Budi Arie, Projo, dan Operasi Senyap Jokowi di Partai Prabowo
Abadikini.com, JAKARTA – Manuver politik Budi Arie Setiadi kembali jadi sorotan. Ketua Umum Projo itu mengguncang jagat politik usai membawa gerbong relawannya merapat ke Partai Gerindra — langkah berani yang langsung menuai gelombang kontroversi.
Namun yang lebih mengejutkan, Budi tiba-tiba menegaskan bahwa Projo bukan singkatan dari “Pro Jokowi”. Pernyataan ini sontak menimbulkan kehebohan dan tumpukan kritik di jagat maya.
Klaim itu dilontarkan usai Budi kembali terpilih sebagai Ketua Umum dalam Kongres III Projo di Jakarta, Minggu (2/11/2025). Di hadapan para elite Gerindra, ia bahkan menyebut akan menghapus siluet wajah Jokowi dari logo Projo, sembari menafsirkan ulang makna nama organisasinya.
“Projo itu artinya negeri dalam bahasa Sanskerta, dan rakyat dalam bahasa Jawa Kawi,” ujarnya.
Budi menuding bahwa publik salah paham karena media kerap mempopulerkan istilah “Pro Jokowi” hanya karena terdengar enak diucapkan.
Tapi dunia digital tak bisa dibohongi. Dalam hitungan jam, video lawas Budi Arie kembali muncul — di mana ia dengan lantang menyebut:
“Udah jelas Projo itu Pro Jokowi. Kalau Projo enggak Pro Jokowi, bukan Projo berarti.”
Video itu dibagikan ulang oleh politikus PDIP Mohamad Guntur Romli, yang tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyindir mantan koleganya itu.
“Saat Budi Arie jilat Jokowi, Projo: Pro Jokowi. Saat Budi Arie muntahin Jokowi, Projo: bukan Pro Jokowi. Bisa-bisanya media aja disalahin,” tulis Guntur di akun X-nya, @GunRomli.
Tersudut oleh jejak digital dan kritik publik, Budi berusaha meralat ucapannya. Ia meminta media tidak menggiring narasi seolah Projo telah meninggalkan Jokowi.
“Projo ini lahir dari semangat rakyat untuk melahirkan pemimpin seperti Bapak Joko Widodo,” katanya, berusaha meredam gejolak di internal pendukung Jokowi.
Namun, analisis politik berbicara lain. Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio (Hensat) menilai langkah Projo justru bagian dari strategi halus Jokowi.
Menurutnya, bukan tak mungkin Jokowi sedang menempatkan “mata dan telinga” di tubuh Gerindra lewat Projo.
“Sangat mungkin ini strategi Jokowi. Projo bisa menjadi saluran untuk memahami arah Gerindra dan memengaruhi strategi politik Prabowo,” ujar Hensat.
Hensat bahkan menyebut langkah itu mirip taktik klasik:
“Hati-hati, jangan-jangan Projo ini adalah kuda Troya-nya Jokowi di Gerindra — untuk memastikan skenario Prabowo-Gibran dua periode berjalan mulus.”
Sementara itu, kubu Projo bersikeras bahwa keputusan merapat ke Gerindra bukan pengkhianatan, melainkan bentuk kedewasaan politik. Ketua Umum PASBATA Prabowo, David Febrian Sandi, menegaskan mereka tetap berakar pada semangat Jokowi.
“Kami lahir dari Bapak Jokowi, dan hari ini kami berjuang bersama Bapak Prabowo untuk melanjutkan cita-cita besar beliau demi rakyat dan negara,” ujarnya tegas.
Drama rebranding Projo ini pun membuka babak baru politik pasca-Jokowi. Antara kesetiaan, kepentingan, dan strategi, publik kini bertanya-tanya: benarkah Budi Arie sedang berpindah haluan — atau justru sedang menjalankan misi tersembunyi dari sang mentor?



