Todung Mulya Lubis: Kasus Nadiem Makarim Diduga Kriminalisasi Kebijakan, Tak Ada Unsur Memperkaya Diri Sendiri

Abadikini.com, JAKARTA – Advokat senior Todung Mulya Lubis menilai proses hukum terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menjerat eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengandung banyak kejanggalan dan dugaan adanya kriminalisasi kebijakan.
Todung meyakini Nadiem tidak dapat dijadikan tersangka jika merujuk pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang mensyaratkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
“Menurut saya, apa yang dilakukan oleh Nadiem Makarim, ini satu kebijakan yang tidak bisa dikriminalisasi kecuali kalau memang misalnya ada unsur self-enrichment, memperkaya diri sendiri,” ujar Todung dalam keterangannya, dikutip Sabtu (11/10/2025).
Todung menegaskan bahwa tidak ada indikasi Nadiem melakukan tindakan untuk memperkaya diri sendiri, bahkan ia juga melihat kecil kemungkinan Nadiem berniat memperkaya pihak lain.
“Jadi, kecenderungan kriminalisasi kebijakan ini, menurut saya perlu kita betul-betul pahami dan teliti supaya kita tidak salah dalam melangkah,” lanjutnya.
Peringatan Brain Drain: Orang Cerdas Akan Enggan Jadi Pejabat
Todung Mulya Lubis juga mengingatkan dampak berbahaya jangka panjang jika kecenderungan kriminalisasi kebijakan ini terus berlanjut. Menurutnya, hal ini dapat memicu “brain drain” atau eksodus para intelektual.
“Jika tren ini terus berlanjut, orang-orang baik dan cerdas tidak akan mau lagi mengabdi menjadi pejabat di Indonesia,” tuturnya.
Todung mempertanyakan dasar tindak pidana yang dituduhkan Kejagung, mengingat pengadaan Chromebook adalah keputusan kebijakan yang didasarkan pada visi Nadiem untuk memajukan literasi digital, sebuah visi yang telah ia miliki sejak lama dan dibuktikan dengan kesuksesannya membangun Gojek.
Ia menyimpulkan bahwa penetapan tersangka yang didasarkan hanya pada penilaian (judgement) bahwa sebuah kebijakan dinilai tidak tepat adalah langkah yang keliru.