Skandal RPTKA Kemnaker: KPK Cecer Mantan Stafsus Cak Imin dan Indikasi Pemerasan Sejak 2012

Abadikini.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan praktik pemerasan dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Kali ini, penyidik mencecar tiga mantan staf khusus (stafsus) Menteri Ketenagakerjaan dari tiga periode berbeda, termasuk era Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Hanif Dhakiri, dan Ida Fauziah.
Pemeriksaan yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (16/7/2025), melibatkan Luqman Hakim, stafsus Menaker sejak era Cak Imin hingga Hanif Dhakiri, serta Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, keduanya stafsus Menaker era Ida Fauziah.
Penelusuran Praktik Pengurusan TKA dan Aliran Dana
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk mendalami pengetahuan para saksi terkait praktik-praktik pengurusan TKA pada periode tersebut. “Hari ini juga dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi didalami terkait dengan pengetahuannya tentang praktik-praktik pengurusan TKA pada era tersebut,” kata Budi.
Ini merupakan pemeriksaan kedua bagi ketiga mantan stafsus tersebut. Materi pemeriksaan berfokus pada dugaan aliran dana hasil pemerasan yang diterima dari para tersangka. Sebelumnya, Caswiyono dan Risharyudi telah diperiksa pada Selasa (10/6/2025), sementara Luqman diperiksa pada Selasa (17/6/2025).
Dugaan Pemerasan Berlangsung Sejak 2012, KPK Bidik Pejabat Puncak
KPK mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA ini tidak hanya terjadi pada periode 2019–2024, melainkan telah berlangsung sejak tahun 2012. Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, menjelaskan bahwa temuan ini didapatkan dari hasil proses pemeriksaan yang telah dilaksanakan.
Menariknya, ketiga menteri yang menjabat dalam rentang waktu tersebut—Muhaimin Iskandar (2009–2014), Hanif Dhakiri (2014–2019), dan Ida Fauziah (2019–2024)—seluruhnya berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Budi Sokmo Wibowo juga tidak menutup kemungkinan untuk memanggil para menteri terkait guna dimintai klarifikasi. “Dugaan ini ada. Ini merupakan gratifikasinya diterima berjenjang, apakah ada petunjuk ke arah yang paling atas di kementerian tersebut sedang kami perdalam dalam proses penyidikan,” jelasnya.
Delapan Tersangka dan Puluhan Miliar Rupiah Dana Pemerasan
Sejauh ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam perkara ini, dengan total aliran dana hasil pemerasan yang terungkap mencapai Rp53,7 miliar selama periode 2019–2024. Para tersangka tersebut adalah:
1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2024–2025, menerima Rp18 miliar
2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, menerima Rp13,9 miliar
3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA periode 2021–2025, menerima Rp6,3 miliar
4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA periode 2024–2025, menerima Rp2,3 miliar
5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, menerima Rp1,8 miliar
6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, menerima Rp1,1 miliar
7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA periode 2017–2019, menerima Rp580 juta
8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020–2023, menerima Rp460 juta
Selain itu, terdapat aliran dana tambahan sebesar Rp8,94 miliar yang diduga dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk “uang dua mingguan”. Dana hasil pemerasan ini juga diindikasikan digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama pribadi dan keluarga para tersangka. KPK terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus mega korupsi ini.