Flinders University dan KKP Latih Warga Tidore Konservasi Warisan Budaya Bawah Air

Abadikini.com, TIKEP – Flinders University Australia bekerja sama dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDMKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, dan Kementerian Kebudayaan menggelar pelatihan peningkatan kapasitas SDM lokal dalam konservasi dan pengelolaan warisan budaya bawah air. Kegiatan berlangsung selama dua hari, 17–18 Juli 2025, di Tidore.
Pelatihan ini merupakan bagian dari proyek riset internasional bertajuk “Revisiting Salvaged and Looted Shipwreck Sites in Indonesia: An Integrated Management Framework for Safeguarding Underwater Cultural Heritage” yang dikoordinasikan oleh Nia Naelul Hasanah Ridwan dari Flinders University bersama BPPSDMKP – KKP. Proyek ini berada di bawah payung Australia Research Council (ARC) Linkage Project berjudul “Reuniting Orphaned Cargoes: Underwater Cultural Heritage of Maritime Silk Route” yang dipimpin oleh Assoc. Prof. Dr. Martin Polkinghorne.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Daud Muhammad, saat membuka kegiatan menyampaikan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya artefak dan situs bawah air sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya maritim Nusantara.
“Selain memperkenalkan praktik terbaik dalam konservasi dan pengelolaan artefak bawah laut, kegiatan ini juga mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pelestarian warisan budaya bawah air yang berkelanjutan. Ini juga menjadi momentum memperkuat kolaborasi antar-pemangku kepentingan serta penyesuaian dengan prinsip-prinsip Konvensi UNESCO 2001,” ujar Daud.
Pelatihan diikuti oleh 25 peserta dari berbagai unsur, antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tidore, Dinas Perikanan Tidore, Museum Sonyine Malige, Kesultanan Tidore, perwakilan kelurahan Soasio dan Tongowai, komunitas nelayan, penyuluh KKP, hingga pegiat komunitas selam dan ekonomi kreatif.
Hari pertama kegiatan berlangsung di Aula Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tidore. Sebanyak sembilan pakar nasional dan internasional di bidang arkeologi, arkeologi maritim, konservasi artefak, dan kelautan hadir memberikan kuliah umum. Materi mencakup pengantar proyek “Reuniting Orphaned Cargoes”, konservasi warisan budaya bawah laut di Indonesia, teknik dasar konservasi artefak bawah air, serta kajian batimetri perairan Soasio dan Tongowai untuk pengembangan wisata selam berbasis sejarah.
Hari kedua berlanjut di Museum Sonyine Malige, fokus pada praktik konservasi dan dokumentasi. Peserta dilatih melakukan identifikasi dan klasifikasi artefak, pengukuran dan pencatatan, teknik fotogrametri, hingga pengkatalogan koleksi. Salah satu fokus pelatihan adalah koleksi 219 guci stoneware abad ke-16 hingga 17 dari Tongowai yang diangkat dari dasar laut sejak 1990-an.
Melalui pelatihan ini, Tidore tidak hanya menegaskan posisinya sebagai bagian penting dalam sejarah pelayaran dan perdagangan maritim Nusantara, tetapi juga membuka peluang baru dalam pengembangan wisata berbasis budaya dan sejarah.
Dengan potensi situs kapal karam dan artefak bersejarah yang dimiliki, Tidore diarahkan menjadi destinasi wisata bawah air yang unik. Jika dikelola secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat, situs-situs ini bisa menjadi daya tarik utama wisatawan, sekaligus mendongkrak perekonomian lokal.