Legislator PBB Ini Tuding APBD Pemprov NTB Tidak Sehat

Abadikini.com, MATARAM – Fraksi Partai Bintang Perjuangan Nurani Rakyat (FPBNR) yang terdiri dari gabungan tiga partai politik, PDIP, Hanura dan PBB, menuding APBD Pemprov NTB tidak sehat dalam waktu tiga tahun terakhir.
Kondisi itu dipicu perencanaan anggaran sangat buruk dan terkesan terlalu ambisius. Parahnya, objek penerimaan daerah justru dari tahun ke tahun realisasinya tidak mencapai target, bahkan capaiannya sangat rendah.
“Anehnya, target yang ditetapkan tetap tinggi,” sindir Sekretaris Fraksi PBNR DPRD NTB, Junaidi Arif, saat menyampaikan pandangan umum fraksinya terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi NTB 2022 dalam sidang paripurna, Rabu (5/7/2023).
Ketua DPW PBB NTB itu merinci objek penerimaan dimaksud. Retribusi pemakaian kekayaan daerah yang ditargetkan Rp18 miliar lebih, realisasi hanya Rp7 miliar lebih atau hanya 41,39 persen. Selanjutnya, retribusi tempat penginapan pesanggrahan dan vila yang ditarget Rp2 miliar lebih, tapi terealisasi hanya sekitar Rp1 miliar lebih, atau setara dengan 53,03 persen.
Berikutnya ada retribusi penjualan hasil produksi daerah yang ditarget Rp2 miliar lebih, terealisasi hanya sekitar Rp1 miliar lebih atau setara dengan 43,72 persen.
“Yang paling mengenaskan dari objek penerimaan itu, hasil kerja sama pemanfaatan barang milik daerah yang ditargetkan Rp366 miliar lebih, terealisasi hanya Rp749 juta lebih atau setara dengan 0,2 persen,” bebernya.
Lebih jauh dilontarkan, dari 12 item objek penerimaan daerah yang tercantum dalam APBD Provinsi NTB, hampir seluruhnya tidak ada yang mencapai target alias mengalami penurunan. Padahal target total anggaran dari 12 item itu mencapai Rp507 miliar lebih, sedangkan realisasinya hanya Rp45 miliar lebih atau setara dengan 9,04 persen.
“Itu artinya pendapatan tidak mencapai target pada tahun 2022 lalu, hanya mencapai Rp 461 miliar lebih dan tidak termasuk pajak yang hanya bersumber dari dua item, retribusi dan lain-lain PAD yang sah,” tudingnya.
Menimbang tidak maksimalnya jajaran Pemprov dalam memaksimalkan objek penerimaan daerah, dia berpandangan hal itu membuat program dan kegiatan yang direncanakan dalam APBD tidak dapat dibayarkan.
Parahnya lagi, lanjut dia, ada beberapa program dan kegiatan yang sudah dilaksanakan tapi tidak dapat dibayarkan. Kondisi itu menimbulkan kewajiban baru bagi pemerintah daerah untuk tahun berikutnya.
“Kondisi ini yang membuat beberapa pengusaha melakukan aksi demo dan merencanakan kemah di kantor Gubernur. Ini tidak lain karena mereka menuntut pembayaran kewajiban pemerintah daerah pada mereka, yang tak kunjung ada kejelasan,” pungkasnya.