Ciuman Haram yang Viral: Gus Elham Dituding Cemari Ulama
Abadikini.com, JAKARTA – Pendakwah asal Kediri, Elham Yahya Luqman atau yang dikenal dengan sebutan Gus Elham, tengah menjadi sorotan publik setelah videonya mencium anak-anak perempuan beredar luas di media sosial. Aksi tersebut langsung menuai gelombang kecaman, terutama dari kalangan ulama dan masyarakat yang menilai perbuatannya tidak pantas dilakukan oleh seorang tokoh agama.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur melalui Sekretarisnya, KH Hasan Ubaidillah, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar norma kesopanan, tetapi juga menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
“Rasulullah ketika menyayangi cucu-cucunya seperti Hasan dan Husein mencium pipi atau kening, bukan bibir. Apa yang dilakukan Elham itu sudah di luar batas kelaziman,” ujarnya, Rabu (12/11).
Menurut Hasan, mencium anak perempuan yang bukan mahram, apalagi sudah memasuki usia tamyiz—yakni usia di mana anak dapat membedakan antara baik dan buruk—dihukumi haram.
“Kalau yang dicium itu sudah bisa membedakan benar dan salah, apalagi sudah usia SD, maka hukumnya jelas haram. Tidak boleh karena bukan mahram,” tegasnya.
Ia menilai reaksi keras masyarakat terhadap tindakan tersebut merupakan bentuk kontrol sosial yang sehat. Publik, kata Hasan, masih memiliki standar moral dan kesopanan yang dijunjung tinggi, terlebih kepada sosok publik seperti seorang pendakwah.
“Masyarakat memiliki ukuran sendiri tentang etika dan keadaban umum. Mereka menilai bagaimana seharusnya seorang tokoh agama bersikap dan memberi teladan,” ujarnya.
Hasan menambahkan, tindakan seperti yang dilakukan Gus Elham semakin tidak pantas karena dilakukan di ruang publik dan dalam forum keagamaan. Ia menyebut perbuatan itu dapat merusak kehormatan (muruah) seorang pendakwah.
“Sangat tidak patut dilakukan di depan publik, apalagi dalam forum pengajian. Secara etika publik maupun syariat, perilaku itu jelas tidak pantas dan tidak bisa diterima,” katanya.
Setelah video viral, Gus Elham akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. MUI Jatim menilai langkah itu sebagai bentuk pengakuan atas kekhilafan dan tanggung jawab moral.
“Permohonan maaf itu menunjukkan kesadaran dan tanggung jawabnya. Kami berharap para pendakwah ke depan lebih berhati-hati, menyejukkan, dan membimbing umat sesuai tuntunan syariat,” tutup Hasan.



