi keummatan.

Harusnya koalisi keummatan adalah koalisi ideologis, yang lahir dari persamaan perjuangan dan menempuh pemilu secara bersama dan saling membuka jalan untuk sama-sama masuk Parlemen.

Yang terlihat di Prabowo-Sandi adalah koalisi kedekatan elit, yang rentan dengan peroecahan. Belajarlah dari Koalisi Merqh Putih, selsai pembagian kekuasaan maka semua pergi meninggalkan teman koalisinya.

Koalisi kedekatan elit, sangat rentan pecah apabila pembagian kekuasaan tidak merata. Saya menyebutnya Koalisi Pragmatis yang terancam gagal.

Kita perlu juga membaca rekomendasi ulama yang tidak digubri oleh Koalisi Prabowo-Sandi. Dimana ulama berharap semua partai koalisi Prabowo-Sandi membaca peta politik dengan saling membuka jalan untuk masuk parlemen secara bersama-sama.

Karena Ulama bersepakat untuk membentuk koalisi itu karena ideologi. Dan PBB adalah partai dengan mengedapkan ideologi daripada kepentingan politik sesaat.

Jadi setelah saya mengikut perkembangan dinamika, tentang Prof. Yusril yang memilih menjadi Pengacara Jokowi-Ma’ruf, maka saya merasa harus mendapatkan informasi yang valid. Setelah ditemukan alasan, saya bisa membenarkan sikap itu meskipun saya berharap Prabowo-Sandi bisa mengakomodir usulan PBB itu.

Oleh sebab itu, jangan menilai Yusril hanya karena sikap politik di Pilpres 2019, pandanglah ia seperti kita melihat tekadnya untuk menghidupkan reingkarnasi Masyumi (PBB) dan ingin mengembalikan kejayaan politik Islam yang telah lama hilang dalam arus politik Indonesia.

Furqan Jurdi
Ketua Umum Komunitas Pemuda Madani.

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker