Polisi Ikut Terjun ke Sawah, Bantu Petani Basmi Hama Tikus Secara Manual

Abadikini.com, JAKARTA – Di tengah ancaman ketahanan pangan nasional, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui peran aktif kepolisian di desa-desa dalam membantu petani. Tak hanya sebagai penegak hukum, polisi kini juga turut terjun langsung ke sawah untuk membantu membasmi hama tikus secara manual.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, menyatakan bahwa aksi nyata Polri ini selaras dengan visi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mewujudkan Polri Presisi, yaitu polisi yang hadir sebagai mitra masyarakat.
“Langkah nyata Polri ini sejalan dengan arah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mewujudkan Polri Presisi, yakni polisi yang hadir sebagai mitra kehidupan masyarakat, bukan sekadar penegak hukum konvensional,” ujar Haidar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/7/2025).
Aksi kepedulian ini terlihat jelas di Desa Sembungharjo dan Karangharjo, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Pada akhir Juni hingga awal Juli 2025 lalu, puluhan aparat Polsek, Koramil, perangkat desa, dan ratusan petani bersatu padu turun ke sawah.
“Mereka tidak datang untuk razia atau pengamanan konflik, melainkan membantu membasmi hama tikus secara manual: menggiring, mengusir, dan menangkap ribuan tikus yang mengancam ladang padi dan jagung warga,” jelas Haidar.
Dalam satu hari “gropyokan” (pembasmian hama bersama), hingga 600 tikus berhasil diamankan. Dalam skala lebih besar, lebih dari 20.000 ekor tikus berhasil dibasmi dalam dua hari di area seluas 259 hektare. Hasilnya, panen petani terselamatkan dan kerugian akibat hama berkurang drastis.
Haidar Alwi menekankan bahwa tindakan semacam ini bukanlah gimik. “Kalau polisi turun ke sawah tanpa publikasi, tanpa sorotan media besar, dan hanya demi membantu rakyat kecil, maka itu bukan gimik. Itu pengabdian sejati,” katanya. Menurutnya, masyarakat perlu tahu bahwa Polri tidak hanya hadir di jalan raya, kantor, atau ruang sidang, tetapi juga di sawah, di antara lumpur dan jeritan panen rakyat.
Di balik kegiatan gropyokan ini, tersimpan tragedi yang sering luput dari perhatian nasional: banyak petani tewas karena tersengat jebakan listrik buatan sendiri untuk menangkap tikus. Di Grobogan, hampir setiap tahun tercatat korban jiwa akibat kawat listrik yang dipasang mengelilingi sawah.
“Ketika polisi bilang: ‘jangan pakai jebakan listrik, kami bantu cara yang lebih aman’, itu bukan sekadar sosialisasi. Itu penyelamatan nyawa. Dan itu adalah wajah Bhayangkara sejati,” tegas Haidar. Ia menilai, langkah edukatif semacam ini jauh lebih membekas dibandingkan tindakan represif, karena petani merasa ditemani, bukan ditakuti.
Menjelang Hari Bhayangkara ke-79, Haidar Alwi mengajak semua pihak untuk menengok ke desa, ke sawah, ke tempat di mana polisi bekerja dalam senyap tanpa sorotan media. Di sanalah, menurutnya, terlihat wajah Polri yang sesungguhnya: wajah yang dekat dengan rakyat.
“Gropyokan tikus bersama petani adalah perwujudan paling jujur dari Presisi itu sendiri: polisi hadir, bekerja, dan berdampak langsung tanpa menunggu headline,” tutup Haidar.