Para Komisioner KPU Dapat Dipidana

PBB menggugat Keputusan KPU ke Bawaslu atas Keputusan KPU menyatakan PBB tidak dapat diikut sertakan dalam pemilu 2019 dalam rapat pleno KPU hari sabtu minggu lalu.

Bawaslu dan KPU, secara lisan dalam wawancara mengakui ada kelalaian, sehingga terjadi keputusan yang salah tersebut.

Di negara hukum yang menganut azas legisme, maka semuanya membutuhkan dokumen tertulis.

Bagi kami yang mengikuti langsung proses ini, ini bukanlah sekedar PBB akan ikut pemilu atau tidak, akan tetapi kejadian ini dapat menjadi cermin untuk melihat “wajah demokrasi yang sedang tercipta” saat ini.

Sementara proses mediasi antara PBB dan Bawaslu dilakukan. PBB juga menyiapkan gugatan pidana.

Masih berandai-andai, apakah Gugatan Pidana PBB terhadap KPU akan diperiksa polisi sampai tuntas, sampai status P21, itu juga perjuangan tersendiri. Jika diperiksa Polisi, maka KPU akan dipimpin oleh Komisoner dengan status TERPERIKSA.

Dan jika berkas dinyatakan lengkap, maka saat itu, KPU akan dipimpin oleh Komisioner dengan status TERSANGKA, dan selanjutnya alam dilimpahkan ke Kejaksaan.

Di Kejaksaan juga akan memakan waktu. Lalu selanjutnya akan dihadapkan ke Pengadilan.
Lama waktu beracara mulai dari Laporan ke Polisi sampai ke Hari Persidangan Pertama adalah 100 hari.
Dan jika para Komisioner jadi duduk kursi pesakitan di depan Hakim maka sejak itu Komisioner KPU akan berstatus TERDAKWA.

Terlepas bagaimana dan apa keputusan pengadilan nantinya, maka cobalah kita mulai melihat atau merasakan bagaimana kualitas Penyelenggaraan Demokrasi di Indonesia jika KPU dikelola oleh orang2 yang pernah/sedang menyandang predikat TERPERIKSA, TERSANGKA dan TERDAKWA.

Suatu hal yang paradox, karena pada mereka inilah tokoh pelaku utama yang diamanahkan untuk menghantarkan negara dalam suksesi pemimpin nasional, guna menentukan nasib bangsa 5 tahun ke depan.

 

ir. David Pranata Boer
Ketua Bidang Opini Publik DPP PBB

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker