Kinerja Timsel Bawaslu Jawa Barat Penuh dengan Kejanggalan dan Bermasalah

Abadikini.com, DEPOK – Proses seleksi yang dilakukan oleh Tim Seleksi (Timsel) Bawaslu Jawa Barat baru-baru ini menuai kritikan. Ada sebuah dugaan kejanggalan yang dilakukan dalam melakukan perekrutan dan penjaringan. Hasilnya menunjukkan ada objektivitas yang dilanggar dan membentur UU Peraturan Bawaslu tahun 2017 Pasal 19/a, yang menyebutkan bahwa “Anggota Tim Seleksi berkewajiban untuk tidak diskriminatif dana menjalankan tugas dan wewenangnya”.
Pasal ini dimaksud agar anggota Timsel harus patuh pada hasil setiap tahapan test yang telah ditetapkan, serta tidak melampaui tugas yang diberikan (pasal 20/a). Padahal ini baru melewati tahap Computer Assisted Test (CAT) dan belum memasuki tahap uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Persoalan tersebut terjadi secara beruntun. Pertama, dari Daftar Hasil Tes Peserta sesi II, yang diumumkan belakangan ini, menunjukkan dengan jelas dan empiris bahwa ada beberapa nama dengan nilai kecil (33,00) sampai nilai terbesar (68,00). Hasil ini akan dengan mudah ditentukan mana yang masuk tahapan berikutnya, yaitu cukup dengan mengurut dari nilai terbesar dan seterusnya secara vertikal. Tapi faktanya tidak demikian, ada nama-nama yang nilainya kecil, tapi lolos ke tahap berikutnya. Contohnya peserta dengan kode 370371, atas nama Abdussomad, hasil test CAT sesi II paling kecil (33,00) tapi bisa terjaring ke tahapan selanjutnya.
Kedua, ada salah satu peserta yang tidak hadir dalam uji tes kesehatan, sebagaimana yang tercantum pasal 18/a, tentang tes kesehatan dan wawancara dengan materi penyelenggaraan pemilu. Anehnya, dia berhasil masuk ke dalam 10 besar yang dinyatakan lolos ke tahapan berikutnya. Ketidakjelasan proses ini dikonfirmasi langsung oleh Achiyanur saat dihubungi Selasa (7/8/2018) salah satu peserta seleksi yang mencium ada proses yang sangat janggal dan perlu diklarifikasi. “Dua fakta yang membuat kita heran dan bertanya-tanya, bagaimana bisa yang nilainya kecil bisa lolos plus dia gak hadir dalam tes kesehatan? Ini ada yang gak beres,” tegasnya.
Tidak hanya itu, “proses Tim Seleksi yang dilakukan oleh Bawaslu Kota/Kab se- Indonesia juga bermasalahâ ujar Reza mantan peserta seleksi kepada Abadikini.com.
Fakta ini menyuguhkan kepada kita secara gamblang apa yang terjadi di lapangan. Dan hal ini mendorong kita untuk curiga ada unsur lain yang mempengaruhi Timsel di luar apa yang ditetapkan dalam tes. Baik itu daya tawar politik, keuntungan pragmatis, nepotisme, dan lain-lain dimana sudah jelas dilarang UU Peraturan Bawaslu Pasal 20 ayat b dan c: “Anggota Timsel dilarang menerima uang atau materi lainnya dari calon anggota Bawaslu memberikan janji pada calon Anggota Bawaslu dalam proses penjaringan dan penyaringan”.
Kita tidak merasakan secara langsung efek negatif dari fakta itu, tapi secara perlahan akan menutup peluang pada setiap warga negara untuk ikut serta menjadi penyelenggara pemilu. Logikanya, jika tahapan tes sebagai upaya penjaringan dan penyaringan dikalahkan oleh faktor-faktor non teknis, maka semua proses itu tak ada gunanya sama sekali kecuali sekadar menyelesaikan syarat administratif dan formalitas serta melukai peserta lain yang secara objektif layak untuk jadi penyelenggara.
Dengan demikian, perlu ada upaya terus menerus untuk mengawal, mempertanyakan dan menggugat jika ada keputusan yang melanggar undang-undang. Masyarakat dan media perlu menjadi watchdog atas kinerja penyelenggara pemilu sehingga profesionalitas tetap terjaga.
Bahkan jika gugatan dan masukan tidak direspon dengan baik, dan dengan data serta bukti yang ada, siapa pun bisa menggugatnya. Seperti yang tertulis dalam pasal 18/g, âbahwa setelah diumumkan ke publik, masyarakat berhak memberi masukan dan tanggapan terhadap hasilnya itu dan Timsel wajib mendengarkannyaâ.
Usaha itu mau-tidak-mau adalah bagian dari bentuk masyarakat terbuka (open society) yang kritis dan sanggup mengontrol kinerja pemerintah, termasuk di dalamnya Anggota Timsel Bawaslu. (selly.ak)