Prestasi Kejagung Tak Lengkap: Uang Negara Diselamatkan, Silfester Diselamatkan?
Abadikini.com, JAKARTA – Prestasi besar Kejaksaan Agung yang berhasil mengembalikan uang negara hingga Rp13 triliun dari perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) ternyata tak mampu memancing tepuk tangan publik. Bukan karena jumlahnya kecil, tapi karena ada satu hal yang lebih mencolok hingga kini Kejaksaan belum juga mengeksekusi Silfester Matutina.
Sindiran tajam itu datang dari mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi, melalui akun X pribadinya, Senin (27/10/2025).
“Sebenarnya ini 100% uang beneran, bukan uang-uangan monopoli. Tapi jadi terasa bodor karena Kejaksaan RI tak kunjung berani nangkap Silfester Matutina, pimpinan Solidaritas Pendukung Jokowi. Itu sebabnya prestasi besar Kejaksaan jadi kurang direspon publik,” tulis Adhie.
Nada sinis Adhie seolah mewakili kekecewaan publik terhadap aparat hukum yang dianggap tebang pilih. Ia menyebut Kejagung boleh saja memulihkan triliunan rupiah uang negara, tapi jika keberanian menegakkan hukum masih setengah hati, maka semua terasa seperti sandiwara.
Nada serupa disuarakan akun X @SiMberot, yang menuding Kejagung seolah “lupa tugas” mengeksekusi Silfester.
“Silfester Matutina divonis 1,5 tahun penjara sejak 2019, tapi lupa dieksekusi oleh Kejaksaan hingga sekarang. Kebebasannya tanpa batas,” tulisnya.
Nama Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) dan loyalis Jokowi, kembali mencuat setelah diketahui status hukumnya masih “menggantung”. Padahal, Mahkamah Agung lewat putusan Nomor 287 K/Pid/2019 sudah memperberat hukumannya menjadi 1,5 tahun penjara sejak 20 Mei 2019.
Kasusnya bermula dari orasi Silfester pada 15 Mei 2017, yang menuding Jusuf Kalla (JK) sebagai “akar masalah bangsa” dan menuding JK memainkan isu rasial demi mengalahkan pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta. Tuduhan itu berujung laporan hukum, hingga akhirnya Silfester dinyatakan bersalah karena memfitnah.
Namun enam tahun berlalu, vonis itu seperti menguap di udara. Tak ada kabar eksekusi, tak ada penahanan, seolah tak pernah ada keputusan hukum yang final.
Bahkan ketika pada Agustus 2025 Silfester mencoba mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, permohonannya justru gugur. Artinya, tak ada lagi alasan hukum yang menunda pelaksanaan vonisnya.
Kini publik bertanya-tanya: apakah Kejagung benar-benar lupa, atau sengaja menutup mata terhadap seorang tokoh yang dikenal dekat dengan lingkaran kekuasaan masa lalu?
Kejaksaan boleh saja memamerkan prestasi pemulihan uang negara sebesar Rp13 triliun. Tapi selama Silfester Matutina masih bebas tanpa dieksekusi, sorotan publik akan tetap sama: hukum di negeri ini masih bisa ditawar-tawar.



