Komdigi Syok: Gelombang Judol Setara 20 Kali Stadion GBK!

Abadikini.com, JAKARTA – Perang melawan judi online di Indonesia ibarat cerita tanpa ujung. Setiap kali ribuan situs diblokir, ribuan lainnya muncul. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terang-terangan menyebut biang keroknya bukan semata teknologi, melainkan tingginya minat masyarakat sendiri.
“Prinsipnya sederhana, ada permintaan maka ada yang menyediakan. Itu sebabnya judi online terus berkembang,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, di Jakarta, Rabu (17/9), dilansir Jumat (19/9/2025).
Data Komdigi memperlihatkan betapa masifnya gelombang konten judol yang masuk ke ruang digital Indonesia. Sejak 20 Oktober 2024 hingga 16 September 2025, tercatat 2.179.223 konten berhasil ditangani pemerintah. Rinciannya bikin geleng-geleng:
1,93 juta dari situs atau alamat IP,
97 ribu lebih dari layanan file sharing,
94 ribu dari platform Meta,
35 ribu dari Google,
1.742 dari Telegram,
1.417 dari X,
1.001 dari TikTok, serta
konten sisanya dari Line dan App Store.
“Bayangkan, jumlah itu setara 20 kali lipat kapasitas Stadion Gelora Bung Karno. Inilah besarnya ancaman yang sedang kita hadapi,” tegas Alexander.
Untuk mempercepat aksi sapu bersih, Komdigi mengandalkan Sistem Analitik dan Monitoring (SAMAN), sebuah sistem baru yang mampu langsung mengirim surat perintah take down ke platform digital. Aturannya ketat: konten judi online dan pornografi anak wajib hilang dalam 4 jam, sementara konten negatif lain diberi batas maksimal 24 jam.
Sejak uji coba 1 Februari hingga 17 September 2025, SAMAN sudah mengeksekusi 487 URL, mayoritas terkait perjudian. Namun, pertempuran ini tidak hanya soal situs. Komentar-komentar di media sosial yang mempromosikan judol kini ikut menjadi sorotan.
Alexander mengingatkan, tanpa keterlibatan masyarakat, upaya pemerintah tak akan cukup. “Kami butuh partisipasi publik. Kalau menemukan konten atau komentar judi online, segera laporkan. Ini bukan sekadar urusan hukum, tapi masa depan generasi kita,” ujarnya.
Indonesia kini berdiri di persimpangan: terus dikepung arus judol yang tak pernah surut, atau memilih melawan dengan kesadaran kolektif. Satu hal pasti, perang digital ini bukan hanya soal blokir dan teknologi tapi juga soal mentalitas masyarakat yang masih doyan bermain api.