RUU PSK Dikebut, DPR Pastikan Korban Bukan Lagi Sekadar Alat Bukti

Abadikini.com, JAKARTA – Komisi XIII DPR RI mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSK). Langkah ini ditempuh karena banyak perkara hukum terhambat akibat lemahnya sistem perlindungan yang ada saat ini.
Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, menilai perlindungan yang diberikan selama ini cenderung simbolis dan belum menjawab kebutuhan riil di lapangan. Padahal, Indonesia kini menghadapi spektrum kejahatan yang semakin kompleks, mulai dari kekerasan berbasis gender, pelanggaran HAM berat, hingga kejahatan transnasional dan digital.
“Situasi ini membutuhkan pendekatan baru dalam sistem perlindungan saksi dan korban,” kata Pangeran di Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, revisi undang-undang harus menghadirkan perlindungan komprehensif, tidak hanya sebatas kerahasiaan identitas atau penyediaan safe house. Pemulihan psikologis, sosial, hingga ekonomi korban juga harus menjadi bagian penting.
“Korban tidak boleh diperlakukan sekadar alat bukti. Mereka harus dilindungi sebagai subjek hukum yang memiliki martabat,” tegasnya.
Komisi XIII sejauh ini telah melibatkan berbagai pihak, mulai dari LPSK, Dirtipidum Bareskrim Polri, Jampidum Kejagung, hingga Panitera Muda Pidsus MA, dalam membahas substansi RUU. Salah satu poin utama adalah memperkuat kapasitas dan kewenangan LPSK agar lebih cepat dan efektif dalam mengambil keputusan di lapangan.
Selain itu, Pangeran mendorong adanya pembaruan konsep safe house serta penguatan perlindungan identitas berbasis teknologi. Ia menekankan bahwa RUU ini tidak boleh sekadar formalitas birokrasi, melainkan harus menempatkan kemanusiaan sebagai prioritas.
“Komisi XIII sangat terbuka terhadap masukan semua pihak. Revisi UU ini harus menjadi terobosan nyata, bukan sekadar ganti aturan,” ujarnya.